“Those who hear the three bells toll accept his invitation. When you hear the first, you must close your eyes. Opening your eyes only once you’ve heard the third.” – Hallie.
Cukup mengejutkan ketika sadar bahwa bulan Agustus ternyata penuh dengan film horor. Setelah Indonesia mengeluarkan film “Kafir” dan “Sebelum Iblis Menjemput”, kemudian Malaysia dengan “Dukun”, kini tiba saatnya Hollywood mengeluarkan “Slender Man”. Film ini terinspirasi dari kejadian-kejadian aneh yang membuat banyak remaja menghilang secara misterius di Amerika Serikat. ‘Slender Man’ bercerita tentang persahabatan empat orang gadis yaitu Hal (Julia Goldani Telles), Chloe (Jaz Sinclair), Zoey (Annalise Basso) dan Wren (Joey King) di Massachusetts, Amerika Serikat. Persahabatan mereka yang erat dan kompak sedikit terganggu ketika mereka memutuskan untuk mengisi waktu senggang dengan menonton video. Video ini bukan sembarang video belaka, karena katanya video ini berisi ritual yang dapat memanggil Slender Man, semacam makhluk yang gosipnya berada di balik hilangnya kasus banyak remaja. Video tersebut berhasil mereka tonton sampai habis. Mereka tidak tahu bahwa efek dari menonton video itu membuat salah satu dari mereka terkena pengaruh negatifnya. Beberapa hari setelahnya, orang yang dimaksud menghilang.
Cerita dari film ini sesungguhnya disajikan secara ala kadarnya, namun dalam prosesnya agak diperumit, dengan cara menampilkan empat orang sebagai mangsanya agar teror bisa menjalar. Terlihat kalau film ini sepertinya belum mempunyai materi yang cukup untuk membuat mitos Slender Man menjadi sesuatu yang menarik, di mana terdapat bagian-bagian tertentu yang berhasil membuat kisahnya menjadi lebih dalam. Lebih dari sekedar film horor yang hanya menampilkan para teenager’s yang penasaran. Premis filmnya pun walaupun menyajikan misteri, namun hingga pertengahan belum cukup meyakinkan dalam mengajak penonton untuk ikut masuk ke dalam cerita yang disajikan. Come on, jika para gadis ini memang muak dengan kehidupan sekarang, masa menonton video tidak jelas dipilih sebagai jalan keluar? Klise banget, sehingga kita akan berkata, “Ya udahlah, tinggal tungguin aja kalau begini. Habis ini juga pasti mereka semua bakal nonton videonya dan satu demi satu akan dihantui”. Terbaca blas!
Okelah kalau memang sudah terbaca dari awal. Setidaknya film memberikan kemewahan di dalam ceritanya yang membuat teror ini memiliki sesuatu yang lebih. Harapannya sih begitu, dan sebetulnya mereka pun menampilkannya. Sayang, hal-hal seperti ini pada akhirnya terbengkalai juga. Untuk apa Hal dan teman-temannya yang tersisa susah payah masuk ke dalam hutan sambil membawa benda-benda yang katanya adalah benda yang paling mereka cintai jika itu tidak memiliki banyak arti? Lebih baik mereka mencari siapa yang ada di balik karakter yang tak nampak wujudnya itu. Siapa tahu ia bisa memberi petunjuk.
Sayang, film memutuskan untuk menyelesaikan kisah lewat perjuangan hopeless cewek-cewek ini melawan sang Slender Man itu sendiri. Tapi, yang paling disayangkan ternyata adalah saat film coba memasukkan unsur ilmiah untuk membongkar misteri. Tercatat, mereka sempat menggubris mengenai “Bio-elektrik”. Bagaimana bio-elektrik ini berkaitan dan dapat membuat korban merasakan halusinasi, sampai bunuh diri. Sayang, sekali lagi akhirnya nihil. Setelah menjabarkan teori-teori itu, film tidak membahasnya lagi. Ibarat kata, bio-elektrik dimasukkan agar film kelihatan pintar saja, padahal itu cuma buat gaya. Semua yang berada di luar kasus para remaja dan Slender Man lewat begitu saja. Cuma untuk memenuhi durasi film saja. Korelasinya ada, namun tidak dijahit dengan baik.
Kemudian mengenai unsur horornya. ‘Slender Man’ lebih terlihat seperti film horor Jepang yang populer akhir 90’an, “Ring”, yang sama-sama memanfaatkan rekaman video yang jika ditonton akan membuat orang yang menontonnya berada dalam teror. Selain itu, film juga beberapa kali menampilkan penggambaran supranatural yang menjijikan dan tidak dapat dijelaskan secara ilmiah tentunya. Poin-poin ini bisa membangkitkan rasa ngeri, ditambah dengan penuansaan ketika si Slender Man ingin memunculkan diri. Itu adalah saat-saat terbaik untuk menikmati film ini karena set-up yang dirancang sedemikian rupa (meski tetap saja ada yang tidak masuk akal) mampu menakut-nakuti.
Tapi ketika Slender Man nya sudah muncul, semua menjadi antiklimaks. Animasinya kurang bagus, padahal sudah ditampilkan dalam tone yang gelap. Sosok Slender Man yang memang sudah begitu dari source material-nya tetap dipertahankan. Tanpa ada tambahan yang look scary. Ini membuat look dari evil entity tidak menyeramkan. Melihat penampilan Slender Man kembali menguatkan pendapat bahwa bentuk iblis terbaik adalah yang berwujud seperti manusia, bukan monster. Ketika Slender Man muncul dan tidak menakutkan sama sekali, bisa dibayangkan bagaimana jika ia beraksi saat mangsanya berusaha kabur. Slender Man langsung mengeluarkan sulur-sulurnya yang panjang sekali. Apes, ini tidak menambah keseraman atau tingkat intensitas. Justru sebaliknya, sebuah lelucon besar karena Slender Man jadi terlihat semakin “enggak banget”. Seperti melihat karakter ‘Doctor Octopus’ versi astral. Lebih baik jika Slender Man tetap ditampilkan dalam bentuk bayangan saja dan memanipulasi mangsa-mangsanya.
Joey King, yang memang sudah pernah bermain di film horor remaja menjadi cast yang performanya paling menyita perhatian. Wren adalah gadis yang supel dan ekspresif sehingga dibutuhkan seorang aktris yang mampu menerjemahkan sifat-sifat itu, terutama ketika Wren semakin sadar bahwa ancaman ‘Slender Man’ itu nyata. Anyway, karakter Hal yang diperankan oleh Julia Goldani Telles lebih terlihat kalem. Ia tidak seekspresif Wren dan lebih tenang dalam menyikapi keadaan. Hal di film ini juga ternyata memiliki seorang kekasih yaitu Tom. Jalinan hubungan antara mereka berdua sudah di-tease dari awal, sayangnya diakhiri dengan buruk. Film menampilkan scene ketika mereka berdua sedang berpacaran, namun alih-alih scene tersebut berhasil membuat salah satu kejutan atau menjadi klimaks dari hubungan mereka berdua, semua jadi gagal total akibat sensor. Gambar langsung meloncat ke bagian yang mengejutkan dan itu sangat kontras dengan apa yang dilihat oleh penonton sebelumnya.
Cerita yang kurang menarik, sisipan dari backstory yang tidak ketemu benang merahnya, ending yang kurang tegas, penggambaran sosok main evil yang jatuhnya lucu dan teknik pengambilan gambar yang condong ke shaky. Semua mengakibatkan teror Slender Man belum berhasil kali ini. Film hanya terasa menghibur ketika mereka coba untuk menakut-nakuti para karakternya, which is hal tersebut sudah biasa. Sisanya, tinggal pemeran yang jerit-jerit saja. Penontonnya? Belum tentu.
Director: Sylvain White
Starring: Julia Goldani Telles, Joey King, Jaz Sinclair, Annalise Basso, Alex Fitzalan, Taylor Richardson
Duration: 93 minutes
Score: 5.0/10