Selain film-film legendaris seperti ‘Spirited Away’ dan lainnya, Studio Ghibli masih memiliki banyak karya yang menarik dan patut mendapatkan pengakuannya.
Pencinta film animasi, siapa sih yang tidak tahu dengan Studio Ghibli? Studio Ghibli adalah sebuah studio film animasi Jepang yang berlokasi di Tokyo, Jepang.
Didirikan pada tahun 1985 oleh Hayao Miyasaki dan Isao Takahata, studio ini telah memproduksi film-film animasi paling legendaris dan dicintai sepanjang masa. Beberapa karya-karyanya adalah ‘My Neighbor Totoro’, ‘Howl’s Moving Castle’, dan ‘Princess Mononoke’.
Selain populer, film-film dari studio itu bahkan telah memecahkan rekor dunia, seperti ‘Spirited Away’ yang bahkan mengantongi Golden Bear 2002 dan Academy Award 2003 untuk Fitur Animasi Terbaik.
Film Ghibli dikenal luas di seluruh dunia karena alur cerita dan gaya seni yang indah dan karakter ikonik. Tidak hanya menciptakan dunia menakjubkan yang penuh imajinasi, tetapi mereka juga mengilhami film mereka dengan hubungan emosional yang mendalam yang menghangatkan hati, menyentuh jiwa, dan memberikan pelajaran hidup yang berharga.
Namun, tidak semua film Studio Ghibli mendapat pengakuan sebanyak yang disebutkan di atas. Beberapanya mungkin belum pernah kita saksikan, bahkan kita dengar. Tetapi hal itu tidak membuat film-film ini kurang menakjubkan dari film lainnya. Melansir dari berbagai media, Yuk kenali lebih dalam tentang film-film underrated Ghibli dan alasan untuk menontonnya.
‘My Neighbors the Yamadas’ (1999)
Salah satu karya Ghibli yang sayangnya kurang dikenal adalah ‘My Neighbors The Yamadas’. Studio Ghibli sering dikaitkan dengan hal-hal fantastik dan magis seperti roh-roh dari cerita rakyat tradisional Jepang, penyihir dan api ajaib, atau bahkan ikan yang berubah menjadi gadis kecil. Tapi berbeda untuk yang satu ini.
Jangan bingung dengan judulnya yang mirip ‘My Neighbor Totoro’ ya! ‘My Neighbors the Yamadas’ adalah sebuah film dengan genre Slice of Life yang ringan dan jenaka.
‘My Neighbors the Yamadas’ adalah representasi asli dari dinamika keluarga dalam bentuk sketsa serial yang justru membuatnya lebih menonjol. Narasinya tidak dihias dengan elemen magis, melainkan menawarkan penonton pandangan lucu ke dalam kehidupan orang biasa yang tampaknya membosankan.
Selain komedinya, mereka juga mencakup topik yang lebih berat. Dari kehilangan seorang anak, hingga pergulatan batin dari berbagai hubungan, ‘My Neighbors the Yamadas’ adalah serial yang unik dan menghangatkan hati dengan pentingnya dan kekuatan keluarga.
‘Only Yesterday’ (1991)
Selain ‘My Neighbors Yamadas’, ada lagi nih film Studio Ghibli yang tidak memasukkan unsur magis di dalamnya, yaitu ‘Only Yesterday’. Diadaptasi dari manga Yuko Tone dan Hotaru Okamoto tahun 1982, ceritanya mengkaji kehidupan dari perspektif berbeda.
‘Only Yesterday’ adalah sebuah drama animasi mengikuti Taeko (Miki Imai) yang berusia 27 tahun, yang menghabiskan waktunya selama ini hanya untuk pekerjaannya, dan menolak cinta dan fantasi masa kecil.
Setelah memutuskan untuk melakukan perjalanan ke pedesaan untuk mengunjungi keluarga, Taeko mulai mengenang masa kecilnya di sekolah. Nostalgianya hanya tumbuh ketika dia berhasil mencapai tujuannya dan bertemu kembali dengan kenalan masa kecilnya.
‘Only Yesterday’ sukses besar di box office dan menerima banyak kekaguman dari para kritikus dan penontonnya. Ilustrasi yang indah dari perasaan yang banyak dirasakan orang dewasa terhadap masa kecil mereka berhasil membuat penontonnya bernostalgia.
Film ini juga mengingatkan bahwa berapa pun usia kita, kita masih bisa membuat perubahan dalam hidup kita dan mengejar hal-hal yang benar-benar kita sukai. Film ini tidak hanya indah dalam cerita dan pesannya, tetapi juga memukau secara visual.
‘From Up on Poppy Hill’ (2012)
Berlatar di Yokohama pada tahun 1963, ceritanya mengikuti siswa sekolah menengah yang mati-matian berusaha menyelamatkan clubhouse sekolah menengahnya dari pembongkaran.
Saat mereka semakin dekat satu sama lain, Umi Matsuzaki (Masami Nagasawa) dan Shun Kazama (Junichi Okada) mulai tidak hanya belajar lebih banyak tentang sekolah yang mereka tuju dan kota tempat mereka dibesarkan, tetapi juga mengungkapkan rahasia aneh tentang keluarga keduanya.
Seperti banyak film Ghibli, ‘From Up on Poppy Hill’ merujuk pada perang dan bagaimana hal itu memengaruhi karakter dan dunia tempat mereka tinggal.
Meskipun dibalut dengan animasi yang indah dan sederhana, film ini juga menyelami trauma yang bisa ditinggalkan dari perang, dengan momen-momen horor yang menggugah dan animasi yang indah dari pertempuran itu.
‘Porco Rosso’ (1992)
‘Porco Rosso’ adalah film Ghibli lain yang diadaptasi dari manga dan disutradarai oleh Hayao Miyazaki. Ceritanya mengikuti Marco, prajurit Perang Dunia pertama yang terkena kutukan menjadi babi bernama Porco Rosso, bahasa Italia untuk ‘Babi Merah’.
‘Porco Rosso’ disebut-sebut sebagai “film yang paling diremehkan dari Studio Ghibli” karena plotnya yang tidak ortodoks. Dengan memadukan yang surealis dengan yang nyata, hal ini membuat kombinasi menarik dari tema-tema yang saling terkait.
Film ini lebih dari sekedar cerita yang digambarkannya. Pemandangan, adegan penerbangan, gaya seninya adalah yang terbaik dari film ini.
‘Tales From Earthsea’ (2006)
Berdasarkan novel karya penulis Ursula K. Le Guin, ‘Tales of Earthsea’ adalah kisah fantasi epik raja, naga, ksatria, dan sihir. Film ini mengikuti Pangeran Arren, yang membunuh ayahnya sendiri dan melarikan diri ke bagian lain negara itu sambil diikuti oleh kehadiran yang aneh.
Meskipun berdasarkan sebuah novel, filmnya sangat berbeda dari aslinya. Keindahan sejati film ini terletak pada visual dan audionya. Animasi, karya seni, latar belakang, dan desain karakter film ini sangat memukau, dengan pemandangan yang luas dan adegan pengambilan gambar yang indah.
Soundtrack-nya yang disusun oleh Tamiya Terashima memunculkan perasaan magis dan kemegahan, serta drama dan emosi yang dituntut oleh kisah-kisah epik tersebut.
‘The Tale of Princess Kaguya’ (2013)
‘The Tale of Princess Kaguya’ didasarkan dari dongeng Jepang tentang “pemotong bambu”, di mana seorang pria tua menemukan seorang bayi perempuan di dalam batang bambu. Dalam cerita asli dan film, gadis itu dibawa pulang oleh pria itu dan dibesarkan sebagai putrinya.
Seiring bertambahnya usia, dia tumbuh semakin cantik. Meskipun dia ingin tetap tinggal di desanya, kecantikannya menarik banyak pelamar, dan dia segera dipaksa ke dalam kehidupan mewah dan bangsawan yang tidak dia inginkan.
Yang mencolok dari film ini adalah gaya seninya. Estetika cat air dan arang di film ini sengaja diaplikasikan agar membuat penonton merenungkan karya seni ini dan untuk melihat maknanya lebih dalam.
Film ini memiliki kualitas yang halus, dan diperkuat oleh soundtrack dan cerita yang indah. Tak heran jika film Itu dinominasikan sebagai Fitur Animasi Terbaik di Academy Awards ke-87.
‘Pom Poko’ (1994)
‘Pom Poko’ bercerita ketika klan tanuki, anjing rakun Jepang, terancam oleh pembangunan proyek Real Estate pinggiran kota yang akan dibangun di atas rumah mereka.
Untuk mengusir manusia, makhluk-makhluk kecil itu bersatu mengerahkan kemampuan ilusi untuk membantu mereka berubah bentuk menjadi apa pun yang mereka inginkan, termasuk manusia.
‘Pom Poko’ berpesan tentang kesadaran dan rasa hormat terhadap lingkungan. Membuat penontonnya mengingat alam dan makhluk-makhluknya saat mereka menjalani kehidupan mereka, terutama ketika menyangkut satwa liar yang dulunya tinggal di tempat-tempat yang sekarang dipenuhi oleh kota dan perkembangan modern lainnya.
Film ini masih kental dengan nuansa klasik Studio Ghibli, yang membuatnya menonjol karena desain karakternya yang absurd dan unik.