Review Miller’s Girl (2024)

Kisah Romansa Guru dan Murid yang Tidak Berjalan dengan Semestinya

miller's girl 3

© Lionsgate

“Lonely girl longs to be meaningful. Lonely girl longs to be loved. Books make longing to seem romantic, but it’s awful. It’s greedy, and I wear longing like a fucking veil,” – Cairo Sweet (Miller’s Girl, 2024)

Tanggal 1 Maret kemarin XXI telah merilis salah satu film unggulannya yang agak beda dari biasanya. Dengan judul Miller’s Girl, film bergenre thriller erotis ini merupakan debut Jade Halley Bartlett yang menyutradarai sekaligus menulis film ini. Premisnya juga sederhana, namun penuh lika-liku yang dilematis. Bagaimana ceritanya? Cineverse akan mengulasnya di bawah ini.

Sinopsis​

Cairo Sweet (Jenna Ortega), seorang pelajar berusia 18 tahun yang tinggal sendirian di sebuah rumah besar di Tennessee sementara orang tuanya sedang berada di luar negeri untuk urusan bisnis.

Temannya, Winnie (Gideon Adlon) merekomendasikan Cairo untuk berada dalam bimbingan Jonathan Miller (Martin Freeman), seorang guru bahasa paruh baya yang telah menikah. Keduanya lantas menemukan kecocokan dalam karya sastra dan mengembangkan hubungan yang rumit setelah tugas yang diberikan Miller ternyata berbuntut panjang.

© Lionsgate

Eksposisi kedua karakter dibangun dengan baik

Film ini dari awal pintar membangun hubungan guru dan murid sebagaimana mestinya. Cairo yang notabene belum lama tinggal di Tennessee, belajar banyak dari gurunya terlebih soal novel, puisi dan kebiasaan yang dilakukan gurunya di klub sastra.

Mereka cepat dekat karena bisa berbagi minat yang ternyata sama. Di suatu hari, Miller menugaskan Cairo untuk menulis cerita pendek dengan gaya penulis favoritnya, dan Cairo memilih Henry Miller, seorang novelis yang terkenal gamblang dan tidak kenal kompromi, khususnya tentang seks. Meski enggan karena gaya penulisnya yang provokatif, Miller menyetujuinya.

Narasinya terasa dangkal dan tidak mendapatkan momentum

Masalah muncul saat Miller secara tidak sengaja membawa ponsel Cairo dan mengembalikannya ke rumahnya. Cairo menyambutnya dengan balutan gaun seksi dan mencium gurunya di tengah hujan.

Kejadian itu membuat Cairo terinspirasi dan menulis cerita pendek erotis tentang hubungan seksual antara seorang guru dan muridnya. Saat Miller membacanya sendirian, dia merasa terangsang, dan akhirnya melakukan masturbasi.

Miller’s Girl sebetulnya berpotensi menjadi film yang berisi jika saja mampu memvisualisasikan hubungan keduanya menjadi lebih intim dan nyata, bukan sekedar fantasi lewat literasi sastra.

© Lionsgate

Hubungan satu arah yang coba diinisiasi Cairo ternyata disangkal Miller, akhirnya berujung fatal. Cairo cenderung ofensif dan membuat gurunya mengalami cancel culture yang membuatnya jatuh teramat dalam.

Namun, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah di saat kesepakatan di antara keduanya tercapai soal penulisan essay, Miller malah menyangkal karya Cairo sebagai essay yang indah. Padahal Miller berhasil memuaskan fantasi hasrat seksualnya yang selama ini ia pendam lewat tulisan Cairo.

Momentum yang semestinya bisa divisualisasikan lebih intim di antara keduanya malah hilang sia-sia. Berkaca kepada film bertema serupa seperti Wild Things (1998), yang secara eksplisit tidak malu-malu mengekspresikan keintiman yang sudah terbangun baik dari awal. Walaupun konklusinya tidak harus berakhir mulus, paling tidak film ini mampu memberikan momentum sebelum mencapai konklusi.

Kesimpulan

© Lionsgate

Miller’s Girl tampil baik dalam membangun chemistry kedua karakter utamanya dari awal, selain itu film ini juga menyelipkan literasi sastra di antara dialog keduanya. Namun amat disayangkan, narasinya teramat dangkal dan membuat chemistry keduanya berakhir tanpa kesan dan sangat antiklimaks.

Film ini justru kehilangan momentum yang seharusnya bisa dilakukan, dan terlalu terburu-buru mengakhiri kisah kedua karakter utamanya yang sudah terjalin baik dari awal.

Menggunakan literasi sastra yang diselipkan di antara dialog secara tidak langsung bisa mendekatkan kedua karakternya, tapi kalau itu tidak dilanjutkan tanpa argumen yang masuk akal, film ini terasa sia-sia saja.

 

Director: Jade Halley Bartlett

Cast: Jenna Ortega, Martin Freeman, Gideon Adlon, Bashir Salahuddin, Dagmara Dominczyk, Christine Adams

Duration: 93 Minutes

Score: 5.4/10

WHERE TO WATCH

The Review

Miller's Girl

5.4 Score

Miller's Girl mengisahkan seorang guru yang terpikat oleh muridnya yang cerdas namun ternyata hubungan mereka berakhir fatal

Review Breakdown

  • Acting 6
  • Cinematography 6
  • Entertain 5
  • Scoring 6
  • Story 4
Exit mobile version