Review Srimulat: Hil yang Mustahal – Babak Pertama (2022)

Kisah Perjalanan Srimulat, Kelompok Lawak Legendaris dari Jawa Tengah

“Hidup di atas panggung hanya sementara. Kalau kalian terlena, akan tersingkir.” – Teguh (Srimulat: Hil yang Mustahal – Babak Pertama ).

 

IDN Pictures akhirnya resmi menunjukkan batang hidungnya di industri perfilman Indonesia. Bersama dengan MNC Pictures, mereka berkolaborasi membangkitkan grup lawak legendaris Tanah Air, Srimulat, ke dalam layar lebar.

‘Srimulat: Hil Yang Mustahal Babak Pertama’ (sering juga disebut Srimulat: Hil Yang Mustahal saja) menjadi semacam gerbang untuk para generasi muda, terutama generasi Z, mengenali salah satu kelompok lawak yang sudah berkontribusi besar untuk Indonesia.

Disutradarai oleh Fajar Nugros, film ini berambisi untuk membawa penonton mengetahui lebih dalam tentang perjalanan Srimulat menjadi salah satu ikon komedi Nusantara.

Alih-alih menceritakan kisah historis yang sarat akan sejarah, ‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’ lebih sibuk memperkenalkan gaya komedi Srimulat, bukan cerita bagaimana mereka bisa memiliki nama sebesar sekarang ini.

Sinopsis

© MNC Pictures

Srimulat adalah grup lawak yang sudah memiliki nama besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kelompok ini didirikan oleh Teguh (Rukman Rosadi) dan anggotanya terdiri dari Timbul (Dimas Anggara), Basuki (Elang El Gibran), Djudjuk (Erika Carlina), Tessy (Erick Estrada), Tarzan (Ibnu Jamil), Paul (Morgan Oey), Anna (Naimma Aljufri), Asmuni (Teuku Rifnu Wikana) dan Nunung (Zulfa Maharani).

Suatu hari, mereka diundang ke Jakarta untuk melakukan rekaman di stasiun televisi. Sayangnya, tidak semua anggota bisa berangkat. Setelah melakukan perundingan, Teguh akhirnya memberangkatkan semua anggota kecuali Paul dan Anna. Satu nama yang cukup mengagetkan adalah bergabungnya anggota baru bernama Gepeng (Bio One).

© MNC Pictures

Gepeng bukanlah anggota Srimulat. Ia adalah penabuh gendang di tim musik Srimulat. Kehadirannya menarik perhatian Teguh ketika ia menyeletukkan lelucon di tengah-tengah Srimulat pentas, dan mengundangan gelak tawa penonton. Atas dasar itu, Teguh meminta Gepeng untuk berangkat dan bergabung bersama Srimulat.

Ketika sudah sampai di Jakarta, Srimulat dihadapi dengan berbagai masalah: tidak fasih berbahasa Indonesia, masih kagok dengan kehidupan di Ibukota, dan kerap dipandang remeh karena merupakan seorang pendatang.

Komedi terus, cerita tak terurus

Siapa yang tak senang dengan komedi? Lelucon kerap hadir untuk mengocok perut dan menghilangkan penat dari kegiatan yang padat. Ini yang dicoba oleh ‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’. Komedi non stop. Selama kurang lebih dua jam, film ini padat dengan komedi khas Srimulat.

Komedi khas seperti kaki pura-pura ilang, gelas mau diminum malah nempel ke mata, orang lagi duduk merosot terus, dan banyolan-banyolan lainnya yang menjadi ciri khas Srimulat.

Terlena dengan komedi, film ini jadi tidak memiliki cerita yang kuat. Tidak jelas apa yang ingin ‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’ sampaikan. Apakah ingin menceritakan perjalanan Gepeng menjadi “game changer” di Srimulat yang mulai disoraki karena tak lucu? Atau ingin menceritakan awal mula perjalanan Srimulat di Ibukota? Semua itu disatupadukan menjadi sesuatu yang berantakan.

© MNC Pictures

Film ini tidak memberi perkenalan yang apik untuk kelompok lawak legendaris satu ini. Jika memang bertujuan menjadi jembatan generasi Z jadi lebih tahu soal Srimulat, ‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’ jelas telah gagal melakukannya. Tidak ada background story secuil pun dari para karakter. Hanya latar belakang Gepeng yang disinggung sedikit.

Bahkan, ketika Srimulat sudah sampai Jakarta, tidak ada tantangan atau rintangan yang seharusnya bisa menjadi konflik film. Padahal, jika saja film ini bisa menyoroti lebih dalam mengenai kesuliltan saat berbahasa dan celaan yang mereka terima dari warga Ibukota, ‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’ bisa lebih menarik simpati penonton dengan adegan-adegan emosional.

Soal guyonannya, memang berhasil membuat tertawa pada beberapa adegan, namun, semuanya dieksekusi secara monoton dan berulang. ‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’ tidak acuh jika penonton akhirnya lelah akan lelucon yang datang bertubi-tubi.

Cukup satu jempol untuk para pemain

© MNC Pictures

Kalau saja ‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’ bisa memberi para pemerannya adegan selain ngelawak, pasti dua jempol bisa diberikan untuk para pemain. Pasalnya, para pemain film ini sudah berhasil menunjukkan performa yang memukau.

Mereka menjiwai para tokoh Srimulat dengan raut muka yang sangat ekspresif dan tingkah lakunya berhasil membawa gelak tawa. Tetapi, dengan frekuensi yang dilakukan berulang kali, sulit untuk bisa terus terbawa oleh lelucon yang disuguhkan oleh film ini.

Terlebih, tidak ada ikatan apapun yang dicoba dibangun oleh kreator film agar penonton bisa merasakan perjuangan dan jerih payah Srimulat di Ibukota.

© MNC Pictures

Setidaknya, para karakter utama di ‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’ memiliki porsi yang cukup. Semuanya diberi jatah yang pas sehingga para penonton bisa menyaksikan kebanyolan masing-masing pemeran.

Selain Bio One yang mentereng sebagai Gepeng dan Teuku Rifnu cakap menunjukkan kepemimpinannya dengan bijak sebagai Asmuni, ada Erika Carlina yang berhasil memerankan sosok keibuan sebagai Djudjuk.

Seandainya peran Erika bisa dibuat sebagai penuntun Gepeng yang masih belia, tentu akan sangat menarik dan berpotensi menjadi “show stealer”.

Pemandangan awal 80-an

© MNC Pictures

‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’ memiliki keunggulan pada sisi teknisnya. Film ini bisa menjadi semacam ajang kilas balik para penonton yang pernah menikmati Ibukota di awal tahun 1980. Meski tidak secara menyeluruh, pada beberap adegan, tangkapan kamera dengan cerdik mengambil sudut kota Jakarta dengan nuansa vintage yang kental.

Anggota Srimulat juga terlihat sangat kompak. Interaksi mereka sangat cair, mirip sekali seperti keluarga kandung. Chemistry mereka berpadu dengan baik, tidak terlihat adanya perasaan canggung. Itu menjadi nilai lebih yang harus diapresiasi.

Alunan musik yang sering menemani banyak adegan di film ini juga menjadi komponen pendukung dari kekompakan para pemeran.

Kesimpulan

© MNC Pictures

‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’ cocok ditonton untuk mereka yang tumbuh bersama grup lawak legendaris ini. Ada banyak hal yang bisa membawa penonton mengenang kembali ke masa-masa itu. Dari mulai lawakannya yang khas, dan lain-lain. Para generasi z juga bisa menjadikan film ini sebagai referensi untuk menonton tayangan Srimulat lainnya yang sudah rilis puluhan tahun silam.

Meski demikian, ‘Srimulat: Hil Yang Mustahal’ bukan film yang cocok untuk mengetahui seluk beluk dan sejarah akan kelompok komedi ini. Lebih baik cari sumber lain yang sudah jelas menyediakan bahan yang lengkap akan perjalanan dan kiprah Srimulat.

 

Director: Fajar Nugros

Cast: Bio One, Elang El Gibran, Dimas Anggara, Ibnu Jamil, Teuku Rifnu Wikana, Erick Estrada, Zulfa Maharani, Morgan Oey, Rukman Rosadi, Erika Carlina

Duration: 110 minutes

Score: 5.4/10

WHERE TO WATCH

The Review

Srimulat: Hil yang Mustahal - Babak Pertama

5.4 Score

Film Srimulat: Hil yang Mustahal Babak Pertama menceritakan awal mula terbentuknya grup lawak Srimulat. Setting waktu menengok jauh ke belakang di sekitar tahun 1980-an. Saat itu, di Kota Surakarta, Srimulat memulai pertunjukannya di Teater Sriwedari. Nama Srimulat pun makin menanjak dengan pertunjukan komedinya. Sampai akhirnya, para pemeran srimulat mulai mengadu nasib ke Ibu Kota. Namun, di sana ada kendala yang mesti dihadapi terkait pemakaian bahasa. Penonton Srimulat kurang terlalu paham dengan bahasa yang biasa dipakai dalam pertunjukan yaitu Bahasa Jawa. Hal ini membuat mereka mesti beradaptasi. Dalam perjalanannya, anggota Srimulat bernama Gepeng jatuh cinta pada anak Babeh Makmur. Babeh menganggap remeh pekerjaan Gepeng sebagai Srimulat yang dipandang tidak layak. Alhasil Gepeng mencari cara untuk meyakinkan bahwa profesi pelawak dapat dijadikan pekerjaan untuk penghidupan demi mendekati anak Babeh Makmur. Keseruan apalagi yang ditunjukkan dalam perjalanan karir para anggota Srimulat? Simak langsung filmnya melalui layar bioskop.

Review Breakdown

  • Acting 6
  • Cinematography 5
  • Entertain 6
  • Scoring 5
  • Story 5
Exit mobile version