“Kematian itu teka-teki terbesar dalam kehidupan,” – Ed (Ketika Berhenti di Sini).
Hai, Cilers!
Sudah siap #MerayakanKehilangan bersama film terbaru garapan Umay Shahab, Ketika Berhenti di Sini? Atau sudah menyaksikan filmnya? Bagaimana perasaan kalian setelah menyaksikan filmnya?
Ketika Berhenti di Sini hadir dengan kisah mendalam perihal kehilangan, rasa ikhlas, dan bagaimana belajar untuk menerima diri. Pernah merasakan penyesalan dan rasa bersalah bukan? Poin itu juga akan disorot dalam film ini.
Menjadi film kedua Umay Shahab yang diproduksi oleh Sinemaku Pictures, Ketika Berhenti di Sini dibintangi Prilly Latuconsina, Refal Hady, Bryan Domani, Lutesha, dan Sal Priadi. Penasaran dengan ceritanya seperti apa? Simak ulasan lengkap di bawah ini!
Sinopsis
Dita (Prilly Latuconsina), seorang desainer grafis dengan idealisme tinggi, yang memiliki rasa takut akan kegagalan dipertemukan dengan Ed (Bryan Domani), seorang arsitek. Pertemuan yang diawali salah paham, berujung pada perbincangan hangat. Dua manusia yang serupa tapi tak sama, bersatu.
Empat tahun sejak pertemuan pertama mereka, Dita merasa hubungan mereka jalan di tempat, tanpa disadari ia selalu menuntut Ed seperti apa yang dia inginkan, namun akhirnya Ed mengalami kecelakaan dan meninggal. Dita terpukul dan dihinggapi rasa bersalah.
Dua tahun kemudian, Dita berusaha melupakan segalanya tentang Ed dan mencoba menjalani kehidupannya yang baru bersama Ifan (Refal Hady), sahabat nya sejak kecil yang sekarang menjadi kekasihnya.
Tak lama berselang Dita justru mendapatkan sebuah kacamata ‘LOOK’ dengan teknologi Augmented Reality (AR) yang bisa menghadirkan sosok Ed, persis sama seperti nyata. Akankah Dita kembali menerima kehadiran Ed atau bertahan bersama Ifan?
Sajian kreatif gabungan teknologi canggih
Menyaksikan film ini terasa sekali jika di balik pembuatannya tertuang banyak ide-ide kreatif dari para sineas muda Indonesia. Memanfaatkan teknologi canggih, membuat film ini terasa segar dan asik untuk diikuti. Pun sajian musik dan visualnya yang tampil dengan variatif.
Ketika Berhenti di Sini juga menggunakan konsep Mandala dalam Jawa, yang diartikan sebagai nafsu-nafsu manusia. Setiap babak mengikuti perubahan emosi yang terjadi pada karakter utamanya, Dita.
Memasukkan teknologi Augmented Reality (AR) menambah nilai plus dari film ini, hadirnya kacamata LOOK memberikan kesan bahwa Ketika Berhenti di Sini juga mengikuti perkembangan teknologi. Apalagi kegunaannya bisa dijadikan sebagai pilihan jika kita rindu dengan orang yang sudah tiada.
Meski harus diingat, bahwa itu hanya digunakan sebatasnya saja. Kalau sampai berlebihan, maka dampaknya tidak akan baik.
Kental akan pesan soal ikhlas dan melepas
Ikhlas dan melepas memang mudah diucapkan, tapi jika diterapkan maka kesulitannya luar biasa dirasakan. Jatuh sampai terjerembab akan rasa bersalah, kehilangan, penyesalan, dan ketidakrelaan, menuntun manusia ke fase susah ikhlas.
Tidak sedikit orang yang berhenti saat merasakan perasaan tersebut, mencoba ikhlas namun nyatanya selalu dibayangi kenangan yang muncul. Terpaksa belajar melepas, walau realitanya masih terbayang keberadaannya.
Umay selaku sutradara berhasil menyajikan film yang kental akan perasaan tersebut. Dukungan akting luar biasa dari Cut Mini dan Widyawati Sophian, tentu tak luput di mata penonton adalah akting Prilly Latuconsina yang berhasil memberikan menampilkan betapa sulitnya mengikhlaskan.
Film ini akan menjadi pengingat bagi siapapun yang belum merelakan atau bahkan masih bertengkar dengan isi kepala mereka, akibat dari rasa bersalah dan penyesalan yang terkungkung dalam jiwa.
Sekalipun itu berat, menangis lah, sampai kalian tertidur, sampai suara habis, sampai tak ada lagi air mata yang keluar, sampai tak ada kata yang terdengar, sampai tiba saatnya kamu merasa cukup. Merasa bisa menyelesaikan apa yang seharusnya selesai.
Maka akan tiba pada satu fase yang harus dilakukan, yakni mengikhlaskan.
Kehilangan selalu menjadi bagian dari kehidupan
Kehilangan selalu menjadi bagian dalam kehidupan, tidak hanya terjadi pada orang, benda yang disayangi juga jika hilang akan mengantarkan perasaan sedih. Setelah merasakan kehilangan, kita akan berhadapan dengan perasaan ikhlas dan merelakan atau melepas.
Ketika Berhenti di Sini menampilkan sulitnya untuk ikhlas saat berhadapan dengan kehilangan. Pada nyatanya, tidak ada yang benar-benar rela. Hanya bagaimana mereka bersikap agar bisa melanjutkan kehidupan semestinya.
Sama seperti Oma dari Ed dan ibu dari Dita, keduanya pun merasakan kehilangan yang menyesakkan. Namun, bukan berarti mereka mudah untuk merelakan. Kembali lagi pada bagaimana mereka menghadapinya, tidak lari dari masalah dan berusaha menyelesaikan perasaan tersebut dengan ikhlas.
Kesimpulan
Ketika Berhenti di Sini menjadi salah satu film Indonesia yang tak boleh dilewatkan. Walaupun sebelum masuk konflik, ceritanya cukup lambat dan chemistry para sahabat Dita kurang kuat. Balik lagi, mungkin film ini hanya ingin fokus pada perasaan yang dirasakan Dita setelah kepergian Ed.
Terlepas dari beberapa kekurangan yang sebenarnya tak cukup mengganggu jalan cerita, dari segi penyajiannya film ini sungguh terasa variatif dan kreatif.
Menggabungkan kecanggihan teknologi AI dan Augmented Reality (AR) membuat film ini jauh lebih menarik dan mengasyikkan. Kentalnya pesan yang tersirat menjadi pengingat bagi penonton yang belum berdamai atau berhenti di fase belum ikhlas.
Saksikan film Ketika Berhenti di Sini di seluruh bioskop kesayangan kalian, jangan lupa siapkan tisu ya!
Director: Umay Shahab
Cast: Prilly Latuconsina, Bryan Domani, Refal Hady, Lutesha, Sal Priadi, Cut Mini, Widyawati Sophian
Duration: 102 minutes
Score: 7.6/10
WHERE TO WATCH
The Review
Ketika Berhenti di Sini
Ketika Berhenti di Sini merupakan film yang mengangkat tema kehilangan sebagai garis besar alur ceritanya. Setiap proses yang dijalani, seringkali kita merasa kehilangan akan berjuang untuk tetap hidup dan melepaskan apa yang sudah tidak ditakdirkan bersama.