Review Endings, Beginnings (2020)

Endings, Beginnings Menceritakan Tentang Pergulatan Batin Di Antara Dua Pria Menawan

endings, beginnings

© CJ Entertainment

“I’m tired of hurting people. I don’t know how to stop”. –  Daphne (Endings, Beginnings).

Meaningful relationship. Itu adalah hal yang sukar untuk didapatkan. Kita gak akan pernah tahu apakah pasangan kita saat ini adalah “the one”. Sebuah misteri ilahi lewat pencarian cinta yang panjang dan tidak tahu ke mana rimbanya.

Daphne (Shailene Woodley), perempuan berumur 30 tahunan berada di masa sulit tersebut. Apalagi ia baru saja putus sama pacarnya, kemudian memutuskan untuk menjauh. Ia untuk sementara tinggal di rumah kakaknya, sambil berusaha mendapatkan pekerjaan baru. Selain itu Daph juga coba menerapkan idealisme baru; menjauhi akohol, dan pria. Ia hanya ingin memulai kembali.

Suatu hari, Daphne bertemu dengan dua cowok (ya, langsung dua) yang sama-sama menarik. Lewat percakapan singkat terjadi lah hubungan segitiga yang tak dapat dihindari.

Endings, Beginnings tidak menampilkan secara terang-terangan saat-saat di mana Daphne putus sama pacar lamanya dan juga ketika Daphne keluar dari kerjaannya. Semua itu hanya akan disebarkan di sepanjang film sehingga membuat kita penasaran sama tahap eksposisinya. Film justru langsung masuk ke inti konflik, yaitu bagaimana kehidupan Daphne setelahnya.

© CJ Entertainment

Cukup disayangkan, dimulai dari hubungan yang makin intens antara Daphne, Frank (Sebastian Stan), dan Jack (Jamie Dornan), justru Daphne ditampilkan sebagai karakter yang lemah. Dari unsur narasinya kita sudah melihat bagaimana film memiliki tools yang berfungsi sebagai penanda.

Nah sebaiknya ini dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Bagaimana caranya agar penanda ini runtuh secara lebih menohok lagi. Yeah, love is strange. Tapi kita butuh sebuah alasan yang kuat juga ketika melihat sebuah relationship berkembang.

Jadi bullshit lah sama idealisme. Bullshit lah sama Daphne pengen begini, Daphne pengen begitu, semua harus terkontrol hingga enam bulan ke depan. Omong kosong. Tapi setidaknya ada satu hal yang menarik dari sini. Oke lah jika Daphne dihadapkan kepada sebuah perjalanan cinta lagi. Cuman ide untuk mengeksplorasi lebih dalam itu rasanya menarik.

Bagaimana Daphne bisa mengetahui kemudian memahami Frank dan Jack. Hal ini pun tercermin dari salah satu text message Daphne yang bilang kalau ia bukanlah pacar. Mungkin bagi kita ini akan menjadi sesuatu yang tak biasa, namun begitulah adanya. Satu revelation yang terbuka di masa awal konfrontasi memantik intensitas. Bagaimana hubungan antar mereka bertiga ke depan setelah status yang ketahuan ini. Tips, jangan harapkan sesuatu yang receh. Mereka udah dewasa semua.

© CJ Entertainment

Kisah cinta Daphne di sini bak dongeng yang bisa jadi impian setiap wanita. Mengeksplorasi dua cowok tampan setampan Sebastian Stan dan Jamie “Mr. Gray” Dornan tanpa perlu mengeluarkan komitmen. Gosh, ngimpi banget asli.

Sutradara Drake Doremus seperti menampilkan fantasi liarnya. Kelar berduaan sama yang satu, Daphne kemudian berduaan sama yang lainnya. Tapi kita gak bisa bilang kalau dia player juga. Toh belum ada komitmen. Cowonya aja kali yang kegeeran. Tapi masalahnya, hal ini membuat konfliknya menjadi dangkal.

Penonton bisa jatuhnya iri sama si Daphne karena hidup layaknya di tengah fantasi dibandingkan relate sama Daphne karena masalah yang ia hadapi. Ini diperparah dengan pengaruh kausalitas yang lemah. Ingat, sebelum ini semua terjadi, trigger yang menjadi motif bagi Daphne tak digambarkan secara jelas.

Sayang, antara masa lalu dengan masa sekarang ini seperti dua kesatuan yang benar-benar terpisahkan. Apa yang membuat Daphne putus sama Adrian, apa yang membuat Daphne keluar dari pekerjaannya, dan bagaimana kehadiran Frank dan Jack itu bisa membuat perubahan positif itu sulit sekali didapat.

Beralih ke unsur sinematik, untung saja akting dari tiga aktor masih terbilang bagus. Meski penulisan karakternya lemah karena kesannya klise dan “gitu doang anjir”, namun chemistry antara Shailene, Sebastian, dan Jamie asik dilihat. Senggaknya kita bisa lihat perbedaan jelas antaa karakter Frank dan Jack, kemudian range yang ditampilkan dari para aktor.

© CJ Entertainment

Penggunaan handphone tak disangka memiliki peran yang lumayan juga. Sebagai alat komunikasi, manuver-manuver yang ada biasanya datang dari sana. Sadar bahwa chat memiliki peran vital, film memutuskan untuk menampilkan chat dari handphone dengan caranya sendiri. Desain font-nya terlihat kekinian, dengan perbedaan warna yang mendadakan dari siapa chat tersebut berasal. Hanya saja, desain seperti ini kok rasanya kurang pas sama tampilan visual film secara keseluruhan. Sangat mencolok tapi tak bisa dipungkiri kalau ini maksa.

Ada beberapa poin yang secara jelas menunjukkan ciri khas semangat indie yang kental di film ini. Pertama, dari tonalitas warna dengan dominasi efek pudar (washed out). Kemudian kamera handheld beberapa kali digunakan sebagai pilihan kreatif. Lalu di salah satu sequence “Endings, Beginnings” memasukkan unsur indie-rock dengan nuansa gothic, yang tentu saja bukan selera orang kebanyakan. Lagu yang dijadikan latar adegan juga lagu yang belum pernah kita dengar sebelumnya kecuali lagu “Another Day in Paradise”-nya Phil Collins yang dahulu selalu diputar di layar kaca televisi swasta Indonesia. Anyway, lagu sempat mencuri perhatian ketika di salah satu bagian film Daphne diberikan list lagu oleh salah satu karakter pendukung. Kemudian untuk yang melodinya langsung nyantol di kepala, ada “Mecca” dari Wild Beasts.

Terakhir, overlapping dialogue. Film beberapa kali menampilkan adegan di mana apa yang kita lihat adalah sebuah pergantian shot dari scene yang sama. Kesinambungannya ada, tapi karakter yang bersangkutan tidak sedang berbicara namun kita bisa mendengar perkataannya. Ini terjadi hanya beberapa saat namun kehadirannya sangat berasa. Hanya saja, kecuali lagu, substansi yang terkandung dalam creative decision ini masih belum jelas maksudnya apa.

© CJ Entertainment

Di luar ketakutan utama yang (akhirnya) memberikan sesuatu, Endings, Beginnings berujung pada sesuatu yang mudah diprediksi. Ditambah dengan tahap konfrontasinya yang membosankan, film ini semakin menyerupai kehidupan Daphne; mengenaskan dan hampir tanpa harapan. Tidak ada yang betul-betul baru. Malah agak aneh sebenarnya ketika nonton film dengan model seperti ini tanpa kita bisa memihak pada kubu mana kita menjatuhkan pilihan.

Ini bisa terjadi akibat karakter pendukungnya yang kurang menarik. Semangat positif di akhir bagus untuk disampaikan, tapi jelas tidak cukup untuk menyelamatkan lahirnya nilai kurang memuaskan. Sangat disayangkan untuk film dengan tiga nama tenar seperti ini. Belum lagi penampilan “scene stealer” yang dikeluarkan oleh Wendie Malick sebagai ibunya Daphne.

 

Director: Drake Doremus

Starring: Shailene Woodley, Sebastian Stan, Jamie Dornan, Wendie Malick, Matthew Gray Gubler, Ben Esler, Lindsay Sloane, Shamier Anderson, Kyra Sedgwick

Duration: 110 Minutes

Score: 5.6/10

WHERE TO WATCH

TBA

The Review

Endings, Beginnings

5.6 Score

'Endings, Beginnings' menceritakan tentang Daphne (Shailene Woodley) yang mengenal dua pria dalam suatu kesempatan. Daphne bertemu Frank (Sebastian Stan) dan Jack (Jamie Dornan). Keduanya sangat menarik baginya. Siapakah yang Daphne pilih di antara kedua pria menarik itu?

Review Breakdown

  • Acting 6
  • Cinematography 5
  • Entertain 5
  • Scoring 6
  • Story 6
Exit mobile version