“How would you define terrorism? The current definition is, “Any individual or group that uses violence to achieve political goal.” The administration believes that the drug cartels fit that definition.” – James Ridley.
Setelah film pertamanya, Sicario keluar di layar lebar pada tahun 2015 lalu, dan meraih kesuksesan, banyak rasa pesimistis ditujukan ketika sekuelnya kali ini akan dibuat. Dengan arahan sutradara baru, Stefano Sollima (Suburra, Gommorah) yang menggantikan Denis Villeneuve, film ini merupakan kali pertamanya Sollima menggarap sebuah sekuel film Hollywood (dan juga film berbahasa Inggris pertamanya) dengan tingkat kesulitan tinggi.
Walaupun begitu, tidak serta merta film ini kehilangan roh-nya begitu saja. Aksi yang sudah terjalin baik antara Matt Graver (Josh Brolin) dan Allejandro Gillick (Benicio del Toro) di film pertamanya, malah berlangsung lebih intens di sekuelnya kali ini. Unsur dark tetap dipertahankan dalam sekuel ini, meskipun sekarang dipenuhi dengan adegan baku tembak dan ledakan yang berlangsung frontal namun apik di beberapa sekuens.
Musikalitas yang mencekam hingga akhir memang membuat statement tersendiri kalau film ini memang tidak main-main. Hadir dengan permasalahan yang lebih dalam dan kompleks di perbatasan ketimbang film pertamanya, film ini sendiri lebih berbau unsur politis ketimbang mencari akar permasalahan. Kesenjangan sosial antara kedua negara secara tidak langsung memicu sejumlah kriminalitas yang mengancam kedaulatan Amerika sendiri.
Kini tanpa kehadiran Emily Blunt di sekuelnya, membuat film ini tetap tampil mengejutkan sejak menit pertama dengan tampilan brutal dan eksplosif. Suguhan premis yang menjanjikan sejak 10 menit pertama akan membuat audiens yang melihat film ini terperangah and portrayed of showed a messy look with a bang and blast!
Aksi jihad dengan bom bunuh diri dengan menyamar menjadi pengungsi gelap di perbatasan Meksiko-US membuat pemerintah Amerika bersiaga penuh, terlebih tak lama itu sebuah bom bunuh diri diledakkan sejumlah orang di sebuah pusat perbelanjaan di Kansas City, Amerika yang menewaskan puluhan orang. Konotasi kata teroris langsung berubah seketika, tatkala aksi teror tersebut langsung mengarah kepada kartel Meksiko. Untuk memerangi aksi tersebut agen federal Matt Graver (Josh Brolin) ditugaskan oleh Menteri Pertahanan, James Riley (Matthew Modine) untuk menumpas aksi kartel tersebut dengan diam-diam tanpa sepengetahuan pemerintah.
Untuk memuluskan aksinya, atasan Matt, Cynthia Foards (Catherine Keener) dan James Riley memberinya akses dana tak terbatas dan semua sumber daya yang dimiliki pemerintah Amerika untuk memerangi aksi teror tersebut.
Matt pun langsung membentuk tim, yang pertama kali dihubungi tentu saja Alejandro Gillick yang saat itu bermukim di Kolombia. Dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya, Matt tak ragu merekrut kembali Alejandro yang di film pertama tampil dingin, misterius sekaligus mematikan tanpa ada rasa takut sedikitpun terhadap semua lawan yang ia hadapi.
Matt berencana mengadu domba dua kartel besar di Mesiko, Matamoros dan Reyes dengan menculik anak dari salah satu pimpinan kartel, Isabel Reyes (Isabela Moner) dengan harapan kedua kubu kartel tersebut akan berseteru. Di lain sisi, cerita bergulir jauh ke sisi rural perbatasan, dimana Miguel (Elijah Rodriguez) tinggal bersama keluarga dan kedua adiknya. Di tengah kegalauan dirinya, Miguel mencari uang dengan cara menjadi kaki tangan penyelundup untuk mengantar imigran gelap dari Meksiko ke Amerika melintasi perbatasan. Dengan pengetahuan dan paspor Amerika yang dimilikinya, tak susah bagi Miguel mengerjakan pekerjaan barunya tersebut dengan iming-iming gaji yang besar.
Kedua cerita ini tetap berjalan beriringan membentuk kisahnya sendiri, dimana Matt dan Alejandro tetap fokus dalam mengejar kartel sementara Miguel berjuang dengan caranya sendiri sampai suatu ketika mobil yang ditumpangi Matt dan Alejandro hampir menabrak Miguel di sebuah tempat parkir.
Pertemuan yang tak disangka-sangka ini nantinya akan merubah ending dari film dan merubah segala yang terjadi diantara keduanya.
Sollima yang sebelumnya pernah sukses membuat film-film Eropa macam ‘A.C.A.B’ dan ‘Suburra’ tentu tak akan kesulitan membuat film dengan genre semacam ini. Walaupun kehilangan sebagian tim inti dengan perubahan sinematografer yang ditinggal Roger Deakins (Blade Runner 2049) dan komposernya Johan Johannsson yang meninggal mendadak Februari silam, namun penggantinya juga tak kalah kelas. Sinematografer kondang langganan Ridley Scott, Darius Wolzki (The Martian, Alien: Covenant) dan Hildur Gudnadottir yang merupakan asisten Johannsson masih dipercaya menggarap film ini, begitupun dengan penulis naskah asli Sicario, Taylor Sheridan (Hell or High Water, Wind River).
Yang menjadi ganjalan dalam film ini adalah malah ide ceritanya yang sama sekali tidak ada benang merah dari film awalnya alias merupakan versi stand-alone yang berdiri sendiri. Tokoh Alejandro dan Isabel disini malah ditonjolkan secara personal. Hubungan emosional antara sang pembunuh dan tawanan malah berlangsung anti-klimaks dengan permasalahan yang coba dipecahkan oleh mereka sendiri. Karakter Miguel yang pada akhirnya kembali muncul di saat akhir, menunjukkan kalau benang merahnya selama ini adalah justru dia dan yang menunjukkan kalau film ini akan dibuat sekuelnya lagi.
Kejutan-kejutan yang ditunjukkan tentunya akan membuat kita penasaran akan film ini. Dan Chillers yang tertarik tentunya sudah bisa menonton film ini di bioskop-bioskop terdekat di kota kamu.
Director: Stefano Sollima
Starring: Benicio del Toro, Josh Brolin, Isabela Moner, Catherine Keener, Jeffrey Donovan, Matthew Modine
Duration: 122 minutes
Score: 7.5/10