“Untuk bisa dapat yang bagus, kita butuh perjuangan toh? Karena menurut saya kau layak diperjuangkan,” – Edu (Indonesia dari Timur, 2023)
Sabtu ini (9/12), Cineverse menghadiri media screening terbatas film bertema sepakbola yang menarik untuk dibahas. Film yang disutradarai dan dibintangi Ari Sihasale ini juga ikut dibintangi sejumlah bintang seperti Ibnu Jamil, Donny Alamsyah, Marcellino Lefrandt, dan Dinda Ghania.
Dengan judul Indonesia dari Timur, film ini mengisi celah kosong dari jajaran film yang sekarang didominasi genre horor atau drama dan komedi.
Film bertema sepakbola memang tak banyak jumlahnya di Indonesia. Salah satu film yang kita kenal hanyalah Garuda di Dadaku (2009) dan sekuelnya, Garuda di Dadaku 2 (2011). Namun, film ini lebih fokus ke cita-cita anak kecil untuk menjadi pemain bola.

Di Indonesia dari Timur, kita akan melihat narasi yang lebih lekat dengan kita, yaitu mencari bibit-bibit pemain baru untuk dikumpulkan menjadi satu tim.
Namun, seperti film-film Ari Sihasale sebelumnya yang lekat dengan Indonesia Timur, tak mengherankan kalau secara khusus film ini mengangkat daerah Papua sebagai latar belakang ceritanya.
Sinopsis
Adegan dibuka dengan pertandingan final antara tim Papua dengan Aceh yang diakhiri kemenangan Papua dengan gelar juara dan hadiah uang sebesar 1 miliar rupiah. Pelatih tim Papua, yang dipanggil Coach John (Ari Sihasale), ternyata terkena dugaan penggelapan uang tersebut karena uang tersebut tak pernah sampai kepada pemain.
Hubungan Coach John dan timnya lantas berantakan setelah peristiwa itu dan para pemainnya pulang ke kota mereka dan menjalani pekerjaannya masing-masing.

Prolog kemudian beralih ke Edu (Ibnu Jamil), seorang pilot senior yang melayani rute-rute perintis di Papua, mendapatkan tugas dari atasannya, Simon (Donny Alamsyah), untuk membangun sebuah tim sepakbola, yang dipersiapkan untuk bertanding dalam sebuah turnamen bergengsi tahun depan.
Edu yang semula enggan, akhirnya menyetujui tugas tersebut, dan dijanjikan akan menjadi direktur operasional dari perusahaan yang akan didirikan Simon, dengan satu syarat, kalau ia harus mendirikan sebuah klub sepakbola remaja yang akan dibiayai oleh perusahaan dan akan merekrut bakat-bakat muda Papua yang bubar setelah peristiwa kemenangan tersebut.
Edu lantas memanggil kembali Coach John dan berusaha mengumpulkan anggota tim sepakbola telah terpisah ke seluruh penjuru Papua. Bisakah keduanya menyatukan tim baru ini dan memulai perjuangan mereka memajukan sepakbola Papua?
Ide ceritanya menarik, namun naskahnya tidak sesuai ekspektasi
Saat melihat film ini, ada beberapa catatan yang menjadi perhatian Cineverse. Pertama, adalah naskahnya yang tidak memuaskan dari semua film yang pernah dibuat Ari Sihasale. Banyaknya plot hole dari beberapa adegan dan subplot yang sebenarnya tidak perlu dimasukkan.

Hal pertama yang menggangu adalah Dinda Ghania yang berperan sebagai anak dari Ibnu Jamil, cenderung mentah dan tidak memberi kekuatan cerita yang berarti. Padahal karakter yang dibangun baik di awal film dan menjadi penyeimbang dari film yang didominasi pria ini, seharusnya mendapat screen time dan dialog yang cukup terhadap narasi film secara keseluruhan.
Hal kedua adalah memasukkan konflik secara tiba-tiba dan tiba-tiba dengan mudahnya menyelesaikan konflik yang ada tanpa ada sedikit perjuangan. Hal lainnya yang mengganggu adalah adegan penutupnya yang sama sekali tidak menarik dan cenderung menyudahi kisah perjuangan anak-anak Papua ini dengan tiba-tiba.
Sinematografi, skoring dan akting pemainnya menolong film ini
Di balik narasinya yang mengecewakan, film ini akhirnya tertolong sejumlah hal. Yang luar biasa di film ini adalah sinematografinya yang luar biasa. Sejumlah spot-spot indah di pegunungan dan lembah di beberapa wilayah di Wamena, Timika, dan Jayapura akan memanjakan mata kita.

Pemandangan pegunungan bersalju, sabana dengan sungainya yang jernih, yang jarang kita lihat di film Indonesia, akhirnya bisa dihadirkan di film ini. Keindahan sudut-sudut lokasi shooting di Papua pun tak monoton, sesekali shot indah dihadirkan lewat sorotan drone dari atas, membuat visualisasi secara keseluruhan film ini sangat baik.
Shot-shot saat pemain bermain bola juga lumayan menarik, walaupun cut-to-cut nya terbilang belum cukup smooth. Hal kedua yang menarik adalah skoringnya yang digarap serius dan memorable, membuat film ini bisa diingat terus lewat soundtrack-nya.
Hal ketiga yang termasuk menjadi perhatian khusus adalah akting para pemain bola ini yang ternyata sangat baik, dan di luar ekspektasi. Cineverse bahkan tak melihat kekakuan dialog saat diucapkan dan chemistry antar pemain juga sangat terjaga.

Kesimpulan
Ari Sihasale sekali lagi berhasil lewat film terbarunya ini. Walaupun ada sejumlah hal minor, film ini masih layak ditonton dan kisahnya sangat menginspirasi kita. Keberanian Ari dan Nia mengeksplorasi Indonesia Timur ke dalam layar lebar memang tak usah diragukan lagi.
Indonesia dari Timur mengajarkan kepada kita kearifan lokal masyarakat Papua yang ramah, keindahan alamnya yang luar biasa, dan toleransi terhadap umat yang berlainan agama. Sebuah hal yang jarang ditemui banyak film Indonesia akhir-akhir ini.
Ada baiknya film ini diberi subtitling Indonesia agar film ini mudah dinikmati di seluruh daerah. Terkadang ada dialog yang terlalu cepat diucapkan dan sulit terdengar.
Agar tidak menggangu kenikmatan menonton, pemberian subtitling ini menjadi sebuah keharusan agar esensi Indonesia dari Timur dapat dipahami secara luas.
Film ini belum memiliki tanggal tayang di bioskop, jadi nantikan terus kabar terbarunya hanya di Cineverse.
Director: Ari Sihasale
Cast: Ibnu Jamil, Ari Sihasale, Donny Alamsyah, Marcellino Lefrandt, Dinda Ghania, Yesaya Kogoya, Richardo Youwe, Yulianus Yual, Karel Fonataba, Michael Twenty
Duration: 109 Minutes
Score: 7.0/10
The Review
Indonesia dari Timur
Indonesia dari Timur mengisahkan perjuangan Edu dan Coach John membangun tim sepakbola Papua yang berisi bibit-bibit muda yang dikumpulkan dari pelosok Papua