Stop using us like toys! – Mitsuko (Tag, 2015)
Sejak mulai menarik perhatian dunia dengan karya kontroversialnya, Suicide Club, nama sineas Sion Sono dari hari ke hari semakin menanjak di belantika sineas Jepang generasi baru.
Dengan ciri khas gaya penyutradaraan yang film-filmnya selalu sarat adegan banjir darah namun menyuguhkan kisah polemik yang memancing nalar siapapun yang menontonnya, membuat Sono menjadi nama sineas Jepang yang karya-karya besutannya selalu dinanti banyak kalangan, khususnya yang menggemari tipe film yang memacu intuisi. Itu pula formula yang dikedepankan dalam filmnya yang satu ini.
Tag diangkat dari novel berjudul Real Onigokko karya Yusuke Yamada yang pertama kali diterbitkan pada 15 Desember 2001 oleh Bungeisha Publishing Co,Ltd. Uniknya, kisah novel ini terhitung sering diangkat ke layar lebar. Setidaknya sudah enam kali ranah perfilman Jepang mendapatkan film hasil adaptasi novel ini.
Pun demikian, tema filmnya yang memaparkan tentang “permainan tag” (onigokko), yang menargetkan orang-orang tertentu berdasarkan kesamaan karakteristik ini, memungkinkan kisahnya dirombak tanpa mengurangi esensi kisahnya. Dan itulah yang terjadi, jika di film pertamanya yang menjadi target adalah orang-orang bermarga Sato, di film keduanya adalah orang-orang dengan golongan darah B. Kisah Riaru Onigokko ini perlu diinformasikan merupakan judul yang sangat populer di negeri matahari terbit, yang dapat dilihat dari keberhasilan saga ini hadir di berbagai versi, dari manga, lima film layar lebar, hingga film televisi.
Untuk kali ketujuhnya sekaligus menjadi yang keenam di kancah layar lebar, sumber kisah ini mendapat napas baru lewat polesan sineas Jepang generasi baru nan kontroversial, Sion Sono. Dalam versi sineas yang karya-karyanya kerap membuat para penontonnya bergidik sekaligus berdecak kagum ini cerita asli yang ada sekali lagi dimodifikasi sedemikian rupa, yakni di mana tokoh yang menjadi target adalah para JK (siswa SMA perempuan).
Seorang gadis yang gemar menulis puisi bernama Mitsuko (Reina Triendl) dan teman-teman sekolahnya dalam perjalanan menuju kamp musim panas. Akan tetapi, situasi berubah mencekam saat sebuah peristiwa mengerikan menewaskan semua teman-temannya dalam keadaan tubuh terbelah dua, terkecuali Mitsuko yang secara kebetulan tengah memungut alat tulisnya yang terjatuh.
Tak ayal, sang gadis syok bukan kepalang. Ia kemudian berusaha melarikan diri. Situasi semakin bertambah buruk saat angin misterius itu bak mengejarnya seraya membinasakan siapapun yang menjadi penghalang nya. Akan tetapi situasi berubah ganjil saat Mitsuko tiba di sebuah sekolah khusus perempuan, seluruh siswi di sana sepertinya mengenalnya, meski sang gadis hanya mengenal satu orang saja, sahabat baiknya, Aki (Yuki Sakurai).
Misteri semakin tebal saat untuk keduanya Mitsuko mengalami situasi banjir darah. Pelakunya kali ini adalah pasangan guru yang tiba-tiba menyerang murid-murid yang ada secara membabi-buta. Kembali mengalami situasi banjir darah yang memakan banyak korban beberapa kali setelahnya, Mitsuko menyadari bahwa dirinya menjadi faktor kunci dari rangkaian peristiwa mengerikan yang dialaminya. Bertekad menghentikan itu semua, sang gadis berusaha menyibak misteri yang ada.
Bagi kalangan yang masih asing dengan kisah novel maupun hasil adaptasi terdahulunya, pertanyaan apakah itu semua mimpi atau ada kekuatan mahakuasa bertanggung jawab tetap menggelitik hingga ke paruh akhir. Meski aksi dan dinamika cerita menjadi daya jual utama film Sono kali ini, namun kalangan yang gemar mencari makna lebih dalam di film-film rasanya akan mendapatkan materi yang menarik. Yang tidak kalah menimbulkan intrik adalah perkembangan kisahnya yang makin mengusik intuisi.
Tingginya level adegan yang mengeksplorasi keseksian perempuan di sini tak pelak menjadikan Tag ibarat tipikal film Alice in Wonderland dalam semangat girl power yang kontennya mendobrak tatanan film yang menunjukkan superioritas kontrol kaum pria dan kerap menempatkan karakter wanita sebagai korban atau sekadar objek pemanis belaka. Meski belakangan sang sineas mengindikasikan bahwa film ini ditujukan sebagai pemakluman bahwa bagaimanapun kaum wanita merupakan objek untuk kaum pria dan hal itu tidak bisa dihindarkan.
Meski pesan dan visualisasi yang disampaikan dari film ini ofensif, sekali lagi melalui Tag, Sono kembali membuktikan kapasitasnya sebagai sineas berkualitas yang mampu membuat para penyuka film horor Asia bergidik ngeri sekaligus terusik intuisinya.
Gabungan visualisasi apik, sinematografi menawan, sisipan humor, dan elemen filosofis yang membalut rangkaian adegan aksi maupun gore yang sarat di dalamnya membuat sajian film ini semakin impresif dalam menunjang performa para pemainnya yang rata-rata bermain apik.
Director: Sion Sono
Cast: Reina Triendl, Mariko Shinoda, Erina Mano, Yuki Sakurai, Maryjun Takahashi, Sayaka Isoyama
Duration: 125 Minutes
Score: 8.0/10
WHERE TO WATCH
The Review
Tag
Meski pesan dan visualisasi yang disampaikan dari film ini ofensif, sekali lagi melalui Tag, Sono kembali membuktikan kapasitasnya sebagai sineas berkualitas yang mampu membuat para penyuka film horor Asia bergidik ngeri sekaligus terusik intuisinya.