“This is the other world in our world. It’s not dust to dust, that’s for sure. It’s water to water.” – Daniel Flinders.
Salah satu film yang akan melakukan debut openingnya saat Europe on Screen 2018 ini memang terasa istimewa. Film yang disutradarai oleh sutradara kondang asal Jerman, Wim Wenders (Wings of Desire; Paris,Texas) ini menyatukan dua bintang ternama yang sedang naik daun akhir-akhir ini, Alicia Vikander dan James McAvoy, yang dalam film ini terlibat dalam kisah percintaan jarak jauh disamping harus menekuni dunianya masing-masing.
Danielle Flinders (Alicia Vikander), seorang ilmuwan yang mempelajari kehidupan laut beserta asal usulnya bertemu dengan James More (James McAvoy) seorang mata-mata SAS Inggris yang menyamar menjadi insinyur yang membuat sistim pengolahan air bersih di Nairobi, Kenya. Pertemuan mereka di sebuah hotel di Normandy, Prancis ternyata menumbuhkan bibit-bibit cinta diantara mereka. Kesamaan visi mereka yakni tentang air membuat pertemuan yang tidak disengaja itu berjalan intens selama empat hari mereka menginap disitu.
Sampai suatu ketika mereka harus berpisah berjauhan karena James kembali akan masuk menyamar ke Somalia dan Danielle kembali menyelami pekerjaannya sebagai peneliti di kedalaman lautan. Yang tak disangka-sangka, James ternyata tertangkap oleh sel teroris Al Qaeda setibanya di Somalia dan disiksa habis-habisan, di sisi lain, Danielle berhasil menembus laut dalam dengan menggunakan kapal selam mini. Terus mencoba berkomunikasi, namun Danielle tak mendapat jawaban apapun dari telepon genggamnya. Sampai suatu ketika sebuah momen pencerahan menjelang akhir film menjawab segala dilematika yang akan menjawab segala pertanyaan tentang perjalanan cinta mereka.
Wim Wenders yang sampai saat ini masih aktif dalam menggarap film, mengangkat Submergence dari novel karya JM Ledgard dengan judul yang sama. Penafsiran kedua insan manusia dalam jukstaposisi, digambarkan dengan sangat melankolis dan abstrak dengan perpindahan yang sangat mulus dari satu frame ke frame yang lain dengan sangat indahnya. Terutama saat James dipenjara dan disiksa, sementara frame lain menggambarkan Danielle sedang menjelajahi kedalaman lautan Atlantik. Ungkapan dari dialog antar mereka yang sangat filosofis, kerinduan James yang teramat sangat akan Danielle diinterpretasikan Wim seolah-olah James mengalami fase transenden yang membuatnya kuat dalam menjalani siksaan yang ia alami di tempat itu.
Penggunaan flashback akan momen intimasi mereka di hotel itu menjadi penguat cerita, dengan sinematografi yang terfokus pada sisi fisik James dan Danielle, saling mencumbu dengan detil kulit dan muka mereka yang tersenyum satu sama lain, dengan muka berseri-seri ditonjolkan dalam momen dimana James merasa dalam posisi lemah tak berdaya dalam kegelapan. Penggunaan warna terang yang kaya warna disini untuk menggambarkan momen keindahan dan kesenangan diantara mereka, berpadu kontras dengan warna gelap silih berganti mewarnai adegan James dan Danielle saat sedang dilanda kegundahan.
Sosok Alicia Vikander di film ini memang anggun seperti halnya dia bermain dalam film-film lain seperti Danish Girl (2015) atau The Light Between Oceans (2016), namun hal sebaliknya ditunjukkan oleh James McAvoy yang tampil sebagai agen kali ini, dengan menjaga fisiknya yang prima serta pola makan yang diatur secara ketat. Agak berbeda dari perannya selama ini, dan memang film ini tidak memainkan perannya dalam genre action, namun lebih kepada hubungan antar dua manusia yang terpisahkan satu sama lain. Mengingatkan kita akan gambaran sempurna dari The English Patient (1996) karya Anthony Minghella dengan segala keepikannya, namun Wenders bisa memvisualisasi ulang romansa ala epik masa lalu dengan keindahan sederhana lewat lompatan-lompatan gambar yang emosional mengalun indah layaknya puisi yang dibuat oleh Benoit Debie (Enter the Void, Irreversible).
Dibalik itu semua, film ini mempunyai kelemahan mendasar yakni lemahnya cerita dan eksekusi akhir yang terbilang tanggung dan hal itu merupakan tipikal film-film Art House yang mengedepankan unsur visual ketimbang cerita. Namun, itu semua akan tertutupi oleh pesona scene by scene dari Wenders yang sangat indah hingga akhir.
Untuk Chillers yang penasaran, film ini akan diputar perdana di Indonesia lewat Europe on Screen 2018 di IFI Thamrin tanggal 7 Mei 2018 nanti. Dapatkan jadwal lengkapnya untuk film-film yang lain di web EoS 2018.
Director: Wim Wenders
Duration: 112 Minutes
Starring: Olivia Vikander, James McAvoy
Score: 6.5/10