Review The Black Pharaoh, the Savage and the Princess (2022)

Tiga Antologi Animasi di Waktu dan Lokasi Berbeda yang Sangat Memikat Mata

the black pharaoh, the savage and the princess 2

© Nord-Ouest Films

“People with just one story is lack of imagination” – Narrator (The Black Pharaoh, the Savage and the Princess)

The Black Pharaoh, the Savage and the Princess adalah film animasi antologi karya Michel Ocelot yang dirilis pada tahun 2022.

Michel Ocelot, animator kenamaan dibalik Kirikou and the Sorceress dan Azur & Asmar, mengajak kita dalam perjalanan memikat lintas waktu dan benua.

Animasi antologi ini menjalin tiga narasi berbeda, masing-masing sarat dengan visual yang hidup, cerita rakyat yang menggugah, dan tema tak lekang waktu tentang cinta, penerimaan, dan penemuan jati diri.

Berikut review The Black Pharaoh, the Savage and the Princess

© Nord-Ouest Films

Sinopsis

Kisah pertama membawa kita ke Nubia kuno, tempat Tanwekamani, bangsawan muda berkulit sawo matang, bermimpi menikahi kekasihnya Nasalsa. Namun, jalan menuju kebahagiaan terhalang oleh prasangka sosial. Ibu Nasalsa menganggap Tanwekamani tak pantas bagi anaknya karena warna kulit.

Bertekad membuktikan dirinya dan melawan diskriminasi ras, Tanwekamani memulai petualangan untuk menjadi Firaun Hitam pertama Nubia. Perjalanannya penuh tantangan, tetapi cinta dan tekadnya yang tak tergoyahkan menginspirasi dia untuk melawan norma sosial dan membuka jalan bagi masa depan yang lebih inklusif.

Kisah kedua membawa kita ke Prancis abad pertengahan. Jauh di pedesaan Prancis, “anak liar” misterius berkeliaran di hutan, mencuri dari orang kaya dan membagikan kekayaannya kepada orang miskin.

Ditolak masyarakat karena caranya yang tidak biasa, bocah itu menyembunyikan masa lalu yang kelam dan hati yang mulia. Ia menentang sistem kelas yang kaku dan memperjuangkan keadilan, menunjukkan kekuatan kasih sayang dan pengertian.

© Nord-Ouest Films

Ada pun cerita terakhir melompat maju ke Turki Ottoman abad ke-18, di sebuah istana megah. Djali, seorang pangeran dengan keterampilan membuat kue yang luar biasa, dan Hava, seorang putri dengan taman mawarnya yang indah. Keduanya jatuh cinta.

Namun, romansa mereka terancam oleh aturan dan ekspektasi kehidupan istana. Menolak dibatasi oleh tekanan sosial, mereka melarikan diri dari tembok istana dengan berani, memulai perjalanan penemuan jati diri dan cinta tanpa batas. 

Animasi yang menyulut emosi

Pembukaan kisah pertama dilakukan memukau secara visual, memamerkan gaya siluet khas Ocelot. Lanskap Nubia menjadi hidup dengan pola rumit dan figur bergaya, mengingatkan pada mural kuno. Ada pula musik latarnya merupakan perpaduan menggugah antara suara tradisional Afrika dan melodi kontemporer.

Kesan artistik Ocelot berubah di cerita kedua dan ketiga, mengadopsi nada yang lebih ceria dan penuh humor. Pedesaan Prancis meledak dalam warna hijau zamrud dan biru cerah, sementara karakternya digambarkan dalam siluet ekspresif. Musiknya mengambil cita rasa khas Eropa, dengan lute dan seruling yang menjalin suara menawan.

© Nord-Ouest Films

Animasi pada cerita ketiga semakin bersinar dengan penggambaran arsitektur Ottoman yang rumit dan kehidupan jalanan yang semarak.

Menarik perhatian segala usia

Setiap kisah dalam film The Black Pharaoh, the Savage and the Princess disatukan lewat gambar memukau dan musik menawan, menarik perhatian penonton dari segala usia. Meski begitu, jalan cerita berjalan sangat singkat sehingga beberapa karakter kurang dikembangkan dengan baik.

Film ini merayakan keragaman, mendorong penerimaan, dan menginspirasi kita untuk menantang status quo dan memperjuangkan dunia yang lebih adil dan setara. Meskipun ketiga narasinya berbeda, mereka dijalin oleh benang harapan, ketahanan, dan kekuatan cinta yang abadi.

Oleh karena itu, The Black Pharaoh, the Savage and the Princess adalah permata sinematik yang melampaui batas budaya dan meninggalkan kesan mendalam. Ini adalah film yang wajib ditonton bagi siapa saja yang mencari animasi dengan suasana heartwarming dan menggugah pikiran.

© Nord-Ouest Films

Kesimpulan

Sang animator Michel Ocelot mengajak kita dalam perjalanan memikat lintas waktu dan benua lewat film The Black Pharaoh, the Savage and the Princess. Animasi antologi ini menjalin tiga narasi berbeda, sebuah cerita rakyat menggugah tentang cinta, penerimaan, dan penemuan jati diri.

Meskipun latar belakangnya berbeda, ketiga kisah ini disatukan oleh tema yang berulang. Setiap cerita mengangkat prasangka dan tekanan sosial, menyoroti pentingnya melawan stereotip dan memperjuangkan penerimaan.

Cinta, dalam segala bentuknya, berfungsi sebagai kekuatan pendorong utama, menginspirasi keberanian, pengorbanan diri, dan kerinduan akan dunia yang lebih adil dan inklusif.

Sayangnya, alur cerita terkadang tidak merata. Beberapa momen bisa terlalu cepat, sementara yang lainnya bisa dibuat lebih singkat. Namun, kekurangan ini dikerdilkan oleh pesona dan seni film secara keseluruhan.

Animasi Ocelot adalah suguhan memikat untuk mata, sementara penceritaannya, meskipun sederhana, meninggalkan penonton dengan hati yang hangat dan apresiasi baru terhadap keindahan dunia kita yang beragam.

 

Director: Michel Ocelot

Cast: Serge Bagdassarian, Thissa d’Avil Bensalah, Olivier Claverie, Claire de la Rüe du Can, Michel Elias, Isabelle Guiard, Oscar Lesage, Carl Malapa, Aïssa Maïga

Duration: 83 Minutes 

Score: 7.6/10

WHERE TO WATCH

The Review

The Black Pharaoh, the Savage and the Princess

7.6 Score

The Black Pharaoh, the Savage and the Princess mengisahkan 3 antologi animasi dari Sudan, Prancis Abad Pertengahan, dan Turki abad ke-18

Review Breakdown

  • Animation 8
  • Character 7
  • Entertain 8
  • Story 7
  • Scoring 8
Exit mobile version