“Saya memang payah karena di hadapanmu saya tak berdaya,” – Ibo (Keluar Main, 1994)
Layar lebar Indonesia kembali akan diramaikan oleh film Makassar yang judulnya agak menggelitik sebagian orang yang membacanya. Istilah Keluar Main sebenarnya merupakan istilah anak sekolah tahun 90an untuk waktu istirahat di sekolah.
Istilah ini di beberapa daerah masih digunakan, namun untuk di kota besar, istilah ini jarang atau sudah tidak digunakan lagi. Selain itu, judul ini seolah mengikuti waralaba Dilan yang memakai tahun di belakang judulnya.
Tapi secara naratif, keseluruhan konsep Keluar Main 1994 berbeda dari Dilan yang bergenre drama remaja percintaan yang cenderung serius. Keluar Main 1994 justru menambahkan unsur komedi ditambah elemen sepakbola di balik itu semua.
Banyak film daerah rata-rata gagal menembus layar lebar di kota besar akibat tidak bisa menyampaikan narasi atau jokes-nya kepada penontonnya akibat perbedaan budaya. Apakah dengan genre ini Keluar Main 1994 bisa menembus layar lebar di sejumlah kota besar di luar Makassar?
Sinopsis
Ibo (Arif Brata) dan ketiga teman-temannya, Ippank (Adi Surya), Jufri (Oki Mabone), dan Concong (Bryant Onardo) merupakan teman satu geng yang selalu menghabiskan waktunya bermain sepakbola di saat jam sekolah.
Hobi Ibo yang bermain bola di saat jam sekolah berlangsung, membuat ayah Ibo (Andreuw Parinussa) murka. Ibo yang mempunyai bakat sebagai seorang kiper, mengidolakan Rene Higuita, kiper timnas Kolombia yang terkenal saat Piala Dunia 1994.
Higuita yang terkenal dengan Scorpion Kick atau tendangan kalajengking saat menghalau bola di depan mistar gawangnya, memang kiper satu-satunya yang mempunyai keahlian akrobatik itu. (Cineverse sendiri dahulu sempat melihat aksi Higuita saat perhelatan itu dilangsungkan).
Sayangnya, impian Ibo untuk menjadi kiper bola profesional terhalang ayahnya yang menginginkan ia fokus belajar, karena sepakbola tidak bisa menghasilkan apa-apa. Di sisi lain, hubungan Ibo dan ketiga sahabatnya harus retak karena hadirnya Vivi (Alisa Safitri), kakak senior yang Ibo sukai.
Namun, Vivi juga disukai kakak seniornya yang juga Ketua OSIS, Ganes (Ryan Hidayat). Ibo yang sedang galau ini harus memilih antara mengejar cinta Vivi, mengejar prestasi akademik, atau memenangkan turnamen yang bisa mengantarkannya ke level profesional.
Keluar Main 1994 memiliki narasi yang amat baik walaupun agak lambat di awal
Sejak film dimulai, plotnya sedikit keteteran dalam membangun ceritanya. Pace-nya yang terbilang agak lambat dalam memperkenalkan karakter utamanya, membuat 20 menit pertama film terasa amat membosankan. Setelah itu barulah plotnya mulai menarik untuk dilihat.
Dialog antara Ibo dan ketiga temannya mulai terlihat arahnya kemana. Begitu juga konflik antara Ibo dengan ayahnya yang mulai meningkat seiring film berjalan. Sejumlah hook yang diletakkan di beberapa adegan, terbuka satu per satu di paruh keduanya.
Hook ini seolah membuka misteri yang terjadi di sejumlah karakter utamanya. Kisah cinta antara Ibo dan Vivi seolah menjadi penghibur film ini dengan sejumlah dialog lebay ala 90an dan kelucuan yang dibuat Ibo lewat imajinasi dan mimpinya yang direka ulang menjadi adegan nyata.
Salah satu jokesnya akan membuat kita tertawa terpingkal-pingkal, dan merupakan jokes terbaik dari film daerah yang tampaknya bisa diterima luas.
Elemen teknisnya tidak kalah dengan film berbujet besar
Sesuai tahunnya, tentu kita akan mengharapkan desain produksi yang disesuaikan dengan tahun tersebut. Keluar Main 1994 ternyata mampu menyesuaikan properti yang sesuai dan semua bisa masuk tanpa terlihat ‘kebocoran‘ yang tidak sesuai.
Contoh saja, penggunaan wardrobe, majalah, buku, alat tulis, bahkan motor bebek klasik, bahkan becak pun masih bisa diperlihatkan ke penonton. Yang menjadi nilai tambah lain adalah sinematografinya yang di atas rata-rata film daerah.
Penggunaan kamera yang dinamis dan editingnya yang mulus membuat film ini nyaman ditonton. Hal ini terlihat jelas saat pertandingan sepakbola menjelang konklusi yang sangat baik dieksekusi, dengan memperhatikan arah bola dan pemain berlari.
Yang mungkin sedikit mengganggu adalah penggunaan soundtrack Anak Sekolah dari Chrisye yang terus diulang-ulang, seolah tak ada lagu lain yang sesuai dengan film ini.
Kesimpulan
Sebagai film Makassar, Keluar Main 1994 ternyata di luar dugaan mampu berbicara banyak. Film ini ternyata tidak kalah dengan film mainstream yang dirilis production house besar. Walaupun di awal agak lambat, kekuatan film ini baru muncul kemudian.
Narasinya mampu menghubungkan banyak karakter di dalamnya dengan sejumlah hook di beberapa adegan yang akan membuat konklusinya terlihat jelas.
Salah satu hal tercerdas dalam film ini adalah penggunaan patron kiper legendaris Rene Higuita menjadi pemikat yang akan membuat penyuka sepakbola Indonesia akan serta merta tertarik menonton film ini.
Kekuatan drama percintaan ala 90an dengan bumbu komedi dan sepakbola akan menjadi sajian komplit yang belum pernah ada di genre sejenis. Kehadiran Arie Kriting menjelang konklusi membuat kisahnya kian menarik dan membuat arah film bergerak sesuai dengan apa yang diinginkan karakter utamanya.
Tonton segera Keluar Main 1994 di layar lebar Indonesia mulai 28 Maret 2024.
Director: Ihdar Nur
Cast: Arif Brata, Alisa Safitri, Hendrix Adi Surya, Oki Daeng Mabone, Mellong, Andreuw Parinussa, Sabri Sahafuddin, Bryant Onardo, Abdul Rodjak, Ryan Hidayat, Ridho Jail, Sri Eka Putri Akib, Arie Kriting
Duration: 112 Minutes
Score: 8.0/10
WHERE TO WATCH
The Review
Keluar Main 1994
Keluar Main 1994 mengisahkan Ibo yang ingin menjadi kiper profesional dan sayang hobinya tidak didukung orang tuanya