Review Joyland (2022)

Kisah Hidup Pasangan yang Ingin Bebas dari Keterikatan Sosial

“Terkadang, aku merasa tidak memiliki apa pun. Semua terasa seperti dipinjam atau dicuri orang lain” – Haider (Joyland)

 

Dalam debut penyutradaraan Saim Sadiq, Joyland berhasil suguhkan cerita menarik dengan tema-tema tak biasa. Film ini sendiri berhasil memenangkan sejumlah penghargaan bergengsi, termasuk Cannes Film Festival.

Kali ini, film Joyland bahkan turut bersaing dengan sejumlah judul menarik lainnya dalam ajang Academy Awards ke-95 untuk kategori Film Internasional Terbaik.

Sinopsis

© Film Constellation

Dalam debut penyutradaraan Saim Sadiq, Joyland berpusat pada cerita keluarga Rana, yang mengharapkan kehadiran anak laki-laki lainnya.

Ia ingin anak-anaknya memberi cucu dan memaksa menantu perempuannya Mumtaz (Rasti Farooq) berhenti dari pekerjaannya. Semua terjadi setelah Haider (Ali Junejo), putra bungsu dan suami Mumtaz, mendapatkan pekerjaan di teater tari erotis.

Namun semua berubah ketika Haider jatuh cinta pada Biba, seorang penari transgender (Alina Khan).

Kemudian, keduanya larut dalam kesibukan masing-masing. Alih-alih mendukung pilihan sang suami, Mumtaz justru merasa terkekang atas kehidupan keluarga patriarki tersebut.

Hadirkan kisah kehidupan yang menarik

© Film Constellation

Awalnya, Joyland menyuguhkan dua karakter utama yang terlihat nyaman dengan rutinitasnya masing-masing. Berbeda dari keluarga konvensional pada umumnya, Mumtaz dan Heider saling berbagi perannya satu sama lain tanpa terikat batasan gender dan seksualitas. Sementara Mumtaz bekerja menafkahi keluarga sederhana mereka, sang suami berdiam di rumah dan menjalankan perannya sebagai bapak rumah tangga.

Meski agaknya pertukaran peran ini cukup mengherankan, mengingat bagaimana kultur patriarki di keluarga Asia, namun tidak ada masalah bagi keduanya. Penonton diperlihatkan bagaimana Mumtaz dan Haider nyaman dengan pilihan masing-masing, walaupun keluarga berusaha untuk menyadarkan mereka.

Sayangnya, semua kebahagiaan tersebut berubah saat sang suami kemudian mendapatkan pekerjaan dari kerabat dekatnya sebagai penari dansa erotis. Lahir di keluarga patriarki, tentu ini bukanlah pilihan mudah bagi Haider. Namun, ia justru bertemu dengan perempuan transgender yang ternyata memikat hatinya.

Haider mulai sibuk dengan urusannya sendiri, sedangkan Mumtaz terpaksa berperan sebagai ibu rumah tangga. Ia harus membantu keluarga iparnya yang memiliki banyak anak serta satu kakek yang sudah tidak bisa ditinggal sendirian. Inilah awal kehidupan Mumtaz yang menyiksa.

Terdiri dari lapisan-lapisan masalah

© Film Constellation

Selain isu penting tentang kehidupan mengekang dalam keluarga patriarki dan kesetaraan gender, film ini juga menyuguhkan beragam lapisan masalah-masalah lain.

Sebagai laki-laki, Haider bukanlah tipikal jantan yang berani berbicara sesuka hati. Peran “maskulin” tersebut tergantikan oleh sosok Mumtaz yang sangat bebas, pemberontak, dan berani bertindak. Hal ini juga yang membuat karakter sang istri begitu menarik karena selalu mendukung pilihan sang suami.

Sayangnya, Mumtaz hidup di lingkungan yang tidak sebebas tindakan dan pikirannya. Ia mengalami tekanan besar, terutama dari sang kakek yang begitu dihormati oleh keluarga suaminya. Meski mencoba bersikap mandiri, keduanya harus tunduk pada perkataan Rana yang kerap kali mendiskriminasikan kebebasan Mumtaz sebagai perempuan.

Terlebih, Rana juga sangat ingin memiliki cucu laki-laki di keluarganya. Sang kakak ipar yang sudah berusaha sebanyak empat kali nyatanya tak mampu juga memberikan hal bahagia tersebut. Oleh karena itu, Rana berharap besar saat Mumtaz akhirnya mengandung anak yang diprediksi laki-laki.

Hal ini bukanlah sebuah kabar bahagia bagi Mumtaz. Ia berjuang sendirian, sedangkan sang suami justru asyik berkeluh kesah dengan perempuan barunya. Wanita karir yang semula memiliki tujuan hidup, harus berada di lingkungan sempit bersama keluarga penuh aturan.

Adakah cerita manis untuk semua karakter?

© Film Constellation

Apakah film ini akhirnya menemukan kebahagiaannya masing-masing? Bukan hanya dari dua karakter sentral, semua tokoh dalam film Joyland pada akhirnya terkurung dengan aturan dan rasa bersalahnya sendiri.

Meskipun Mumtaz telah pergi, keangkuhan sosok laki-laki yang sering dianggap sebagai ikon manusia terkuat bumi nyatanya tidak berhenti. Rasa sakit dan depresi Mumtaz dijadikan ejekan, tanpa ia pernah paham bagaimana rasanya hidup seperti perempuan yang di penjara.

Begitu pula dengan karakter lain seperti Biba. Menjadi transgender tentunya tidak akan pernah mudah. Ia dipandang sebelah mata, sering dilecehkan, dan kerap menjadi objek seksual bagi para pria. Namun, Biba tetap berpendirian teguh dan merasa bahwa ini adalah pilihannya masing-masing.

Ada pula karakter Nucchi (Sarwat Gilani) yang berakhir dengan empat anak perempuan karena ambisi untuk menghadiahi anak laki-laki. Belum lagi tanggungan yang begitu besar serta mengurus rumah tangga, Nucchi sangat membutuhkan kehadiran Mumtaz agar tetap membuatnya waras.

Kesimpulan

Joyland merupakan salah satu film menarik yang saat ini bisa disaksikan melalui layanan streaming KlikFilm. Lewat tema dan eksplorasi berani, film ini menampilkan beragam isu krusial yang tidak mungkin bisa dibahas tanpa banyak riset atau pun pengalaman.

Film ini menghadirkan arti dari kebebasan sesungguhnya, bagaimana manusia terdiri dari sejuta perasaan dan emosi. Dengan limpahan uang dan kehormatan, belum tentu membuat kita semua hidup layaknya manusia bahagia.

Gemerlap lampu, keheningan mencekam, serta kesedihan yang terpendam mengisi seluruh jalan cerita Joyland. Bagi Cilers yang ingin menonton, pastikan kamu tidak sedang dalam keadaan mengantuk atau lelah, ya.

 

Director: Saim Sadiq

Cast: Ali Junejo, Rasti Farooq, Sarwat Gilani, Alina Khan, Sohail Sameer, Salmaan Peerzada, Sania Saeed

Duration: 127 minutes

Score: 7.0/10 

[jnews_element_header first_title=”WHERE TO WATCH” header_type=”heading_5″

The Review

Joyland

7 Score

Putra bungsu dalam keluarga tradisional Pakistan bekerja sebagai penari dansa erotis dan dengan cepat tergila-gila pada seorang wanita transgender.

Review Breakdown

  • Acting 7
  • Cinematography 7
  • Entertain 7
  • Scoring 7
  • Story 7
Exit mobile version