Membongkar Narasi Identitas Dalam Film Naga Bonar (1987)

Nagabonar adalah film komedi situasi tahun 1987 dari Indonesia yang mengambil latar peristiwa perang kemerdekaan Indonesia

naga bonar (1987)

© Prasidi Teta and Citra Sinema

National Cinema as nation-builder, then, was a project to socialize the newly emancipated populations away from radicalism and towards acceptance of the mores, outlook, and continuing hegemony of the governing and cultural elite. (Cinema and Nation p74)

 

Peninggalan karya seni sering kali menjadi arsip nilai-nilai budaya yang mencerminkan identitas suatu masyarakat. Tak terkecuali sinema, dalam konteks sinema Indonesia, film seringkali menjadi cermin dari kompleksitas sosial, budaya, dan identitas nasional.

Salah satu karya yang mencuat dalam penelitian identitas nasional adalah film klasik Indonesia, Nagabonar

Dengan mengambil pendekatan analisis naratif, penelitian ini bertujuan untuk membongkar lapisan-lapisan naratif dalam film Nagabonar dengan fokus pada pembentukan identitas nasional, konflik budaya, dan perubahan sosial.

Film Nagabonar adalah sebuah karya sutradara Indonesia M. T. Risyaf yang dirilis pada tahun 1987. Cerita film ini berkisah tentang kehidupan seorang pria tua yang bernama Nagabonar, diperankan oleh Deddy Mizwar, yang hidup dalam budaya Batak.

Dengan karakter yang khas dan humor yang kental, film ini secara tersirat seolah bertujuan untuk menjaga tradisi dan nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah modernisasi.

Selain menyajikan komedi yang menghibur, Nagabonar juga memberikan pesan tentang pentingnya mempertahankan identitas budaya di era yang terus berubah.

Film ini menjadi salah satu ikon film komedi Indonesia yang disukai oleh penonton dan dianggap sebagai bagian penting dalam sejarah perfilman Indonesia.

Artikel ini akan membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut, menyoroti pentingnya pemahaman mendalam terhadap narasi identitas dalam karya seni sebagai bagian integral dari warisan budaya.

Dengan memfokuskan perhatian pada film Nagabonar artikel ini bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih baik tentang bagaimana film tersebut berperan dalam membentuk narasi identitas, serta relevansinya dengan dinamika sosial dan budaya Indonesia pada waktu pembuatannya.

© Prasidi Teta and Citra Sinema

Medium film seringkali berfungsi untuk mengarahkan masyarakat menuju penerimaan terhadap nilai-nilai yang diinginkan oleh penguasa dan kelompok elit.

Dengan memanfaatkan sinema nasional, pemerintah dan elite berusaha menciptakan naratif yang mendukung dan sesuai ideologi mereka, membentuk identitas nasional, dan mempromosikan kesatuan dalam masyarakat.

Ini merupakan upaya untuk mengarahkan energi kolektif menuju penyatuan bangsa dan mengurangi potensi radikalisme di kalangan masyarakat yang baru merdeka.

Konsep sinema nasional kemudian merujuk pada upaya pengembangan dan penciptaan karya-karya film yang mencerminkan identitas, budaya, dan nilai-nilai suatu bangsa.

Sinema nasional berfungsi sebagai alat untuk membangun dan mengukuhkan kesatuan dan persatuan, serta mempromosikan identitas kolektif dan menunjukan identitas bangsa.

Beberapa elemen kunci dalam konsep sinema nasional melibatkan penggunaan bahasa, cerita, simbol-simbol budaya, dan estetika yang khas dari suatu negara atau kelompok masyarakat tertentu.

Pemerintah dan pembuat kebijakan seringkali memainkan peran penting dalam mengembangkan sinema nasional dengan memberikan dukungan finansial, mengatur kebijakan produksi film, dan mempromosikan naratif yang sejalan dengan agenda nasional.

Sinema nasional dapat menjadi sarana untuk memperkuat identitas bangsa, membangun rasa kebangsaan, dan menyatukan masyarakat dalam wacana bersama.

© Prasidi Teta and Citra Sinema

Dalam hal ini film digunakan sebagai alat untuk menonjolkan identitas bangsa Indonesia dengan tujuan menciptakan rasa bangga dan meningkatkan rasa nasionalisme serta patriotisme di kalangan rakyat.

Tak terkecuali Indonesia, pemerintah pada masa orde baru kerap kali mengatur film untuk tetap menjaga nilai nilai dan identitas bangsa Pada masa Orde Baru di Indonesia (tahun 1966-1998), pemerintah memiliki peran yang sangat dominan dalam mengatur industri film dengan tujuan untuk mengendalikan naratif yang disajikan oleh produksi film.

Pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto menganggap sinema sebagai alat penting untuk menyampaikan pesan ideologi dan memperkuat legitimasi pemerintahan.

Ketika pemerintah berusaha menjaga nilai-nilai dan identitas bangsa, regulasi ketat diterapkan terhadap industri film. Sensor dan pembatasan terhadap isi film diatur untuk memastikan bahwa produksi film tidak bertentangan dengan ideologi pemerintah dan nilai nilai Pancasila, dasar negara Indonesia.

Hal ini membatasi kebebasan artistik dan kreativitas para pembuat film serta menempatkan sinema sebagai instrumen kontrol ideologis.

Selain itu, pemerintah Orde Baru juga mendukung pembuatan film-film yang mengangkat tema-tema patriotisme, sejarah nasional, dan kesuksesan pembangunan ekonomi.

Film-film tersebut dimaksudkan untuk membangun naratif positif tentang pemerintahan Presiden Soeharto dan menggalang dukungan masyarakat.

© Prasidi Teta and Citra Sinema

Hal itu digunakan untuk menguatkan legitimasi pemerintah dan menjaga stabilitas politik. Pada masa Orde Baru di Indonesia, dukungan pemerintah terhadap pembuatan film dengan tema-tema seperti patriotisme, sejarah nasional, dan pembangunan ekonomi bukan hanya sebagai bentuk pengawasan terhadap industri hiburan, tetapi juga sebagai alat propaganda yang dapat membentuk opini dan sikap masyarakat.

Film ini merupakan salah satu contoh film Indonesia yang dihasilkan pada masa Orde Baru dan mencerminkan hubungan antara industri film dengan kebijakan pemerintah saat itu.

Film ini disutradarai oleh M.T. Risyaf dan dibintangi oleh Deddy Mizwar sebagai tokoh utama, Naga Bonar.

“Naga Bonar” sejatinya adalah film komedi yang bercerita tentang kehidupan seorang anak muda, Naga Bonar.

Cerita ini kemudian berkembang menjadi kisah persahabatan dan penggambaran toleransi dalam berbagai etnis di Indonesia. Meskipun memiliki unsur komedi, film ini secara tersirat mencoba menyampaikan pesan tentang persatuan dan toleransi di tengah keragaman budaya yang ada di Indonesia.

Naga Bonar dan Patriotisme

“Naga Bonar” menciptakan sebuah naratif patriotisme dengan menggambarkan karakter utamanya, Naga Bonar, sebagai sosok yang penuh semangat cinta tanah air. Naga Bonar menunjukkan dedikasinya terhadap Indonesia, bahkan mengambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan.

Film ini tidak hanya menghibur tetapi juga menyelipkan nilai-nilai patriotisme dengan cerdik, meresapi semangat cinta tanah air melalui kisah fiksi yang menciptakan ikatan emosional dengan penonton. Bendera Merah Putih, sebagai simbol nasional, dapat dilihat sebagai simbolisme yang memperkuat pesan patriotisme, menyoroti keberagaman budaya yang merangkul semangatn persatuan di Indonesia.

Salah satu adegan dalam film yang mencerminkan tema patriotisme adalah ketika Naga Bonar, tokoh utama film tersebut, memutuskan untuk ikut berperang melawan penjajah Belanda selama masa kemerdekaan Indonesia. Dalam adegan ini, Naga Bonar menunjukkan kesetiaan dan dedikasinya terhadap tanah airnya.

© Prasidi Teta and Citra Sinema

Adegan tersebut mungkin menggambarkan momen di mana Naga Bonar, dengan semangat patriotisme yang berkobar, bersiap-siap untuk bergabung dengan pasukan kemerdekaan. Mungkin ada dialog atau aksi yang menonjolkan tekadnya untuk berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Dalam konteks ini, adegan tersebut dapat menjadi gambaran simbolis dari partisipasi berbagai lapisan masyarakat Indonesia, termasuk yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, dalam perjuangan bersama untuk meraih kemerdekaan.

Adegan semacam ini bertujuan membangun naratif patriotisme dalam film, menunjukkan bahwa semangat untuk membela tanah air tidak terbatas oleh latar belakang budaya atau etnis. Film ini kemungkinan besar menggunakan elemen dramatis untuk menyampaikan pesan tersebut, menciptakan momen yang menginspirasi dan menggugah semangat patriotisme di antara penonton.

Identitas Lokal Yang Menonjol

Film ini banyak menggambarkan berbagai aspek kebudayaan Indonesia melalui elemen-elemen ceritanya.

Adat istiadat dan tradisi lokal tercermin dalam beberapa adegan, khususnya saat perayaan dan upacara adat yang memperlihatkan keanekaragaman tradisi budaya Indonesia.

Penggunaan pakaian adat, tarian, dan musik tradisional dalam film tersebut turut menghidupkan suasana, menggambarkan kekayaan budaya Indonesia secara menyeluruh.

Dengan demikian, “Naga Bonar” menjadi representasi yang menghargai dan merayakan keanekaragaman budaya Indonesia melalui medium film.

© Prasidi Teta and Citra Sinema

Dalam film ini terdapat adegan yang mencerminkan kebudayaan Indonesia terkait perawatan rambut dan cara berkencan atau mendekati wanita.

Adegan ini adalah ketika Naga Bonar, tokoh utama, menyisir rambutnya dengan menggunakan minyak kelapa yang kala itu lazim digunakan untuk perawatan rambut tradisional di Indonesia.

Praktik menyisir rambut dengan minyak seringkali dianggap sebagai cara untuk menjaga kelembutan dan kesehatan rambut.

Kemudian juga tergambar sebuah adegan dimana Naga Bonar bernyanyi untuk wanita pujaan hatinya.

Tradisi bernyanyi atau menghibur dengan lagu-lagu tradisional atau populer merupakan bagian dari fenomena sosial yang umum terjadi dalam masyarakat Indonesia.

Dalam konteks film ini, adegan tersebut menunjukkan keakraban dan interaksi sosial yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dalam budaya Indonesia.

© Prasidi Teta and Citra Sinema

Selain itu terdapat adegan-adegan yang menonjolkan nilai- nilai hormat dan penghargaan terhadap seorang ibu.

Seperti yang kita tahu budaya Indonesia sendiri amat menghargai sosok ibu sebagai pilar utama dalam kekeluargaan.

Hal ini tercermin dalam berbagai aspek yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia yang begitu mengangungkan sosok Ibu, M.T Risyaf sebagai sutradara seolah tidak ingin melupakan hal sakral yang satu ini melalui salah satu adegan dalam filmnya. M.T Risyaf mencerminkan nilai ini ketika Naga Bonar, tokoh utama, memberikan penghormatan dan kekaguman kepada ibunya.

Dalam budaya Indonesia, penghormatan terhadap orang tua, terutama ibu, dianggap sebagai nilai yang sangat penting.

Adegan tersebut dapat menciptakan momen yang penuh emosi dan haru, di mana Naga Bonar menunjukkan rasa hormat dan kasih sayangnya kepada ibunya.

Penggambaran ini dapat mencerminkan nilai-nilai tradisional Indonesia yang menekankan pentingnya keluarga dan hubungan antara anak dan orang tua khususnya ibu.

Contoh lain adalah dinarasikan bahwa sahabat karib dari Naga Bonar yaitu Bujang tewas dalam pertempuran melawan tentara Belanda.

© Prasidi Teta and Citra Sinema

Naga sangat menyesali hal tersebut hingga ia menangis sesunggukan namun ia merahasikan tangisannya tersebut, ia pun bersama pejuang kemerdekaan lain bahu membahu untuk menyiapkan sebuah prosesi pemakaman untuk menguburkan dan memberikan penghormatan terakhir kepada Bujang.

Adegan penguburan Bujang sang pejuang kemerdekaan disajikan dengan nuansa yang khusus mengingatkan pada keberanian dan pengabdian para pejuang.

Prosesi penguburan digambarkan suasana haru dan khidmat, dengan barisan prajurit yang menyelenggarakan upacara militer. Adegan ini menciptakan momen yang penuh makna, menggambarkan kesetiaan dan semangat patriotisme yang mendalam.

Selain itu penguburan ini mewujudkan sebuah simbolisme budaya, seperti bunga, kain kafan, dan ritual keagamaan yang menciptakan nuansa yang autentik sesuai dengan tradisi Indonesia.

Naga Bonar dan Agenda Pemerintah Kala Itu

Orde Baru dikenal dengan praktik pengendalian ketat terhadap seni dan media, termasuk film, untuk menjaga stabilitas politik dan mempromosikan narasi yang sejalan dengan ideologi pemerintah.

Beberapa film pada sangat dikontrol ketat atau ada kendali dari pemerintah. Bahkan bisa saja sebuah film didukung penuh oleh pemerintah guna meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme masyarakat Indonesia mengingat pada masa itu banyak konflik-konflik yang terjadi di negeri ini.

© Prasidi Teta and Citra Sinema

Pada masa itu pemerintah menggunakan alat-alat regulasi dan lembaga sensor untuk mengontrol isi dan peredaran film agar sesuai dengan norma-norma yang diinginkan oleh pemerintah pada saat itu.

Kendali pemerintah atas peredaran film menjadi alat untuk menjaga stabilitas politik, mengendalikan opini publik, dan mempromosikan nilai-nilai yang diinginkan oleh pemerintah kala itu.

Kesimpulan

Artikel ini membuka wawasan yang lebih mendalam terhadap cara film tersebut menghadirkan dan menjelajahi sebuah konsep identitas, terutama dalam konteks keberagaman budaya Indonesia pada masa Orde Baru.

Karakter Naga Bonar menjadi perwakilan yang berhasil memperingati keberagaman dengan sentuhan humor yang khas. Lebih dari sekadar unsur dekoratif, penggambaran budaya Batak dalam film ini menjadi sarana untuk menyampaikan pesan yang kuat tentang persatuan nasional.

Karakter Naga Bonar, yang mempunyai latar belakang etnis tertentu, menjadi medium eksplorasi terhadap kompleksitas identitasnya sebagai individu yang terkait erat dengan masyarakat Indonesia.

Film ini melakukan dekonstruksi terhadap stereotip yang mungkin melekat pada identitas etnis tertentu, menggambarkan esensialnya keberagaman dalam membentuk identitas nasional.

Pemanfaatan simbol-simbol dan identitas nasional seperti Bendera Merah Putih menjadi suatu cara untuk memperkokoh pesan nasionalisme dan cinta tanah air. Selain itu penggambaran budaya Indonesia pada saat itu juga ditampilkan untuk memupuk rasa persatuan bagi masyarakat Indonesia.

Film-film seperti “Naga Bonar” dapat dianggap sebagai contoh produk budaya yang secara tidak langsung mencerminkan atau menyajikan identitas nasional yang sesuai dengan arah yang diinginkan oleh pemerintah Orde Baru.

Meskipun mungkin tidak secara eksplisit menjadi alat propaganda, film seperti ini dapat mencerminkan nilai-nilai nasionalisme, persatuan, dan ketertiban yang ditekankan oleh pemerintah pada masa itu.

Film-film dengan naratif tersebut diarahkan untuk membangun citra positif terkait kepemimpinan Soeharto dan menciptakan suasana yang mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah.

Dalam konteks ini, film dianggap sebagai alat efektif untuk menyampaikan pesan-pesan ideologis yang diinginkan oleh pemerintah, termasuk pencapaian dalam pembangunan ekonomi dan pencitraan kepemimpinan yang kuat.

Film bukanlah bahasa, tetapi seperti bahasa. Seperti bahasa, film bersifat simbolis dan terstruktur seperti bahasa, film adalah sistem penanda; dan seperti bahasa, film tunduk padapermainan perbedaan (Metz, 1974: 11).

Dengan sentuhan komedi yang menjadi ciri khasnya, “Naga Bonar” tidak sekadar menjadi sarana hiburan semata, tetapi juga menjadi saluran penyampaian pesan mengenai makna sejati dari identitas Indonesia yang inklusif.

Film ini secara aktif membongkar narasi identitas Indonesia secara praktis dan berkomitmen untuk mempromosikan gagasan kebersamaan dalam keberagaman, memberikan kontribusi signifikan pada refleksi mendalam tentang makna identitas bangsa Indonesia.

Exit mobile version