Review Lampir (2024)

Ketika Lampir Kembali (Lagi) Memangsa Manusia Demi Kecantikan

lampir 4

© Sinergi Pictures

“Tak ada cara untuk kembali, hanya tersisa satu, dan sisanya akan menjadi santapan,” – Wendy (Lampir, 2024)

Minggu depan kita akan kedatangan film horor terbaru dari Kenny Gulardi yang sebelumnya kita kenal lewat Perjamuan Iblis (2023). Dengan judul Lampir, film ini mengangkat karakter Mak Lampir yang juga merupakan legenda klasik yang sempat muncul di sinetron TV dengan judul Misteri Gunung Merapi.

Cineverse masih ingat ketika dahulu Misteri Gunung Merapi yang diperankan Farida Pasha, sempat popular di akhir era 90-an di salah satu televisi swasta. Farida Pasha sempat menjadi karakter yang mengangkat namanya ini mulai dari tahun 1998-2005.

Menjelang perilisannya, Cineverse diundang dalam special screening yang diadakan di CGV Grand Indonesia (7/2). Kini di alih wahana terbarunya, Kenny Gulardi menyutradarai sekaligus menulis naskah karakter legendaris ini menjadi lebih kekinian, dan tidak mengacu pada sinetronnya terdahulu.

Pada film Lampir terbaru kali ini, sosok Mak Lampir digambarkan sebagai sosok wanita yang memiliki dua wajah yang berbeda. Di bagian kiri tubuhnya terlihat sebagai wanita muda. Sedangkan di bagian kiri tampak keriput, serta memiliki kuku panjang nan tajam, dan rambut putih menjuntai sampai ke lantai layaknya seorang nenek-nenek.

© Sinergi Pictures

Sinopsis

Wendy (Jolene Marie) tiap hari selalu dihantui mimpi buruk, di mana ia melihat seorang perempuan cantik akan dikorbankan dalam sebuah ritual. Ia tidak tahu siapa perempuan itu dan mencoba mengalihkan perhatiannya dengan mempersiapkan pernikahannya dengan Angga (Rory Asyari).

Teman Wendy, Agnes (Ardina Rasti) lantas berinisiatif mengajak kedua temannya itu berlibur ke sebuah vila mewah di puncak bersama teman-teman mereka yang lain seperti Rizki (Ge Pamungkas), Roby (Gandhi Fernando), Nanda (Hana Saraswati).

Karena Roby dan Nanda ikut mempersiapkan pernikahan Wendy dan Angga sebagai fotografer dan make-up artist, acara liburan itu juga mereka manfaatkan sebagai tempat foto pre-wedding.

Tapi tak mereka sangka, liburan mereka menjadi berantakan saat sebuah peristiwa memicu keributan di antara mereka dan secara tak sadar mereka telah masuk ke dalam jebakan yang telah disiapkan Lampir di rumah itu.

© Sinergi Pictures

Motif utamanya tidak mendapat eksekusi yang cukup

Permasalahan mendasar Lampir adalah bagaimana mengembangkan karakter ini menjadi naratif yang cocok untuk zaman sekarang. Di serialnya terdahulu, karakter ini digambarkan sebagai sosok menakutkan bagi masyarakat sekitar Gunung Merapi dan Gunung Lawu di masa Kerajaan Demak berkuasa.

Kini, kecantikan menjadi alasan utama kenapa Lampir ingin memangsa korbannya, yang malah justru tak tampak kuat lewat prolog di awal film. Visualisasi mimpi yang dialami Wendy tak secara tegas menggambarkan motif utama Lampir (walaupun nantinya hal ini dijelaskan lewat salah satu karakter utamanya).

Namun, bila mengacu kepada referensi aslinya, motif ini seharusnya dijelaskan lewat transisi adegan yang menguatkan alasan utama kenapa dia melakukan hal itu.

Kembali lagi ke masalah narasi, ada beberapa bagian di mana dialog itu terlihat panjang dan tidak terlihat efektif, walaupun hal itu tidak terlalu signifikan. Namun, sebuah dialog yang mengatakan kalau rumah ini telah berdiri sejak tahun 1900-an memang cukup menggangu, mengingat vila ini cenderung baru dan terlihat modern.

© Sinergi Pictures

Elemen teknisnya cukup mengganggu

Hal yang terlihat jelas adalah color gradingnya yang berubah drastis saat adegan di outdoor. Selain itu penggunaan camera shake saat pengambilan take gambar seharusnya tidak perlu terlalu sering dilakukan.

Perlu diingat, ini bukanlah film action ala Jason Bourne yang bahkan penggunaan camera shake nya pun masih bisa ditoleransi dan dinikmati penonton. Di Lampir, adegan perkelahiannya akan membuat penonton pusing sendiri ketika POV kamera berubah-ubah dari satu karakter ke karakter lain dengan cepat.

Sisi artistis dari ruangan rahasia juga terlihat murahan dan tidak dibangun dengan baik. Tingkat kedetilannya pun tidak diperhatikan, contoh kecil terlihat di gulungan rol yang terlihat menggunakan font dengan ejaan modern, padahal seharusnya paling tidak menggunakan aksara Latin atau mungkin Jawa kuno agar terlihat meyakinkan.

Kesimpulan

© Sinergi Pictures

Sebagai film pertama dari Vision+, Lampir seharusnya bisa tampil lebih baik lagi. Bujet rendah bukanlah sebuah alasan film tidak bisa tampil maksimal, terlebih dengan lokasi syuting yang didominasi di satu tempat saja.

Yang menjadi poin plus dari Cineverse adalah aktingnya yang lumayan baik dan chemistry-nya yang sudah terjalin di antara karakter utamanya, selebihnya boleh dikatakan gagal. Nuansa keseramannya tidak terlalu terlihat dan jumpscares-nya bisa dibilang minim.

Namun, ada twist menarik di akhir film yang cukup mengejutkan kita, hal ini akan sedikit menjelaskan kenapa motif utama Lampir menjadi krusial di film ini.

Buat kamu penyuka horor, tonton Lampir di semua bioskop Indonesia mulai 14 Februari 2024.

 

Director: Kenny Gulardi

Cast: Jolene Marie, Rory Asyari, Ge Pamungkas, Gandhi Fernando, Hana Saraswati, Ardina Rasti

Duration: 95 Minutes

Score: 5.0/10

WHERE TO WATCH

The Review

Lampir

5 Score

Lampir mengisahkan ketika Wendy dan Angga berlibur ke villa bersama temannya dan mengalami hal buruk yang tak pernah mereka bayangkan

Review Breakdown

  • Acting 7
  • Cinematography 4
  • Entertain 3
  • Scoring 5
  • Story 6
Exit mobile version