Review Antlers (2022)

Usaha Melawan Legenda Menakutkan Pemangsa Manusia

“Dia akan datang padaku, dia membutuhkanku.” – Lucas (Antlers)

 

Minggu ini, tanpa banyak promosi, sebuah film horor Hollywood hadir di layar lebar Indonesia. Film yang berjudul ‘Antlers’ ini sebenarnya direncanakan akan rilis pada April 2020 lalu, namun gagal karena pandemi COVID-19 sudah merebak luas ke seantero negara di dunia.

Cineverse sendiri sebenarnya sudah lama memantau film ini, pertama karena melihat nama sineas besar di belakangnya, dan kedua, trailernya pun membuat kita penasaran untuk segera melihat film ini.

Dua nama besar yang bertindak sebagai produser di film ini adalah Guillermo del Toro, dan David S. Goyer. Untuk del Toro sendiri rasanya tak perlu diceritakan panjang lebar lagi, karirnya yang cemerlang mulai dikenal sejak ia menyutradarai ‘Pan’s Labyrinth’ pada tahun 2006, dan duology film ‘Hellboy’ di tahun 2004 dan 2008.

Terakhir ia meraih Piala Oscar untuk ‘Shape of Water’ di tahun 2017 dalam kategori sutradara terbaik dan film terbaik. Film terakhirnya, ‘Nightmare Alley’ kini sedang diputar di Indonesia, dan meraih respons positif saat pemutaran perdana di beberapa negara.

Sebagai pembuat naskah ternama di Hollywood, nama David S. Goyer tak bisa dipisahkan dari beberapa film superhero terkenal, seperti ‘The Blade’ Trilogy (1998-2004), ‘Dark Knight’ Trilogy (2005-2012), ‘Man of Steel’ (2013) dan ‘Batman v Superman: Dawn of Justice’ (2016).

Goyer sendiri sempat menjadi partner del Toro dalam film ‘Blade 2’, di mana del Toro menjadi sutradaranya dan Goyer menjadi penulis naskahnya.

Di bangku sutradara, ada satu nama terkenal lainnya, yaitu Scott Cooper. Namanya mungkin tidak dikenal luas di Indonesia, namun sutradara yang memulai karirnya sebagai aktor ini, dikenal sejak ia menyutradarai ‘Crazy Heart’ (2009), ‘Out of the Furnace’ (2013), ‘Black Mass’ (2015) dan ‘Hostiles’ (2017). Namun, ‘Antlers’ merupakan film pertamanya bergenre horor yang ia garap.

Sinopsis

Beralih ke narasinya, ‘Antlers’ sebenarnya tak terlalu rumit dicerna. Film ini dialihwahanakan dari cerita pendek Nick Antosca, yang juga ikut menulis naskah film ini bersama Henry Chaisson, dan Scott Cooper.

Film dimulai di sebuah kota kecil Cispus Falls di Oregon, Amerika Serikat. Tampak Frank Weaver yang sedang menjalankan operasi sabu-sabunya di sebuah tambang yang tak terpakai, tiba-tiba diserang oleh makhluk yang tak terlihat.

Anaknya, Aiden yang menunggu di mobil, juga diserang saat menyusul ayahnya. Mereka berdua selamat, tetapi kondisi mereka kian memburuk. Frank lalu membuat kamar tetap terkunci, dan mengatakan kepada Lucas, anak tertuanya yang berusia 12 tahun, untuk tetap mengunci mereka di dalam apapun yang terjadi.

Tiga minggu kemudian, Lucas berkeliling kota, membunuhi sejumlah hewan kecil sebelum membawanya pulang. Namun, Lucas menunjukkan keanehan saat ia sedang mengikuti pelajaran di sekolah. Gurunya, Julia Meadows (Keri Russell), terkejut dengan perilakunya yang aneh dan gambar-gambarnya sangat gelap dan menyeramkan.

Julia mulai berusaha menjalin ikatan dengan Lucas, dan berusaha membantunya lebih dekat lagi. Julia mencurigai sesuatu dan menduga kalau permasalahan utama Lucas ada di keluarganya, hal itu didorong oleh masa lalunya yang mengalami pelecehan seksual saat remaja di tangan ayahnya yang alkoholik.

© Searchlight Pictures

Sejak ayahnya bunuh diri baru-baru ini, Julia kembali ke Cispus Falls untuk tinggal bersama saudara laki-lakinya Paul (Jesse Plemons), yang juga merupakan sheriff setempat. Paul bahkan masih merasa bersalah karena meninggalkan Julia ketika ia masih muda.

Suatu hari, Julia nekat mendatangi rumah Lucas, dan mendengar suara-suara aneh. Sementara itu sisa-sisa tubuh teman Frank mulai ditemukan di hutan oleh Paul bersama mantan sheriff yang dahulu pernah bertugas di kota tersebut, Warren (Graham Greene).

Julia lantas menyarankan kepala sekolah, Ellen (Amy Madigan) untuk mengunjungi rumah tersebut. Di rumah tersebut ia menemukan ruangan tempat Frank dan Aiden dikurung, dan ia memberanikan diri masuk ke ruangan itu. Namun, dari dalam kegelapan, Frank membunuh Ellen, dan seketika itu pula keluar tanduk dari dalam tubuhnya, dan berubah menjadi makhluk buas yang menyeramkan.

Makhluk tersebut kemudian diidentifikasi Warren sebagai Wendigo, makhluk legendaris Algonquin yang muncul sebagai roh kanibal rakus dan melompat dari orang ke orang. Makhluk itu hanya bisa terbunuh ketika sedang makan. Sekarang tinggal mencari waktu kapan Julia bersama Paul bisa membunuh makhluk itu, dan bebas dari roh tersebut.

Akting yang terbilang baik, walaupun naskah dan karakternya dirasa kurang

‘Antlers’ memang berjalan lambat dari awal dimulai, namun dengan gaya seperti ini, kita diajak mengenali satu per satu karakter utamanya. Kekuatan akting dari aktris senior Keri Russell sangat mendominasi film, dan interaksinya dengan Jeremy T. Thomas yang berperan sebagai Lucas, terlihat bisa menyatu dengan naskahnya yang sangat gelap dan suram.

Walau aktingnya sangat baik, amat disayangkan karena ‘Antlers’ yang kalau dilihat masuk ke subgenre elevated horror yang sedang tren akhir-akhir ini, naskahnya tak begitu baik dalam menarasikan film yang sebenarnya potensial untuk menjadi film horor terbaik.

© Searchlight Pictures

Terlebih ada dua karakter yang seharusnya bisa dikembangkan lagi, seperti Warren atau Ellen misalnya. ‘Antlers’ terkesan hanya memfokuskan dirinya pada karakter Lucas dan Julia saja, sedangkan kehadiran Paul yang notabene semestinya punya peran lebih, malah tidak terlalu berpengaruh secara signifikan.

Atmosfer gelap dan mencekam ditampilkan dengan brilian

Beralih ke faktor teknis lainnya di mana ‘Antlers’ sangat unggul. Sinematografi film yang digarap Florian Hoffmeister memang brilian. Secara cakap, sejumlah shot yang dihadirkan Hoffmeister di sudut-sudut kota sejak awal film dimulai, memang mencengangkan.

Visualisasi dengan tone gelap memunculkan aura dingin mencekam, terlebih nuansa di rumah Lucas. Apa yang dihadirkan di ‘Antlers’ sangat efektif menghadirkan atmosfer ngeri dan seram yang begitu nyata, tak perlu jumpscares, apalagi skoring berlebihan. Mirip dengan apa yang Hoffmeister tampilkan di serial ‘The Terror’ (2018).

© Searchlight Pictures

Untuk skoring pun, ‘Antlers’ terasa minim, tak nampak usaha untuk menambahkan skoring, karena tanpa elemen itupun film ini mampu berbicara banyak lewat visualisasi yang ditampilkannya.

Penampakan Wendigo yang tak pernah tampil utuh dan jelas

Sekarang kita ke faktor terpenting dari film ini, yaitu makhluk Wendigo yang menjadi sumber kekacauan di kota tersebut. Tampilannya memang tak secara utuh ditampilkan, kadang sekelebat, kadang muncul di kegelapan, namun jelang konklusi, sosok tersebut terekspos jelas hanya lewat nyala lampu senter yang diarahkan ke makhluk tersebut.

© Searchlight Pictures

Secara konsisten, Scott Cooper mampu menghadirkan nuansa gelap yang dihadirkannya, tak hanya lewat film secara keseluruhan, namun hingga penampakan Wendigo.

Makhluk dengan tinggi lebih dari dua meter, dengan tanduk seperti rusa, dan mampu membunuh beruang ini memang teramat kuat. Namun, final battle-nya dengan Julia terasa sangat tidak masuk akal, dan membuat kejanggalan tersendiri buat kita yang telah menontonnya.

Kesimpulan

‘Antlers’ mampu menghadirkan visualisasi apik dengan atmosfer gelap dan mencekam di sepanjang film diputar, tanpa jumpscares berlebihan dan terasa alami. Kekuatan akting Keri Russell dan Jeremy T. Thomas sangat menghidupkan film ini, terlebih dengan mengangkat urban legend Wendigo yang termasuk populer di beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan Kanada.

© Searchlight Pictures

Kekurangan film ini tak terlalu banyak, seperti pengembangan karakter yang dirasa kurang, naskah yang terlalu monoton, dan alur yang lambat, untuk beberapa orang yang menonton, pastinya akan terasa membosankan. Tentunya film ini bisa masuk rekomendasi kita kalau ingin melihat suguhan horor berkualitas tanpa jumpscares berlebihan.

 

Director: Scott Cooper

Cast: Keri Russell, Jesse Plemons, Jeremy T. Thomas, Graham Greene, Scott Haze, Rory Cochrane, Amy Madigan

Duration: 99 Minutes

Score: 6.3/10

WHERE TO WATCH

The Review

Antlers

6.3 Score

Di sebuah kota terpencil di Oregon, seorang guru sekolah menengah (Keri Russell) dan saudara lelakinya yang juga sheriff (Jesse Plemons) menjadi terlibat dalam kehidupan salah satu muridnya yang misterius (Jeremy T. Thomas) dengan rahasia gelap yang akan membawa mereka pada perjumpaan dengan sosok makhluk leluhur legendaris yang menakutkan.

Review Breakdown

  • Acting 7
  • Cinematography 7.5
  • Entertain 6
  • Scoring 5
  • Story 6
Exit mobile version