Review The Doorman (2020)

Ruby Rose Jadi Penjaga Pintu Hotel yang Baku Hantam dengan Segerombolan Perampok

“Lihat? Aku salah satu pria tangguh yang bisa menangis.” – Max Stanton (The Doorman).

 

Bila berkaca pada rekam jejak sang aktris, kehadiran Ruby Rose dalam film action memberi jaminan bahwa tontonan ini akan dibaluti oleh aksi wanita badass dengan tekad yang bulat, melumat habis para antagonis film yang biasanya didominasi oleh sekelompok lelaki. Well, ‘The Doorman’ is taking all the chances to hop onto the train.

‘The Doorman’ merupakan film arahan sutradara Ryuhei Kitamura. Pria asal Jepang itu tak hanya membawa Ruby Rose sebagai aktris top, namun ada Jean Reno (‘Godzilla’, ‘Mission: Impossible’, ‘Ronin’) yang ikut andil di proyek ini. 

Penonton Indonesia patut bersyukur karena mendapatkan kesempatan yang lebih mengasyikkan dengan bisa menonton ‘The Doorman’ di layar lebar. Dirilis terlebih dahulu pada Oktober 2020 di berbagai layanan streaming Amerika Serikat, film ini merupakan aksi Ali Gorski (Ruby Rose) menebus dosanya di masa lampau.

Sinopsis

Di Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) untuk Romania, Ali Gorski (Ruby Rose), seorang marinir, ditugaskan untuk menemani Ibu Dubes dan anaknya melakukan perjalanan darat menggunakan mobil. Mereka iring-iringan di dalam konvoi empat mobil, menyusuri jalan demi jalan.

Sesampainya di jalanan sepi dan dipenuhi oleh pepohonan, rombongan Kedubes AS tiba-tiba diserbu oleh sekelompok penjahat bersenjata, menembaki mereka tanpa ampun. Dua mobil dari konvoi tersebut sudah lumpuh terlebih dahulu karena ditembak dengan bazooka. 

Ali pun kelabakan karena harus menjaga Ibu Dubes dan anaknya yang sedang berlindung di dalam mobil. Di tengah kepungan, mobil tersebut ikut ditembak dengan bazooka, ledakannya mementalkan Ali jauh ke tengah pohon. 

© Lionsgate

Film melaju ke beberapa waktu ke depan dan Ali terlihat sudah pulih dari serangan. Ia sekarang sudah kembali ke New York, mencoba membangun kembali hidupnya dengan bekerja sebagai doorman, orang yang bertugas menjaga pintu masuk sebuah gedung. Di gedung itu, ia bekerja dengan lelaki bernama Borz (Aksel Hennie).

Baru beberapa saat ia bekerja, Ali langsung dipertemukan dengan keluarga mendiang kakaknya. Jon Stanton (Rupert Evans) adalah sang suami dan juga mantan Ali di masa lalu. Ketika mereka sedang mencoba membangun kembali hubungan melalui makan malam di malam perayaan Paskah, sekelompok perampok yang dikepalai pria Prancis bernama Victor Dubois (Jean Reno) mengunci seluruh akses gedung untuk merampok sebuah lukisan jadul yang nilainya puluhan juta dolar.

Dengan bekal kemampuan sebagai tentara, Ali mencoba membebaskan Jon dan anak-anaknya dari sekapan para perampok.

Film dimulai lambat

‘The Doorman’ gagal melakukan eksekusi maksimal saat adegan pembuka filmnya. Ibarat sebuah artikel, lead atau paragraf pembuka menjadi penentu apakah bacaan itu akan menarik atau tidak. Adegan konvoi yang diserang tidak mampu membangun excitement yang penuh untuk sebuah pembukaan film ini. 

Ketika film mulai masuk lebih dalam ke cerita, tempo dibuat pelan dengan Ali yang sedang mencari pekerjaan untuk memulai sesuatu yang baru. Ia diberi pekerjaan oleh rekan lamanya, Uncle Pat (Philip Whitchurch), menjadi doorman di apartemen tua. Setelah itu, ‘The Doorman’ masih belum meningkatkan tensinya karena masih bersikukuh untuk menceritakan sisi emosional Ali.

© Lionsgate

Di adegan-adegan awal ini, Ali juga masih mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD) akibat kejadian di Romania. Di dalam taksi yang ia tumpangi, Ali mengerang kesakitan karena mendengar supirnya berbicara bahasa asing. Itu menjadi trigger bagi Ali.

Sebagai tentara yang baru saja pulih dari pengalaman traumatis, ‘The Doorman’ tidak lagi mengungkit hal tersebut menjadi satu faktor yang mempengaruhi Ali di kemudian hari. Seperti tersirat kalau para penulis naskah ingin Ali lepas dari kenangan buruk itu dan masuk ke cerita baru yang melibatkan Jon dan keluarga.

Gagal mengoptimalkan seorang Ruby Rose

Ruby Rose dikenal sepanjang karirnya sebagai wanita tangguh yang siap menghadapi musuh dari berbagai latar belakang. Dari bermain Abigail di ‘Resident Evil: The Final Chapter’ hingga Kate Kane di ‘Batwoman’, Rose tak dapat dipungkiri memiliki segudang pengalaman berkelahi. Sayangnya, ‘The Doorman’ tidak memanfaatkan setumpuk kemampuan Rose secara optimal.

Koreo yang ditampilkan tak begitu menonjol. Ali lebih sering mengandalkan kecerdikannya memanfaatkan barang di sekitar untuk mengalahkan orang yang sedang ia ajak berkelahi. Kemudian, bila Ali dihadapi dengan sekelompok orang, pasti orang-orang ini akan kalah dengan cepat. Padahal, kemungkinan untuk Ali kalah di situ sangat besar.

© Lionsgate

Adegan perkelahian ‘The Doorman’ juga selalu ditampilkan dengan pola yang sama. Pertama, akan ada satu anak buah tumbang saat sedang mengincar Ali di apartemen tersebut. Anak buah berikutnya kemudian dikerahkan lagi oleh bos mereka. Lagi-lagi, ia ikut tumbang juga. 

Semua itu dilakukan berulang-ulang, membuat ‘The Doorman’ hanya seperti film jiplakan dari film lainnya. Sudah puluhan bahkan ratusan film yang memiliki rentetan adegan serupa.

Tidak sampai di situ, pengambilan gambar ketika adegan action juga susah untuk diikuti. Penyuntingannya yang kasar seperti perpindahan dari satu angle ke angle yang lain terasa tidak nyaman, membuat perkelahian di film in semakin buruk.

Jalan cerita relatif mudah diikuti

Tidak perlu takut bingung menonton ‘The Doorman’. Ryuhei Kitamura memastikan bahwa jalan cerita dari film ini akan berjalan secara linier. Tidak ada side story yang akan membuat rumit kisah utamanya. Sepanjang perjalanan, film ini juga sedikit demi sedikit menceritakan sosok asli di balik Ali.

Anehnya, hubungan Ali dengan Jon tidak banyak di-explore. Sedangkan yang menggerakan motif Ali menyelamatkan mereka adalah ingin mulai merakit kembali hubungan yang pernah hancur. 

© Lionsgate

Masih menjadi sebuah kejanggalan bahwa ‘The Doorman’ memutuskan untuk tidak menjadikan film ini sebagai kesempatan Ali menebus dosa karena gagal menyelamatkan Ibu Dubes dan anaknya. Kendali setir Ryuhei dibelokkan ke cerita Ali yang reuni dengan orang-orang terdekat.

Ada satu karakter yang menjadi sorotan sepanjang film, yaitu salah satu anak Jon, Max (Julian Feder). Ia berubah dari anak yang sikapnya sembarangan menjadi salah satu karakter pendukung kemenangan Ali. Cukup menyenangkan melihat perubahan anak ini.

Kesimpulan

‘The Doorman’ berhasil menjadi film dengan cerita yang mudah dipahami. Segalanya tertata dengan rapi, seperti urutan abjad A sampai Z. Hal itu yang juga menjadi kelemahannya. Film terasa bosan dan terkesan begitu saja. Sudah banyak film di luar sana yang memiliki alur serupa. 

Sejatinya, jika PTSD yang dialami Ali dikulik lebih dalam, ‘The Doorman’ tentu akan memiliki cerita yang lebih kompleks, menarik, dan menggugah penonton untuk menyelesaikan film ini.

 

Director: Ryuhei Kitamura

Cast: Ruby Rose, Jean Reno, Aksel Hennie, Rupert Evans, Julian Feder, Louis Mandylor, Dan Southworth, Hideaki Itô, David Sakurai, Kila Lord Cassidy

Duration: 97 minutes

Score: 5.0/10

WHERE TO WATCH

The Review

The Doorman

5 Score

Ali (Ruby Rose) adalah mantan Marinir yang bekerja menjadi penjaga pintu di sebuah gedung mewah di kota New York. Dia dihadapkan pada situasi yang mengancam nyawanya saat sekelompok pencuri profesional kejam datang untuk mencuri benda seni yang ada di dalam gedung.

Review Breakdown

  • Acting 5
  • Cinematography 4
  • Entertain 6
  • Scoring 5
  • Story 5
Exit mobile version