Review Trees of Peace (2021)

Empat wanita terjebak dan bersembunyi selama Genosida Terhadap Tutsi

“Rasanya segalanya telah terenggut. Tapi, kami menemukan hal terpenting yang tak terduga untuk kami perhatikan: satu sama lain.” – Annick (Trees of Peace).

 

‘Trees of Peace’ merupakan film terbaru Netflix yang mengadaptasi kisah nyata genosida di Rwanda. Bukan menceritakan peristiwanya secara kesuluruhan, film ini mengambil sudut pandang empat wanita yang bersembunyi dari pasukan Suku Hutu.

Dalam film ini, Alanna Brown (sutradara dan penulis naskah) membuatnyabsetelah ia mewawancarai seorang wanita yang mendirikan sebuah inisiatif untuk membantu para wanita penyintas di Rwanda. Naskah pun sudah ia rampungkan sejak kurang lebih 10 tahun lalu, namun filmnya baru bisa dinikmati oleh penonton di seluruh dunia setelah Netflix membeli lisensinya akhir Maret lalu.

Selama 97 menit, ‘Trees of Peace’ menunjukkan bagaimana seorang manusia bisa berubah drastis dalam waktu yang singkat apabila dipertemukan dengan situasi yang mengancam nyawanya. Sepanjang film, penonton akan melihat bagaimana keempat wanita ini bertahan hidup melalui berbagai cara.

Sinopsis

© Netflix

Tahun 1994 merupakan tahun yang mencekam bagi warga etnis Tutsi di Rwanda. Mereka digenosida oleh suku mayoritas, Hutu, membunuh secara membabi buta tak kenal ampun. Bahkan, mereka yang berasal dari Suku Hutu bisa juga terbunuh apabila terbukti tidak mendukung genosida ini.

‘Trees of Peace’ mengisahkan empat wanita yang bersembunyi bersama di dalam tempat persembunyian kecil di bawah dapur sebuah rumah. Keempat wanita itu bernama Annick (Elliane Umuhire), Jeannette (Charmaine Bingwa), Peyton (Ella Cannon) dan Mutesi (Bola Koleosho).

Untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan, mereka berempat hanya bisa mengandalkan suplai yang diberikan oleh suaminya Annick, yang datangnya juga tak menentu. Selama berbulan-bulan bersembunyi, keempat wanita itu harus bisa memutar otak bagaimana caranya bertahan hidup dengan persediaan yang terbatas, juga bagaimana merajut hubungan yang sulit karena mereka berempat berasal dari latar belakang berbeda.

Mengajarkan pentingnya sebuah kepedulian

© Netflix

Bermodalkan empat karakter dari latar sosial yang berbeda, ‘Trees of Peace’ ingin memberi pelajaran bahwa tidak penting dari mana kamu berasal, rasa peduli terhadap sesama tetap harus tertanam dalam diri. Tidak perlu mengkotak-kotakan atau menyudutkan satu pihak, sebab pada akhirnya kita semua adalah manusia penghirup udara yang sama.

Annick di film ini adalah seorang Hutsi (warga Suku Hutu) yang keberadaannya terancam karena tidak setuju dengan perlakukan genosida sukunya. Jeannette adalah seorang suster dari gereja yang senantiasa memegang teguh pendiriannya terhadap Tuhan. Lalu, ada Peyton, warga negara Amerika Serikat yang datang ke Rwanda untuk misi kedamaian, dan ada Mutesi yang merupakan orang asli etnis Tutsi.

Selama berjalannya film, mereka berempat kerap dalam terlibat perdebatan sengit. Mutesi sangat membenci Suku Hutu dan menganggap orang kulit putih adalah dalang dari peristiwa genosida ini. Jeannette selalu mengandalkan semua hal terhadap keyakinan dia pada Tuhannya, berbeda dengan Peyton yang cenderung skeptis terhadap hal spiritual.

Semua perbedaan itu awalnya memang menyulut keributan, namun perlahan justru berbalik menjadi penguat hubungan mereka. Keempat wanita ini saling berbagi dan mengajarkan kemampuan yang nereka pelajari dari latar sosial masing-masing.

Fokus pada pengembangan cerita

© Netflix

‘Trees of Peace’ menaruh fokus filmnya pada pengembangan cerita, bagaimana empat wanita dari latar sosial yang berbeda bisa disatukan karena sedang terjebak di situasi yang sama. Nasib mereka sama-sama terkatung, tidak jelas kapan bisa keluar dari tempat persembunyian tersebut.

Dengan demikian, unsur lainnya seperti bumbu-bumbu ketegangan minim tersajikan. Di tempat persembunyian itu, ada satu jendela kecil yang bisa membuat mereka melihat apa yang terjadi di luar. Letaknya yang berada di bawah jalanan memberi mereka keuntungan tidak terlihat oleh orang di luar. Tetapi, itu juga jadi sasaran empuk orang-orang yang buang air kecil sembarangan. Mereka pun harus bertahan dengan situasi itu.

Dari jendela itu pula mereka bisa melihat beberapa warga Tutsi dibantai dan dihabisi. Sepanjang film, ‘Trees of Peace’ tak banyak menyajikan situasi mencekam tersebut. Alih-alih menunjukkan kekejaman genosidanya, film ini memilih untuk memberi fokus pada reaksi keempat wanita itu, terutama ekpresi ketakutan mereka.

Sinematografi difokuskan terhadap empat wanita ini

© Netflix

Dari awal, sutradara Alanna Brown tidak ingin filmnya menjadi film sejarah di mana penonton bisa mengetahui siapa saja orang-orang yang terlibat di peristiwa keji ini. Brown ingin keempat wanita ini menjadi pusat perhatian, salah satu caranya ia tuangkan dari sorotan kamera yang semuanya fokus ke Annick, Jeannette, Peyton dan Mutesi.

Saat muncul karakter selain empat wanita ini, kamera tidak akan menyorot muka karakter tersebut secara penuh. Contohnya seperti saat suaminya Annick memberi suplai makanan ke mereka berempat. Ketika Annick menerima persediaan itu dan melepas rindu dengan sang suami, kamera hanya mengambil bagian tangan suaminya saja.

© Netflix

Sama halnya saat ada pembantaian di luar tempat persembunyian. Kamera dengan cerdik mengambil ekspresi para karakter dengan detail, menunjukkan raut muka ketakutan dan tangisan yang meledak, namun harus mereka tahan agar tidak menimbulkan suara yang keras.

Kepiawaian permainan kamera didukung oleh scoring-nya yang gagah. Lantunan musik di background menjadi unsur pendukung yang harus diacungi jempol. Dengan adegan tegang yang sedikit, skoring di latarnya berhasil membuat ketegangan itu menjadi sesuatu yang dinanti-nanti dan terbayar penuh saat menyaksikannya.

Kesimpulan

© Netflix

Diangkat dari kisah nyata, ‘Trees of Peace’ menjadi film yang sarat akan nilai-nilai kebersamaan sekaligus menawarkan berbagai pelajaran penting bagaimana kita sebagai manusia seharusnya hidup: saling berdampingan dan peduli pada satu sama lain.

Cerita yang kuat sebenarnya bisa lebih mencekam jika adegan yang mengundang ketegangan dimasukkan lebih banyak lagi. Meski begitu, ‘Trees of Peace‘ tidak perlu gusar akan hal tersebut karena permainan kamera yang ditunjukkan sudah cukup baik menambah unsur mencekam di film.

 

Director: Alanna Brown

Cast: Eliane Umuhire, Charmaine Bingwa, Ella Cannon, Bola Koleosho, Tongayi Chirisa

Duration: 97 minutes

Score: 7.0/10

WHERE TO WATCH

The Review

Trees of Peace

7 Score

Empat wanita dari latar belakang dan keyakinan berbeda terjebak dan bersembunyi selama Genosida Terhadap Tutsi di Rwanda. Perjuangan mereka untuk bertahan hidup melawan segala rintangan menyatukan para wanita dalam persaudaraan yang tak terpisahkan.

Review Breakdown

  • Acting 7
  • Cinematography 7
  • Entertain 7
  • Scoring 7
  • Story 7
Exit mobile version