Review Jakarta vs Everybody (2020)

Kisah Perjalanan Seorang Kurir Narkoba di Ibukota

“Gue belajar untuk berhenti lari dari apa yang gue anggap ga nyaman.” – Dom (Jakarta vs Everybody).

 

‘Jakarta vs Everybody’ akhirnya menemui rumahnya di Bioskop Online. Posternya memang sudah terpampang di banyak bioskop, namun film yang telah diambil sejak 2019 ini tak kunjung menemui rilis tanggal yang tepat, sehingga OTT menjadi jalan terakhir mereka menayangkan perjalanan Jefri Nichol sebagai kurir narkoba.

Penantian itu cukup terbayarkan. Sebagai Dom, Jefri Nichol memperlihatkan keseriusan dan kegigihan seseorang mencapai mimpi yang ia dambakan. Di perjalanan itu, Dom menemukan banyak pelajaran berharga bagi dirinya, termasuk melalui keputusannya terjun ke dunia gelap.

Dalam menyampaikan kisah Dom, Ertanto Robby Soediskam mencoba untuk tetap berada pada jalur utama, enggan melipir ke cerita-cerita lain, meski sebenarnya ada karakter yang bisa digali lebih dalam lagi untuk menguatkan posisi Dom di film ini.

Akhmad Khomaini sendiri sebagai sinematografer merealisasikan apa yang hendak Robby sampaikan melalui banyak adegan yang diambil dengan handshake camera atau kamera bergoyang. 

Selain sebagai bentuk representasi keingintahuan Dom dalam banyak hal, tangkapan kamera Akhmad juga merupakan bentuk kerasnya kehidupan Jakarta bagi mereka para pemimpi.

Sinopsis

© Bioskop Online

Kisah Dom (Jefri Nichol) menjadi kurir narkoba diceritakan setelah ia keluar dari proyek film yang memperlakukannya semena-mena. Sebagai seorang aktor tambahan, ia tak terima saat dirinya mendapatkan perlakuan yang tak mengenakkan. Sadar hanya sedikit uang yang ia dapat, Dom pergi meninggalkan lokasi syuting dan bertekad mencari peruntungannya ke tempat lain.

Tempat lain itu ternyata mengantarkan dia ke Pinkan (Wulan Guritno) dan Radit (Ganindra Bimo). Dom yang sudah pernah melihat aksi Pinkan sebagai DJ, menawarkan diri untuk membantu pasangan tersebut dengan imbalan mencarikan dia rumah tinggal. Mereka pun mengiyakan permintaan Dom.

Dom akhirnya mendapatkan rumah tinggal di rumah susun yang letaknya bersebelahan dengan Pinkan dan Radit. Setelah beberapa hari tinggal di situ, Dom mengetahui pekerjaan sehari-hari Radit adalah bandar sabu. Tanpa pikir panjang, Dom langsung menawarkan diri menjadi salah satu kurir Radit, setelah banyak kurir milik Radit tertangkap polisi.

Perjalanan Dom sebagai pengantar barang terlarang itu pun dimulai. Ia mengantarkan banyak plastik berisi sabu yang diletakkan tersembunyi di berbagai kemasan makanan dan minuman. Sambil mengumpulkan uang hasil kirim mengirim, Dom masih memendam mimpi untuk memiliki karir sebagai aktor ternama.

Mimpi Bagaikan Asap Sabu

© Bioskop Online

Keseriusan Dom dalam mencapai cita-cita sebagai aktor ternama ia tunjukkan setiap ditanya mengenai pekerjaannya. Dom konsisten dengan jawaban “aktor”, walaupun tentu lawan bicaranya tak pernah melihat aksi Dom di film manapun.

Itu adalah salah satu bentuk manifestasi diri seorang pria dengan nama lengkap Ajidom tersebut. Ia percaya dengan mindset yang tepat, dirinya bisa sewaktu-waktu lolos audisi dan mendapatkan panggung yang selama ini ia cari-cari.

Kegigihannya lagi-lagi terlihat ketika Dom berbicara di depan kaca, meniru ucapan yang dilontarkan oleh Travis Bickle di film ‘Taxi Driver’ tahun 1976 karya Martin Scorsese. Dom mengulang kalimat-kalimat ikonik di adegan “You Talkin’ to Me?” yang juga sebenarnya buah dari improvisasi Robert De Niro pada saat itu. Adegan itu sendiri cukup menunjukkan bahwa Dom menguasai dan paham akan dunia akting yang ingin ia masuki.

Melalui itu pula Dom ditunjukkan sebagai wujud keseriusan seseorang yang berjibaku meraih mimpinya. Tidak ada satu orang pun yang bisa menghalangi dia menjadi seorang aktor. Semuanya hanya batu loncatan bagi seorang Dom, tak terkecuali pekerjaannya sebagai kurir narkoba.

Batu loncatan itu memang tak selamanya berbentuk sesuai yang Dom inginkan. Ada bebatuan yang kadang harus ia lalui dengan sulit, di mana kesulitan tersebut tercermin dari pengalamannya mengantarkan barang terlarang.

Meski demikian, ia patut bersyukur karena lingkungan di sekitarnya tidak pernah ada orang yang ingin menjegal keinginan Dom menjadi seorang aktor. Bahkan, Radit sekalipun tidak pernah menyuruh Dom agar berhenti bermimpi.

Sebagai orang yang sudah lama berkecimpung di dunia gelap, Radit mengibaratkan mimpi sebagai asap dari sabu. Jika menghisapnya benar, asapnya akan banyak.

Jika menghisapnya salah, hanya rasa pahit yang akan keluar. Dengan kata lain, Radit ingin memberitahu bahwa bermimpi harus dilakukan dengan cara yang tepat.

Petuah yang berharga itu keluar dari mulut Radit, karakter yang sebetulnya memiliki latar belakang yang menarik untuk digali lebih dalam lagi, namun Robby memutuskan untuk hanya “mencoleknya”. Radit tak banyak muncul lagi selain di adegan yang juga menghadirkan Dom di sisinya.

Main Aman dan Pintar di Jakarta

© Bioskop Online

Selama menjadi kaki tangan Radit, Dom selalu patuh dan mengikuti arahan bosnya. Ia tak pernah sekalipun menyalahi aturan yang diberi oleh Radit. Dom ingin main aman, mengingat pekerjaannya melibatkan tingkat kebahayaan yang tinggi, apalagi bekerja di bagian Jakarta yang “underground”. 

‘Selamat Pagi, Malam’ karya Lucky Kuswandi menunjukkan bagaimana bermain aman dan pintar adalah kemampuan esensial untuk tinggal di Jakarta. Tak perlu gaya berlebih karena sewaktu-waktu ada saja orang yang bisa menjatuhkan kita. 

Kepintaran Dom ditunjukkan dengan berhasilnya dia membaca medan yang ia lalui dengan baik. Dom menyesuaikan diri dari mulai pekerjaan hingga busana tempat ia sedang bertransaksi, guna mengelabui aparat keamanan.

© Bioskop Online

Namun, yang namanya usaha, pasti bisa saja gagal. Dom yakin bahwa kegagalan itu adalah sebuah luka yang tak bisa terus menerus diratapi. Ia harus tetap bangkit dan belajar bagaimana agar bisa terhindar dari luka itu.

Beruntung Dom memiliki Pinkan yang sudah paham akan dunia “underground” ini. Selama 20 tahun hidup, Pinkan diceritakan berhasil mengelabui banyak tantangan.

Ia membukakan Radit sebuah barber shop untuk menjadi kedok bisnis terlarangnya. Kepintaran dan trik-trik inilah yang membuat sosok Pinkan dilihat sebagai guru oleh Dom. Ia banyak belajar cara jitu melakukan transaksi narkoba dengan baik.

© Bioskop Online

Eksplorasi Dom terhadap cara-cara jitunya itu diperlihatkan dari pengambilan kamera yang selalu fokus pada pergerakan tangan Dom yang lincah. Dari mulai menyelipkan “barang” ke tumpukan buah, mengelabui fokus orang lain untuk meletakkannya di bawah kursi, dan-lain-lain.

Bahkan, ketika Dom memantau barang dagangan dia sedang diambil oleh konsumennya, kamera menunjukkan pandangan Dom yang serius, memperhatikan ke mana serbuk ilegal itu akan berpindah tempat.

Kesimpulan

‘Jakarta vs Everybody’ adalah sebuah penantian yang terbayar tuntas. Memiliki gaya arahan khas sang sutradara, film ini mengupas habis perjalanan seseorang kurir narkoba penuh impian dengan memperlihatkan banyak adegan membuka mata. Semua transaksi ini terjadi di dunia nyata, hanya saja mereka bermain pintar seperti halnya Dom di film ini.

Meski menyorot salah satu pekerjaan ilegal di Jakarta, ‘Jakarta vs Everybody’ tidak begitu memperlihatkan sisi gelapnya secara keseluruhan dengan gamblang, sebab ini adalah cerita salah satu warganya mengejar mimpi dia yang kebetulan nyemplung ke kolam yang kotor.

 

Director: Ertanto Robby Soediskam

Cast: Jefri Nichol, Wulan Guritno, Ganindra Bimo, Dea Panendra, Jajang C Noer

Duration: 100 Minutes

Score: 7.0/10

WHERE TO WATCH

TBA

The Review

Jakarta vs Everybody

7 Score

Dom (Jefri Nichol) adalah seorang perantau. Ia mencoba segala cara guna mewujudkan mimpi sebagai aktor. Di tengah usahanya untuk bertahan hidup, Dom bertemu Pinkan (Wulan Guritno) dan Radit (Ganindra Bimo). Dua sosok yang dipikir Don bisa membawanya pada kesuksesan, justru mengantarkan si perantau terperosok ke kelamnya dunia metropolitan.

Review Breakdown

  • Acting 8
  • Cinematography 8
  • Entertain 7
  • Scoring 5
  • Story 7
Exit mobile version