Review Film Mass (2021)

Pertemuan Dua Pasang Orang Tua Pasca Kejadian Tragis yang Menimpa Anak Mereka

 

“Kesedihan terasa seperti sesuatu yang berada di luar jangkauan kita.” – Linda (Mass)

 

Sulit mempercayai bahwa ‘Mass’ merupakan film yang menjadi debut sutradara aktor Fran Kranz. Film ini adalah sebuah karya yang emosional dan menyayat hati, serta memiliki power yang besar untuk mengajak semua penonton merenungi dan memikirkan apa yang baru saja mereka saksikan. Semua kehebatan itu cukup disampaikan oleh empat pemeran utama dan satu tempat yang tidak berganti.

‘Mass’ sudah rilis hampir setahun lalu di Sundance Film Festival 2021 pada bulan 30 Januari. Baru pada bulan Oktober 2021 dirilis lebih luas lagi oleh Bleecker Street, lalu bulan Januari ini Klikfilm ikut merilis juga untuk para pelanggannya. Di tahun perilisannya, ‘Mass’ berhasil mendapatkan 25 nominasi dan memenangi sembilan dari itu. Tahun ini, mereka juga berkesempatan memenangi beberapa ajang penghargaan lagi.

Banyak media internasional yang menyebutkan kalau ‘Mass’ mampu membuat para penontonnya menahan napas sepanjang film. Bahkan, Peter Travers dari ABC News dalam ulasannya tak segan untuk memuji secara penuh semua pemeran di film ini.

Sinopsis

Di sebuah gereja, Jay (Jason Isaacs) dan Gail (Martha Plimpton) sedang berada di dalam pertemuan dengan orang tua dari pembunuh anaknya, Richard (Reed Birney) dan Linda (Ann Dowd). Ruangan tersebut menjadi tonggak sejarah kedua orang tua, karena akhirnya setelah enam tahun pasca kejadian, mereka berempat siap dan berani bertatap muka membicarakan tragedi tersebut.

Tensi naik turun

© Bleecker Street

Bukan tanpa alasan sinopsis di atas ditulis hanya dalam satu paragraf. Sesaat setelah mereka berempat duduk di hadapan masing-masing, percakapan mengalir dengan lancar sampai film berakhir. Alur pembicaraan tidak dibuat sulit, penonton hanya perlu duduk manis dan menikmati tensi film yang tidak terduga perubahannya. 

Tensi yang berulang kali naik turun itu menjadi semacam polisi tidur agar penonton bisa ngerem sejenak, untuk kemudian langsung dibawa melaju kembali menikmati perdebatan antara dua pasang orang tua yang sama-sama memiliki pandangan masing-masing mengenai anaknya. Ketika perdebatan berjalan sengit, tensi akan terasa sangat meningkat. Lalu, berangsur-angsur menurun setelah mereka selesai adu urat.

Tidak dibiarkan rehat sebentar, perdebatan akan mulai kembali mencuat setelah situasi terlihat sedikit tenang. Hebatnya, ada satu faktor yang sangat berpengaruh dalam membangun tensi tinggi ini, yaitu pembangunan momen sebelum sampai ke puncaknya. Saat-saat tersebutlah yang menjadi waktu para penonton mengencangkan sabuk pengamannya. Terkadang, Jay dan Gail bisa menjadi pihak yang memulai ketegangan tersebut. Namun, Richard dan Linda juga bisa berada di peran yang sama. 

Sikut menyikut antara kedua orang tua di film ‘Mass’ menjadi bumbu yang sangat menyedapkan. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bagaimana para orang tua memiliki pandangan masing-masing, hal itu terus dipoles dan diceritakan dari berbagai sisi. Kedua pihak di situ ingin terus mengorek satu sama lain agar bisa mendapatkan jawaban yang masing-masing dari mereka inginkan. 

Percakapan di film ini adalah segalanya

© Bleecker Street

Tangan dingin Fran Kranz dalam meramu jalan cerita yang menakjubkan, juga ia tuangkan di penulisan dialog. Dialog yang dilontarkan oleh mereka berempat seakan-akan membawa penonton ke dalam kepala para karakter. Kita bisa mengetahui apa yang sedang dirasakan oleh mereka berempat, cukup dari kalimat-kalimat yang keluar. 

Kemungkinan untuk meneteskan air mata sejak paruh pertama film benar-benar terbuka lebar. Berkali-kali mereka harus mengungkit banyak topik dari masa lalu. Tentu sakit hati sekali untuk melakukan itu. Tak mungkin ada orang tua yang mau menggali kembali luka di hati mereka. Apalagi ini berkaitan dengan sang buah hati.

Percakapan di awal juga membuat penonton geregetan. Di awal, hanya ada dialog basa-basi karena tidak ada satupun dari mereka yang ingin menyinggung langsung ke topiknya. Bak bom waktu yang bisa meledak seketika, masing-masing orang di ruangan itu seperti bermain bersama maut karena harus hati-hati ketika mengeluarkan omongan. Niatnya jelas tak ingin langsung to the point membahas topik pembicaraan yang mengumpulkan mereka di ruangan tersebut.

Selepas dari debat intens yang melelahkan, selalu ada semacam kesunyian yang datang secara tiba-tiba. Bukannya membuat jelek, malah menjadikan percakapan mereka semakin reflektif dan lebih bisa dicerna. Usai mati-matian membela anaknya masing-masing, rehat sejenak adalah pilihan tepat untuk dilakukan. 

Dua jempol untuk akting para pemain

© Bleecker Street

Jason Isaacs, Martha Plimpton, Reed Birney dan Ann Dowd, sangat, sangat, mencurahkan segalanya ke dalam film ini. ‘Mass’ menyajikan sebuah seni peran yang luar biasa dari empat karakter yang berbeda. Selama film berlangsung, keempat karakter ini akan perlahan-lahan menunjukkan diri yang sebenarnya. Bukan hanya basa-basi, namun taring yang sebenar-benarnya.

Ekspresi yang dipertontonkan menjadi sorotan yang harus lebih diperhatikan. Dari mulai perasaan biasa saja, marah, sedih, kecewa, hingga yang tak terduga bercamput menjadi satu. Dalam beberapa adegan, perubahan tersebut terjadi sangat cepat dan menjadi salah satu alasan mengapa film ini cukup melelahkan untuk ditonton. Tentu, kelelahan tersebut akan terbayar dengan baik di akhir film.

Ketika mereka mengulik satu sama lain, para karakter seperti mengalami perubahan kepribadian. Ada yang menggebu-gebu, ada yang menanggapi dengan kepala dingin. 

Jason dan Martha berhasil menjadi sepasang orang tua yang masih tertimbun di masa lalu mereka sedangkan Reed dan Ann bercerita secara apik bagaimana nasib orang tua seorang pembunuh yang selalu dipojokkan, padahal mereka sendiri juga kebingungan dan butuh dukungan dari banyak orang. Ini seperti melihat sebuah sudut pandang baru yang sebelumnya belum pernah disinggung.

No scoring? No problem

© Bleecker Street

Memiliki alunan musik dalam sebuah film tentu akan sangat menarik. Apalagi jika sudah diracik oleh komposer sekelas Hans Zimmer. Itu seperti semacam jaminan bahwa film tersebut wajib untuk ditonton. 

Tetapi, ‘Mass’ tidak memiliki scoring semegah itu dan tidak menjadi masalah. Dalam menyampaikan pengalaman menonton, Fran Kranz menjadikan film ini dialog driven movie dan secara penuh menyerahkan kesempurnaan film kepada kalimat yang keluar dari mulut para aktor dan aktris. Betapa tepatnya keputusan itu, menjadikan film ini lebih intens di setiap menitnya.

Teknis lain seperti sinematografi juga turut bertanggungjawab atas kesempurnaan film ini. Sinematografer Ryan Jackson-Healy beberapa kali berhasil memotret manusia-manusia yang sedang berada di titik terendah hidupnya. Orang-orang ini enggan bangkit dari keterpurukan dan memilih untuk tenggelam dalam kesedihan.

Melalui pengambilan gambar yang didominasi bolak balik ke Richard-Linda dan Jay-Gail, penonton bisa secara lengkap memahami ekspresi dan gelagat mereka dengan baik saat berbicara. 

Kesimpulan 

‘Mass’ menjadi debut manis sutradara Fran Kranz. Jalan cerita yang intens dibarengi dengan tempo film yang bisa naik dan turun secara tiba-tiba, menjanjikan sebuah pengalaman menonton yang membahana. Tidak heran bagaimana mereka bisa menyabet banyak penghargaan dari berbagai nominasi. Mereka sangat layak menikmati euforia tersebut.

 

Director: Fran Kranz

Cast: Reed Birney, Ann Dowd, Jason Isaacs, Martha Plimpto, Breeda Wool, Kagen Albright, Michelle N. Carter

Duration: 110 minutes

Rating: 8.0/10

WHERE TO WATCH

The Review

Mass

8 Score

Bertahun-tahun setelah tragedi yang menghancurkan hidup mereka, dua pasangan orang tua setuju untuk berbicara secara pribadi dalam upaya untuk melanjutkan hidup.

Review Breakdown

  • Acting 10
  • Cinematography 7
  • Entertain 8
  • Scoring 6
  • Story 9
Exit mobile version