Mengenal Siapa Trah Angkara yang Ada di Sewu Dino

Perang santet ini dimulai akibat perebutan kekuasaan dua keluarga besar dalam Trah Pitu

ranjat kembang ed

© Simpleman

Keluarga Atmojo yang juga dikenal sebagai Trah Angkara, menjadi fokus utama cerita dalam Sewu Dino. Keluarga terpandang ini kaya raya dan terkenal sebagai keluarga sukses dalam berbagai bisnis dan yang menjadi bisnis utama dari keluarga ini adalah bisnis kuliner.

Jaringan restoran yang dimiliki oleh keluarga ini tersebar dari ujung Pulau Jawa bagian barat sampai ke timur. Keluarga Atmojo sendiri merupakan bagian dari persekutuan yang disebut sebagai “Trah Pitu” atau tujuh keluarga.

Persekutuan tujuh keluarga besar dan terpandang yang ada di Jawa Timur yang mengabdi kepada junjungan mereka yang hanya dikenal dengan sebutan sang Ratu. Dalam kisah Sewu Dino setelah santet tersebut dikirimkan oleh musuh keluarga Atmojo dan nyaris menewaskan semua keturunannya kecuali hanya satu yang tersisa yaitu Dela Atmojo. Dela yang tadinya adalah gadis muda cantik setelah terkena santet ini berubah menjadi sosok mengerikan dengan tubuh yang penuh nanah dan borok serta selalu mengeluarkan bau busuk.

Dia diasingkan dari keramaian dan tinggal dalam gubuk kayu yang benar-benar dibangun di tengah hutan. Dela selalu tidur dalam keranda mayat unttuk menjaganya agar tetap tenang dan terkendali dan di dalam cerita selanjutnya untuk menjaga dan mengurus Dela di dalam gubuk tersebut, ia selalu dijaga oleh tiga orang pembantu rumah tangga bernama Dini, Erna dan Sri Rahayu. Mereka bertiga bertugas merawat, memandikan dan memenuhi kebutuhan keseharian Dela.

Sri Rahayu-lah dalam kisah kelam ini yang menjadi karakter utamanya, dia digambarkan sebagai seorang gadis desa biasa dan hanya tamat sekolah dasar yang mengharapkan pekerjaan layak. Meski hanya sebagai seorang gadis desa yang lugu, Sri juga digambarkan sebagai seorang yang cukup cerdas, pemberani dan mempunyai keingintahuan yang tinggi.

Pemimpin dari keluarga ini bernama Karsa Atmojo, seorang perempuan sepuh yang anggun namun berwibawa. Nama Atmojo sendiri kemungkinan diambil dari nama bunga (bunga Atmojoyono) dan sekaligus juga bisa berarti nama gelar yang cukup kuno di tanah Jawa. Di setiap 7 keluarga yang tergabung dalam Trah Pitu, mereka masing-masing memiliki perewangan atau terkadang disebut ingon-ingon atau dalam bahasa Indonesia artinya, peliharaan.

Maksud peliharaan disini adalah peliharaan makhluk gaib yang memilki kesaktian atau kekuatan besar. Bentuknya bisa bermacam-macam tapi yang jelas dan pasti  semuanya adalah jelmaan dari iblis. Mereka berfungsi sebagai penjaga dan juga sekaligus penjagal, tugas mereka adalah untuk menjaga dan melindungi keluarga yang menjadi junjungan mereka terutama dari segala serangan yang berbentuk gaib dan sekaligus bisa menjadi algojo gaib yang dikirim untuk membinasakan musuh-musuh keluarga tempat mereka mengabdi.

Keluarga Atmojo sendiri memiliki dua ingon, yang berupa pasangan jin suami istri, yaitu Sengarturih yang dijuluki ratu dari alas Kolojiwo. Nama Sengarturih sendiri artinya adalah penyakit hitam yang perlahan-lahan menggerogoti nyawa. Sedangkan balak atau pasangan dari Sengarturih bernama Bonorogo, yang mendapat julukan sang abdi Angkoro Nyowo.

Sengarturih digambarkan sebagai seorang perempuan berambut panjang yang seringnya tampil dengan mulut menganga lebar, tangannya panjang yang  terkadang saking panjangnya sampai nyaris menyentuh tanah. Bergaun putih pucat dan tidak memiliki kaki. Bonorogo sendiri digambarkan sebagai makhluk tinggi dengan badan bongsor berbulu hitam dengan tanduk panjang yang menjulang seperti layaknya hewan kerbau.

Meski Keluarga Kuncoro dianggap sebagai pemimpin dalam Trah Pitu, keluarga Atmojo-lah yang secara de facto dianggap sebagai keluarga yang memiliki kekuatan dan pengikut yang cukup besar. Dalam kedudukannya sebagai Trah Angkara, keluarga Atmojo membawahi 19 keluarga lainnya yang bersumpah setia kepada kepala keluarga Atmojo.

Trah Angkara-lah yang lebih dulu memulai peperangan melalui santet dengan menyerang lebih dulu keluarga Kuncoro lewat santet Janur Ireng. Hal itu disebabkan karena kesombongan Arjo Kuncoro, kepala dari keluarga Kuncoro yang sesumbar akan menghabisi enam keluarganya lainnya untuk mendapatkan kejayaan dan kekuasaan sepenuhnya.

Terlebih keluarga Kuncoro membuat keluarga Menur Arya (salah satu keluarga yang mengabdi pada keluarga Atmojo) untuk berkhianat dan setelah tugas yang diberikan kepada mereka selesai, Arjo Kuncoro menghabisi semua keluarga tersebut dan pada akhirnya menimbulkan kemarahan keluarga Atmojo sehingga mengirimkan santet tersebut.

Exit mobile version