Review Barbie (2023)

Mengupas feminisme dalam dunia mainan yang berwarna dan cerita yang menghibur

“I wanna be part of the people that make meaning, not the thing that’s made. I wanna do the imagining, I don’t wanna be the idea,” – Barbie.

Boneka Barbie telah menjadi simbol budaya yang populer selama beberapa dekade. Dengan beragam koleksi dan desain yang berbeda-beda, Barbie memberikan inspirasi kepada anak-anak dan orang dewasa untuk berimajinasi dan mewujudkan impian mereka.

Selain sebagai boneka, Barbie juga telah diadaptasi dalam beberapa film televisi dan animasi yang dapat ditonton melalui platform streaming. Kali ini, Barbie hadir dalam format live-action dan ditayangkan di bioskop!

Film Barbie telah menyambut antusiasme yang besar dari para penggemar film dan penggemar bonekanya. Promosi film ini juga tidak main-main, dengan pop-up store, acara khusus, dan instalasi yang memenuhi jalanan dan media sosial dengan warna-warna yang khas.

Disutradarai oleh Greta Gerwig yang telah mengarahkan film-film terkenal seperti Little Women dan Lady Bird, berikut review Barbie.

Sinopsis

© Warner Bros. Studio

Tinggal di Barbie Land berarti menjadi makhluk yang sempurna di tempat yang sempurna. Barbie, boneka sempurna di dunia yang sempurna mengalami sebuah kejadian aneh yang membuatnya memiliki krisis eksistensial dan mempertanyakan tentang kematian.

Setelah dia menunjukkan keraguan dan kekhawatirannya kepada teman-temannya, kakinya menjadi datar dan bukan posisi Barbie normal di mana mereka selalu siap mengenakan sepatu hak yang modis.

Perubahan itu membuat semua orang di sekitarnya memandangnya seolah-olah dia tidak normal. Oleh karena  itu, dia memutuskan untuk meninggalkan Barbie Land dan pergi ke dunia nyata untuk menemukan apa yang salah dengannya.

Selama petualangannya di dunia manusia, Barbie akan belajar bahwa dunia nyata sangat berbanding terbalik dengan ide dan gagasannya tentang dunianya.

Barbie alami krisis eksistensial

© Warner Bros. Studio

Film dimulai dengan adegan parodi dari film 2001: A Space Odyssey, dan kemudian memperkenalkan kami kepada Barbie Land, sebuah dunia di mana Barbie hidup dalam kesempurnaan.

Margot Robbie berperan sebagai Barbie Stereotip. Seperti yang dijelaskan oleh karakter utama, “Saya adalah Barbie yang dipikirkan semua orang ketika mereka memikirkan Barbie.”

Semua berjalan dengan sempurna, hingga suatu hari, Barbie memiliki pemikiran yang aneh dan tak pernah terpikirkan oleh sebuah boneka, yaitu tentang kematian. Hal ini membuat Barbie lain yang mendengarnya bingung, termasuk dirinya sendiri.

Setelah itu, hari-harinya menjadi aneh. Ia bangun tidur dengan napas tidak sedap, mandi dengan air yang terlalu dingin (walaupun masih tidak ada airnya), roti yang gosong, selulit, dan yang lebih parah lagi, kaki Barbie yang tidak lagi dalam posisi menjinjit seperti biasanya.

Semua Barbie menjadi terkejut dan menganggap Barbie telah mengalami malfungsi dan perlu bertemu dengan Weird Barbie, yang akan menjelaskan apa yang terjadi.

© Warner Bros. Studio

Weird Barbie diperankan oleh Kate McKinnon, salah satu karakter yang mencuri perhatian di antara semua Barbie lainnya. Dinamai sesuai penampilannya yang berbeda, Barbie Kate sangat suka melakukan split. Hal itu terjadi karena dia sering dimainkan dengan kasar.

Ternyata, Barbie memiliki keterhubungan dengan manusia yang memainkannya. Jika manusia tersebut sedang sedih atau mengalami masalah, hal itu akan mempengaruhi cara mereka memperlakukan boneka Barbie.

Dengan bantuan dari Weird Barbie, Barbie melakukan perjalanan ke dunia nyata untuk bertemu dengan manusia yang memainkannya.

Barbie dan feminisme

© Warner Bros. Studio

Boneka Barbie selalu mendapat kritik karena representasi standar kecantikan yang tidak realistis dan berpotensi merusak citra tubuh dan diri.

Tubuh yang sangat proporsional, kulit sempurna, dan fitur wajah yang ideal menjadi gambaran “kecantikan” yang membuat anak-anak dan remaja merasa tertekan untuk mengejar standar yang tidak realistis.

Oleh karena itu Greta Gerwig sebagai sutradara hadir untuk mengubah citra negatif boneka yang mempromosikan toxic beauty standard menjadi sebuah film yang mengungkapkan makna aslinya.

Karya Greta Gerwig mencerminkan nilai-nilai feminis yang kuat. Melalui film-filmnya, Gerwig sering mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan perempuan, termasuk eksplorasi peran gender, kesetaraan, dan pemberdayaan perempuan.

Dalam film Barbie, Gerwig menyentuh banyak tema penting dan masalah sosial yang terjadi, termasuk patriarki, feminisme, dan standar kecantikan yang merugikan serta kesulitan menjadi seorang wanita yang sering diremehkan.

Melalui monolog America Ferrera sebagai Gloria, yang menjelaskan kekhawatirannya sebagai wanita yang tidak pernah bisa menjadi apa yang mereka inginkan, film ini menyampaikan pesan kuat tentang perjuangan perempuan dalam mengatasi ekspektasi dan standar yang tidak realistis.

Ken dan toxic masculinity

© Warner Bros. Studio

Selain mengangkat isu pemberdayaan perempuan, Gerwig juga tidak melupakan karakter yang selalu ada bersama Barbie, yaitu Ken (Ryan Gosling).

Lewat peran Ken, Gerwig ingin menunjukkan bahwa maskulinitas yang toksik tidak pernah punya tempat di dunia ini (maupun dunia Barbie).

Ia mencoba menghancurkan stereotip tentang bagaimana seorang pria seharusnya, seperti memakai warna pink atau warna cerah, menunjukkan emosi dan kelemahan mereka, dan menjalin persahabatan erat antara sesama pria.

Selain itu, tentu saja ada faktor patriarki dan bagaimana selama ini dunia yang didominasi oleh pria ini memandang wanita, termasuk di Barbie Land yang disinggung Gerwig

Meskipun film ini menyampaikan pesan feminis yang kuat, para pria yang ingin menontonnya tidak perlu merasa tidak nyaman. Pesan-pesannya disampaikan dengan humor yang mengajak kita untuk merenung, namun tetap dalam suasana yang menyenangkan.

Jadi, tidak ada ruang bagi sikap toxic masculinity atau kebencian terhadap pria (misandri) dalam film ini. Semua orang berkumpul dengan antusias untuk menyaksikan petualangan Boneka Barbie, Ken, dan kehidupan di Barbie Land.

Kostum dan desain produksi yang menawan

© Warner Bros. Studio

Selain berbicara tentang karakternya, tentu saja yang paling penting dalam film ini adalah bagaimana tim produksi menciptakan dunia fiksi Barbie.

Nyatanya, desain produksi dibentuk sedemikian brilian. Dengan warna-warna pastel menghujani Barbie Land, mulai dari Dreamhouse, pantai, kostum, bahkan interior kecil dipersembahkan dengan begitu menarik.

Semua ini berhasil menciptakan dunia Barbie yang ajaib dan penuh kegembiraan, menghadirkan keceriaan yang begitu memikat bagi para penonton.

Kesimpulan

Barbie boleh saja berisi dengan warna cerah, suasana ceria, dan bercerita tentang boneka yang identik dengan mainan anak-anak. Tapi, tidak untuk plotnya. Salah jika kamu mengira bahwa film Barbie hanya tentang itu saja.

Film ini menyentil isu-isu penting di masyarakat seperti patriarki, feminisme, standar kecantikan, toxic masculinity dan bagaimana menjadi manusia. 

Filmnya sarat pesan dan makna tentang bagaimana kita menjalani kehidupan sebagai manusia dan bagaimana kita melihat dunia.

Namun, semua itu tentu saja dibungkus dengan cara yang menghibur. Komedi lucu dengan satire dan referensi ke sana-sini, serta soundtrack, dance koreography, dan produksi desain melengkapi film ini. 

 

Director: Greta Gerwig

Cast: Margot Robbie, Ryan Gosling, Simu Liu, America Ferrera, Kate McKinnon, Issa Rae, Rhea Perlman, Will Ferrell

Duration: 114 minutes

Score: 8.6/10

WHERE TO WATCH

The Review

Barbie

8.6 Score

Barbie mengalami sebuah kejadian aneh yang membuatnya memiliki krisis eksistensial dan mempertanyakan tentang kematian. Selain krisis eksistensial, film ini menyentil isu-isu penting di masyarakat seperti patriarki, feminisme, standar kecantikan, dan toxic masculinity. Filmnya sarat akan pesan dan makna tentang bagaimana kita menjalani kehidupan sebagai manusia dan bagaimana kita melihat dunia.

Review Breakdown

  • Acting 9
  • Cinematography 8
  • Entertain 10
  • Scoring 8
  • Story 8
Exit mobile version