“I know my daughter, I’m trying to help you find my daughter! – David Kim.
Tidak bisa dipungkiri, seiring berkembangnya zaman, pola kehidupan manusia pun menjadi berubah. Tidak perlu menggunakan teori, salah satu bentuk perubahan ini terlihat jelas dan terasa nyata lewat kecanggihan teknologi. Sekarang kita sudah tidak bisa lagi lepas dari perangkat seperti laptop dan handphone. Tidak hanya untuk berkomunikasi, dua benda itu bahkan bisa menciptakan sebuah dunia sendiri, dan kita terhanyut di dalamnya. Melihat itu, sutradara debutan Aneesh Chaganty menjadikan pemanfaatan alat-alat teknologi sebagai gimmick utama dari film ‘Searching’ ini. Di sepanjang film, layar bioskop akan berubah menjadi layar laptop atau layar handphone. Kemudian desktop akan dipenuhi oleh folder-folder yang berisi petunjuk dari seorang gadis yang hilang entah ke mana.
Film berfokus pada kehidupan sebuah keluarga. Dari awal masa kita akan diperkenalkan kepada satu keluarga kecil dari David Kim (John Cho). Ia dan sang istri yaitu Pam (Sara Sohn) memiliki seorang anak perempuan bernama Margot. Mereka hidup bahagia walaupun Pam ternyata menderita sakit yang dapat mengancam nyawanya di kemudian hari. Mulai dari sini film sudah menunjukkan bagaimana kehangatan yang tercipta di antara keluarga Kim dengan cara mereka sendiri, yaitu lewat penjabaran foto dan video keluarga yang dikumpulkan kemudian disatukan ke dalam folder-folder yang diberi nama. Masa demi masa kemudian dilewati dengan gaya yang efektif dan sangat poignant sehingga penonton bisa langsung menginvestasikan diri. Tidak ada tampilan grafik ala kadarnya, semua langsung masuk ke tampilan yang real, yang dibuat wide memenuhi layar sinema. Film serupa bergenre horor-thriller pernah hadir, Unfriended (2014), dengan tampilan gimmick on-screen yang sama, namun untuk sisi cerita, Searching masih tetap yang terbaik, a truly Hitchcock in a modern time.
Masih di babak yang sama. Dari yang terlihat di layar, penonton juga tidak hanya melihat dari satu sudut pandang saja. Kadang user-nya adalah Pam, kemudian berganti menjadi David lalu berubah lagi ke Margot. Pergantian user yang dinamis membuat kita memahami isi kepala dan perasaan dari masing-masing karakter. Sebuah set-up yang bagus karena berkat arahan yang ada, Searching sukses menancapkan fondasi yang kokoh tanpa menimbulkan kesan klaustrofobik yang biasanya ada di film-film dengan gimmick serupa. Sentralnya adalah emosi dan ini sudah kentara sekali.
Nah, kemudian masuklah ke konflik cerita. Margot yang kini sudah 15 tahun (diperankan oleh Michelle La) tiba-tiba menghilang. Terakhir kali Margot ngobrol sama ayahnya lewat Facetime adalah hari kemarin, di mana Margot bilang dia sedang berada di rumah temannya untuk belajar bersama. Margot berkata kepada David kalau dia akan pulang larut malam tapi ketika David bangun keesokan harinya, sampah di rumah masih belum dibuang dan laptop Margot tertinggal di rumah. Lebih anehnya lagi, Margot tidak masuk kelas dan teman-temannya yang mengajak Margot pergi pun akhirnya tidak pergi bersama Margot. Makin kaget sang ayah ketika tahu bahwa Margot, yang awalnya diketahui mengikuti les piano, membatalkan les tersebut sejak enam bulan yang lalu. Ini membuat semua dugaan David tentang perginya Margot pada hari itu musnah. Apa yang Margot lakukan setelah belajar bersama?
Di sini film menjadi sangat lezat untuk dinikmati. ‘Searching’ adalah sebuah kasus klasik yang dieksekusi secara pelan tapi pasti. Tidak ujug-ujug menunjukkan jati dirinya, Searching akan mempermainkan kita lebih dulu lewat cerita yang tidak monoton. Ini membuat penonton tertarik untuk ikut menebak-nebak, tidak hanya kepada siapa pelakunya tapi juga apa kasus sebenarnya yang sedang dihadapi David. Untuk memunculkan rasa intense dari teka-teki ini, film secara cerdas memanfaatkan gimmick-nya dengan tepat. Di dalam film kita akan menjumpai hal-hal yang familiar di dunia maya, yang ternyata tidak hanya membantu tapi terkadang juga cukup merepotkan David untuk mengumpulkan petunjuk. Layer demi layer kemudian terbuka seiring kita mengikuti usaha David menelusuri Margot di dunia maya. Banyak petunjuk yang bertebaran, jadi jangan sampai kamu melewatkannya sedikit pun.
Lewat editing yang langsung memperbesar objek tertentu yang dianggap penting di layar laptop, kemudian ditambah dengan sedikit musik latar yang menyokong penuansaan, penempatan window yang pas dan kualitas akting yang memikat dari John Cho, kita bisa merasakan emosi yang muncul sembari terkejut melihat misteri yang terungkap. Senang melihat sisi drama ditunjukkan dengan cara yang tidak biasa seperti ini. Kita bisa mengetahui perasaan seseorang lewat cara yang sebetulnya tidak asing, namun sepertinya jarang ditunjukkan, yaitu pesan yang sebetulnya kita ingin kirim namun tidak jadi. Sepertinya ini merupakan hal yang sepele, namun dari sana muncul setidaknya dua hal. Pertama adalah maksud sebenarnya dari sang pengirim pesan. Kedua, maksud yang ingin disampaikan yang pada akhirnya tidak tersampaikan karena sebab-sebab tertentu. Hal kecil macam itulah yang justru menimbulkan percikan konflik. Penonton bisa mengerti standing point dari dua karakter utama, dan value yang memang tidak jauh-jauh dari pentingnya keluarga.
Tantangannya di sini adalah, bagaimana film memecahkan kasus semenarik mereka menciptakannya. Metode yang digunakan menjadi perhatian karena apakah film akan “stick to the rules” dengan tetap menggunakan gimmick andalan atau berani keluar dari zona nyaman. Opsi terakhir muncul karena kalau dilihat-lihat, cukup sulit untuk membayangkan akan seperti apa kisah ini jika ditunjukkan masih dengan gimmick sementara David jelas harus mematikan laptop dan keluar dari rumah untuk melakukan sesuatu yang konkrit. Apakah dia akan jalan-jalan keluar mencari Margot sambil membawa laptop, atau sambil live streaming menggunakan handphone? Tentu tidak. Itu akan sangat konyol.
Maka dari itu, film memanfaatkan amunisi lain yaitu semacam tayangan siaran lokal yang menyiarkan kasus hilangnya Margot di YouTube misalnya. Di satu sisi pendekatan ini membuat Searching tidak kehilangan gimmick-nya, namun di sisi yang lain, kita jadi bingung karena selama film berjalan point of view cerita ditampilkan dari karakter David sehingga penonton yang sudah invest di sana bisa kaget ketika siaran lokal ini tampil. Sekarang kita melihat layar dari point of view siapa sih? Mungkin maksud dari Aneesh menampilkan hal ini adalah ia ingin menempatkan penonton sebagai orang yang sedang mengonsumsi berita lokal tersebut.
Kemudian mengenai cara film mengakhiri kasusnya. Masih menyimpan kejutan, akhir kasus ini ternyata juga tetap tidak seperti yang diduga sebelumnya. Memang, film sempat memunculkan dugaan tersebut, namun nyatanya tidak berakhir demikian, which is good! Anyway, porsi dari karakter Detektif Rosemary Vick yang diperankan oleh Debra Messing berkembang semakin besar. Perannya ditunjukkan semakin vital. Nah, satu hal yang didapat dari investigasi Detektif Vick dan David adalah, meskipun masalah dari film sudah biasa ditampilkan, namun ‘Searching’ mencoba untuk menghasilkan akhir yang lebih terbuka. Cara mereka dalam membuat konklusi memang agak cepat, terlihat dari bagaimana Detektif Vick menutup kasus ini, yang mana memunculkan tanda tanya. Tapi, pada akhirnya film tidak memperlihatkan semua berdasarkan kacamata hitam-putih. Nilai morilnya pun masih dijaga agar tidak keluar dari koridor keluarga.
Debut yang solid bagi Aneesh yang bercita-cita ingin menjadi sutradara sejak melihat foto M. Night Shyamalan pada tahun 1999. Searching adalah sebuah karya yang ambisius lagi unik, kemudian disampaikan dengan tegas dan inventif. Ya, Searching unggul karena tampilan gimmick-nya mengisi hampir keseluruhan durasi film. Namun gimmick tersebut dimanfaatkan secara tepat untuk menyampaikan cerita yang mengalun indahnya. Aneesh bersama dengan co-writer sekaligus produser Sev Ohanian berani mempertanyakan keyakinan para orang tua yang menganggap sudah mengenal anaknya di dunia yang kini semakin bermuka dua. Bisa saja mereka salah duga, dan pada akhirnya menjerumuskan pada satu mimpi buruk kekinian.
Director: Aneesh Chaganty
Starring: John Cho, Debra Messing, Michelle La, Sara Sohn, Alex Jayn Go, Megan Liu, Joseph Lee
Duration: 112 minutes
Score: 8.0/10