Review The Guardians of Justice (2022)

Saat Sekumpulan Superhero Kewalahan Setelah Matinya Marvelous Man

“For four decades, I have protected you, I’ve saved you,” – Marvelous Man (The Guardians of Justice).

 

Sebuah serial parodi para superhero yang dibuat oleh Adi Shankar. ‘The Guardians of Justice’ atau dengan judul lain (Will Save You) menjadi sajian baru di Netflix dengan 7 episode berdurasi cukup pendek hanya sekitar 20 menit. Kalian para pecinta superhero pasti tak asing dengan tokoh yang diparodikan dalam serial ini.

Tayang mulai 1 Maret 2022, musim pertama ‘The Guardians of Justice’ dibawah arahan sutradara Kenlon Clark, Enol Junquera, Luis Pelayo Junquera, Adi Shankar, dan Stewart Yost. Naskah ditulis oleh Adi Shankar sendiri dibantu oleh Shawn Deloache dan Samuel Laskey melalui produksi Bootleg Universe.

Tak hanya membuat serial parodi superhero, penggabungan dengan semua tema budaya pop bersatu dengan unik. Mulai dari retro game, video game VR, buku komik, animasi, hingga stop motion. Proyek series ini menjadi 2 mata pisau yang cukup berani di bawa Netflix di awal tahun 2022 ini.

Sinopsis

Dunia dihebohkan dengan kematian Marvelous Man (Will Yun Lee) dalam acara siaran langsung dirinya bunuh diri. The Guardians of Justice pun mengalami paceklik kepemimpinan. Knight Hawk (Dallas Page) mengambil alih kepemimpinan Marvelous Man dan mengatur semua aktivitas para pahlawan untuk membasmi kejahatan yang ada di seluruh dunia.

Knight Hawk menyelidiki kematian kematian yang janggal dari Marvelous Man. Sementara menyelidiki kematian Marvelous Man, Knight Hawk tetap mengorganisir para Guardians of Justice untuk tetap menjaga perdamaian dunia yang makin kacau selepas dunia tahu sudah tidak ada lagi simbol pahlawan penjaga perdamaian di dunia.

Alih-alih ikut mengatur para superhero, Awesome Man (Derek Mears) dan The Speed (Sharni Vinson) malah asik menjalani kisah romansa mereka yang baru terjalin. Di sisi lain, Knight Hawk mendapat fakta bahwa Red Talon (John Hennigan) dan Black Bow (Tiffany Hines) sudah dikeluarkan dari Guardians of Justice oleh Marvelous Man, ini menguatkan 2 superhero ini terlibat dalam kematian Marvelous Man.

Sebuah fakta baru terus keluar dari tiap superhero yang menyimpan rahasia mereka sendiri. Para superhero muda pun sulit untuk diatur dan banyak menjadi korban saat melakukan misinya. Hal ini menimbulkan perpecahan dalam Guardians of Justice. Hebatnya Knight Hawk tidak putus asa untuk mencari kebenaran dan mengungkap kepada dunia siapa di balik kematian Marvelous Man.

Parody budaya pop yang menjengkelkan

Pasti kalian para penggemar superhero atau film dan serial dalam budaya pop sekarang ini akan langsung tahu apa yang para Guardians of Justice ini parodikan. Tak hanya dari karakter, kostum, bahkan hingga semua aspek yang berkaitan dengan superhero itu benar-benar di salin ke dalam bentuk yang lebih aneh dan menjengkelkan.

Jika dibedah satu persatu, semua karakter dalam ‘The Guardians of Justice’ tidak ada yang orisinil. Mulai dari organisasi Guardians of Justice yang sudah pasti menirukan Justice League yang berisikan sama persis pada cerita DC Comics. Marvelouse Man – Superman, Knight Hawk – Batman, Golden Goddess – Wonder Woman, The Speed – The Flash, King Tsunami – Aquaman, Awesome Man – Shazam, Little Wing – Robin, Black Bow – Green Arrow, Blue Scream – Black Canary. Semua superhero dari organisasi sangat meniru Justice League. Bahkan konflik internal di dalamnya saat kematian Marvelous Man mengingatkan kita pada ‘Justice League’(2017) dan ‘Batman v Superman: Dawn of Justice’ (2016).

© Netflix

Tak hanya dari DC, para superhero Marvel pun tak luput dari parodi yang mengherankan ini. Sepia Spider – Spider Man, Mind Master – Prof X, Red Talon – The Punisher. Hampir semua penggabungan karakter ini sangat dipaksakan untuk hadir semua dalam serial parodi ini.

Konfliknya dengan para penjahat pun membuat kisah superhero ini tidak menarik untuk diikuti. Penggabungannya dengan budaya pop lainnya, terasa amat aneh cenderung kasar, walau ini merupakan proyek yang cukup niat dengan segala macam aspek yang muncul dalam serial pendek ini.

Visual yang tak konsisten

Menarik jika sebuah tema superhero diangkat menjadi film atau serial. Gabungan para superhero ini menampilan segala sesuatu yang para penggemar inginkan, tapi eksekusi akhir yang sangat tidak karuan. Visual yang tersaji sangat bercampur aduk dengan segala macam gaya. Mulai dari adegan aksi (yang pasti ditunggu dalam film superhero) kadang menggunakan animasi, kadang aksi dengan visual efek buku komik untuk menonjolkan budaya pop dari serial ini.

Beberapa adegan yang diganti dalam visual video game retro 8 bit atau video game terbaru sangat tidak nyaman untuk dilihat. Peralihan antar visualnya sangat kasar, suntingan terasa sangat murahan bak video sosial media orang biasa.

© Netflix

Tone warna dari tiap adegan pun terasa berbeda, seperti penyunting yang berbeda mengerjakan proyek ini. Padahal premis di awal episode dengan membawa nuansa politik perang dunia dengan tone sepia dengan hitam putih kilas baliknya sudah cukup baik, namun kelanjutannya sangat membuat sakit mata.

Proyek ini bisa dibilang butuh tenaga dan kinerja yang sangat tinggi. Setiap adegan yang membutuhkan kostum dan latar ala superhero masa depan dibuat sedemikian rupa agar menarik. Apa yang salah dari penyelesaian akhir serial ini? Pencahayaan yang cukup banyak harusnya membuat visual semakin baik, namun tak hal nya hanya membuat efek yang tidak jelas ke mana arahnya.

Bukan superhero idola anak

Walau serial ‘The Guardians of Justice’ penuh warna, namun warna yang tak serasi membuat tak akan nyaman untuk menonton dalam waktu lama. Keputusan yang baik untuk menyajikan durasi yang sangat singkat di tiap episodenya.

© Netflix

Selain visual, hal yang ditonjolkan dalam film pun tak ramah anak bahkan orang-orang tertentu. Kekerasan dan adegan-adegan mengerikan penuh darah cukup banyak tampil dalam beberapa episode. Kejahatan-kejatahan aneh dan cukup sensitif nampaknya bukan konsumsi khalayak luas.

Pemaksaan plot di tiap episode

© Netflix

Plot dari garis besar cerita  ‘The Guardians of Justice’ ini tidak menentu. Konflik utama untuk mencari pembunuh atau dalang di balik kematian Marvelous Man menjadi makin aneh, karena di tiap episode menyajikan masalah baru yang selalu terjadi pemaksaan dalam penyelesaiannya. Karakter baru yang dipaksakan muncul di tiap episode baru ini yang membuat penonton tidak fokus akan masalah utama film ini.

Kesimpulan

Serial parodi di Netflix ini nampaknya akan sangat membuat para penontonnya jengkel dan sakit mata. Semua elemen yang tidak orisinil memaksakan tiap karakter superheronya muncul untuk menjadi sia-sia. Penggabungan budaya pop yang tidak ada jembatan pastinya.

Visual efek yang tak konsisten membuat tiap adegan yang harusnya menarik, merusak keingingan kita untuk menyaksikan serial ini lebih jauh. Dari mulai animasi, hingga visual ala video game yang tidak rapi, lalu stop motion yang setengah-setengah.

Superhero dan karakter membasmi kejahatan harusnya identic dengan idola para anak. Nampaknya ‘The Guardians of Justice’ bukan sebuah panutan dan tontonan menarik untuk anak. Tak hanya anak, mungkin orang dewasa pun akan berpikir dua kali untuk menyelesaikan serial ini.

 

Director: Kenlon Clark, Enol Junquera, Luis Pelayo Junquera, Adi Shankar, Stewart Yost

Casts: Tiffany Hines, Denise Richards, Jane Seymour, Will Yun Lee, Derek Mears, Sharni Vinson, Dallas Page, Adi Shankar, John Hennigan, Max Adler, Preeti Desai

Episode: 7

Score: 3.4/10

WHERE TO WATCH

The Review

The Guardians of Justice

3.4 Score

Setelah kematian Marvelous Man (Will Yun Lee) yang janggal, Guardians of Justice mengalami perpecahan. Knight Hawk (Dallas Page) mencoba mencari dalang kematian Marvelous Man sembari membasmi kejahatan yang makin merajalela.

Review Breakdown

  • Acting 5
  • Cinematography 2
  • Entertain 4
  • Scoring 4
  • Story 2
Exit mobile version