“Aku ini dokter bukan tentara bayaran,” – Ke Tong (‘Wolf Pack’)
Film bergenre militer yang berasal dari negara Tirai Bambu memang kian masif sejak Wolf Warrior yang dibintangi Wu Jing dirilis tahun 2015 dan disusul sekuelnya pada tahun 2017 yang bisa dibilang lumayan.
Namun secara kualitas, lucunya film bergenre ini kebanyakan tak mendapat ulasan positif dari kritikus. Hanya segelintir film saja yang menurut penulis, benar-benar berkualitas mumpuni. Sebut saja ‘Operation Mekong’ (2015) dan penerusnya ‘Operation Red Sea’ (2018). Kedua film tadi digarap Dante Lam yang memang piawai di ranah film aksi dan bisa memuaskan para penontonnya dengan garapan spektakuler. Selebihnya bisa dikatakan banyak film yang kualitasnya di bawah rata-rata. Sebut saja ‘Wolves Action 2’ (2021) dan ‘Counterattack’ (2021) yang dibintangi Zhao Wenzhuo. Sekarang bagaimana dengan Wolf Pack, apakah film ini flop atau mempunyai mempunyai kualitas di atas rata-rata?
Sinopsis
Seorang dokter muda yang menjadi volunteer di Mesir, Ke Tong (Li Zhiting), didekati Linda Su (Jiang Luxia) saat menaiki sebuah bus. Linda mengaku sebagai kepala departemen Medical Emergency Assistance (MEA) perusahaan asuransi ML Global, untuk melakukan tugasnya di Gunung Bromo, Jawa, Indonesia, di mana 12 anak terjebak di gunung berapi. Namun, ia keburu diperdaya Linda dan keduanya turun dari bus. Linda kemudian membuang tas milik Ke Tong ke sungai deras di bawah jembatan, dan dibawanya Ke Tong naik helikoper. Di dalam helikopter ia bertemu rekan seperjalanan yang belum pernah ia temui, tak lama Ke Tong pun dibius.
Setelah terbangun, ia sudah berada di sebuah tempat asing, dan dipaksanya untuk mengoperasi seseorang yang sedang terluka. Ke Tong baru mengetahui kalau yang menculiknya adalah sekelompok enam tentara bayaran Tiongkok yang menyebut diri mereka Beiwei. Beiwei dipimpin oleh Guan Zhiyang, alias Diaochan (Zhang Jin), dan “Linda Su” adalah salah satu anak buah Diaochan yang dijuluki Monstrosity. Ke Tong tidak berhasil melarikan diri dan kemudian dibujuk Guan Zhiyang untuk tinggal bersama mereka untuk misi berikutnya, yaitu untuk menemukan pemberontak dan menyerahkannya kepada pemerintah Cooley. Namun, misi tersebut gagal dan kelompok tersebut terpaksa mundur, bersembunyi di rumah persembunyian di ibu kota untuk menunggu instruksi lebih lanjut. Ternyata Guan Zhiyang dulunya adalah rekan bisnis ayah Ke Tong, yang pembunuhnya telah diburu Ke Tong selama bertahun-tahun.
Tak lama grup tersebut ditugaskan pemerintah Cooley untuk melindungi pipa gas dari para pemberontak. Pipa gas itu dibangun pemerintah Cooley dan China dan kelompok tersebut juga ditugaskan melindungi melindungi pemegang saham terbesar TKGB, seorang wanita Tionghoa bernama Qu Feng (Xue Jianing), yang sedang mengunjungi negara tersebut.
Narasinya tidak fokus dan aksinya membosankan
Premis awal film ini sebenarnya menjanjikan, terlebih melihat Aarif Rahman (Kung Fu Yoga, The Thousand Faces of Dunjia) dan Zhang Jin (Ip Man 3, Master Z: The Ip Man Legacy) bermain dalam satu film. Namun, setelah 15-30 menit film ini berjalan, mulai terlihat kalau film ini memiliki alur cerita yang tidak fokus, bahkan urutan aksinya tergolong membosankan. Plot cerita seperti ini tidak termasuk baru dan banyak sekali muncul di film aksi laga serupa.
Selain narasi dan urutan aksinya, kelemahan lainnya adalah latar belakang cerita film ini tak digambarkan dengan baik. Hanya sekedar dialog tentang ayah Ke Tong, membuat Diaochan dan Ke Tong tiba-tiba mempunyai chemistry yang cukup dekat. Flashback-nya terasa hampa dan tiba-tiba saja sang dokter mau membantu Diaochan dan seketika berubah menjadi tentara bayaran yang jago berkelahi.
Kelemahan lainnya di banyak elemen
Aksinya mungkin bisa sedikit menghibur, namun seperti halnya film film kelas B, tentu tak semua aksi tersebut bisa dikatakan bagus. Film ini cenderung menjual popularitas bintangnya ketimbang faktor lainnya. Sejalan dengan itu, sinematografinya yang dibuat ala film TV membuat kita lelah sendiri melihatnya. Satu faktor yang membuat film ini makin tak menarik adalah penggunaan efek CGI yang terlihat murahan.
Untung saja untuk urusan akting bisa dikatakan lumayan baik. Chemistry anggota tim dengan Ke Tong juga berjalan mulus, tanpa ada kekakuan dialog yang berarti. Penggunaan teknologi pendukung militer berupa drone yang canggih juga membuat film ini terasa kekinian. Aksi close combat tangan kosong yang diperagakan Aarif Rahman juga lumayan, walaupun Zhang Jin di sini lebih terkonsentrasi memegang senjata.
Kesimpulan
Wolf Pack memang cocok disebut sebagai film hiburan belaka, karena tidak perlu banyak berpikir. Cukup duduk manis di bioskop dan tonton sampai selesai. Kesampingkan masalah narasi dan teknis seperti yang telah disebut di atas, karena film ini memang dihadirkan sesuai kapasitasnya.
Director: Michael Chiang
Cast: Zhang Jin, Aarif Rahman, Jiang Luxia, Mark Luu, Ye Liu, Chang Yi, Tang Guozhong
Duration: 90 Minutes
Score: 5.2/10
WHERE TO WATCH
The Review
Review Wolf Pack (2022)
Wolf Pack mengisahkan seorang dokter yang berubah menjadi tentara bayaran karena hubungan dekat dengan ayahnya dengan kepala tim tentara bayaran tersebut