“I wasn’t really paying attention… I was too busy thinking how I would gas everyone in the room,” – Rudolf Höss (The Zone of Interest, 2023)
Tak lama lagi, pada tanggal 6 Maret 2024, The Zone of Interest akan resmi dirilis di layar lebar Indonesia. Film ini sebetulnya telah tayang pada hari terakhir Plaza Indonesia Film Festival 2024, namun dalam screening resminya yang diadakan Falcon Pictures di Jakarta (1/3), baru kelihatan kalau film ini akan rilis resmi di Indonesia.
Wajar saja The Zone of Interest bisa ditayangkan di Indonesia, karena film terbaru A24 ini memenangkan banyak penghargaan film internasional. The Zone of Interest disutradarai dan ditulis Jonathan Glazer yang dialihwahanakan secara lepas dari novel tahun 2014 berjudul sama karya Martin Amis.
The Zone of Interest tayang perdana di Festival Film Cannes ke-76 pada 19 Mei 2023 dan mendapat pujian, dan menerima tepuk tangan meriah selama enam menit tanpa henti. Di festival tersebut, The Zone of Interest memenangkan Grand Prix, Cannes Soundtrack Award, dan FIPRESCI Prize.
Film ini juga dinobatkan sebagai salah satu dari lima film internasional teratas tahun 2023 oleh National Board of Review. Selain itu, The Zone of Interest memenangkan tiga BAFTA (termasuk film yang tidak berbahasa Inggris) dan dinominasikan untuk lima Academy Awards (termasuk Film Terbaik dan Sutradara Terbaik untuk Jonathan Glazer) dan tiga Penghargaan Golden Globes.
Bagaimana filmnya? Cineverse akan mengulasnya di bawah ini.
Sinopsis
Berlatar pada tahun 1943, Rudolf Höss (Christian Friedel), komandan kamp konsentrasi Auschwitz, tinggal bersama istrinya Hedwig (Sandra Hüller) dan kelima anak mereka di sebuah rumah indah yang mereka bangun di sebelah kamp.
Di rumah itu, keluarga Höss menghabiskan waktu mereka dengan berenang, memancing, sementara Hedwig menghabiskan waktunya mengurus anak dan merawat taman rumahnya yang sangat luas. Tampak para pelayan sibuk kesana kemari untuk mengurus rumah yang mempunyai banyak kamar itu. Di luar tembok taman, suara tembakan, teriakan, suara kereta api serta tungku pembakaran terdengar.
Suatu hari saat mengajak kedua anaknya berenang, sementara Höss memancing di tengah sungai, ia terkejut melihat sisa-sisa abu pembakaran manusia dari kamp-nya, dan mengeluarkan anak-anaknya dari air. Ia lantas mengirimkan catatan kepada petugas kamp, mengecam mereka karena kecerobohan mereka.
Höss kemudian menerima kabar kalau ia dipromosikan menjadi wakil inspektur kamp konsentrasi dan harus pindah ke Oranienburg, dekat Berlin. Hedwig meminta suaminya untuk meyakinkan atasannya agar membiarkan dia dan anak-anaknya tetap di rumah mereka.
Permintaan tersebut disetujui dan Höss bersiap untuk pindah sendirian. Di adegan lain, Ibu Hedwig pun sempat datang untuk tinggal, tapi tak lama ia pergi dari rumah itu karena tak tahan dengan bau dan bunyi krematorium (tempat pembakaran mayat) di malam hari.
Beberapa bulan setelah tiba di Berlin, sebagai pengakuan atas karyanya, Höss ditugaskan memimpin operasi atas namanya, di mana operasi itu akan mengangkut 700.000 orang Yahudi Hongaria untuk bekerja atau dibunuh.
Hal ini memungkinkan dia untuk kembali ke Auschwitz dan berkumpul kembali dengan keluarganya. Dia memberi tahu Hedwig melalui telepon tentang hal tersebut, dan Hedwig memintanya untuk memberitahu semua setelah ia sampai di rumah.
Höss lantas meninggalkan kantornya di Berlin, menuruni tangga, dia berhenti dan muntah berulang kali dan menatap ke dalam kegelapan koridor gedung. Adegan kemudian berpindah ke masa sekarang saat sekelompok petugas kebersihan membersihkan Museum Negara Auschwitz-Birkenau.
Elemen teknisnya luar biasa
The Zone of Interest memang luar biasa dalam menggambarkan suasana rumah Höss. Mereka sekeluarga masih bisa beraktivitas dengan normal di saat yang bersamaan, ribuan orang tahanan Yahudi harus meregang nyawa mereka tepat di sebelah tembok taman mereka.
Miris melihat krematorium yang mengeluarkan asap hitam (tanda pembakaran orang sedang berlangsung), namun Hedwig bisa bersantai, dan berjemur, sementara anak-anak Höss berenang di taman mereka.
Secara teknis The Zone of Interest memang berbeda dari film konvensional yang cenderung provokatif, contohnya seperti Schindler’s List (1993) yang disutradarai Steven Spielberg.
Di Schindler’s List, secara eksplisit film ini memperlihatkan bagaimana ketegangan terjadi tiap hari di kamp konsentrasi Kraków-Płaszów, Polandia yang dipimpin Komandan Nazi Amon Göth yang terkenal sangat kejam terhadap tahanan Yahudi.
Namun, The Zone of Interest telah berada di tingkat yang lebih tinggi lagi karena film ini sangat menantang dalam pengerjaannya. Kekuatan visualnya amat sangat dalam, mencekam, dan penuh kengerian yang menampilkan gelapnya sisi manusia hingga di titik terbawah.
Ada beberapa adegan yang diselipkan di antara plot utamanya dan adegan itu disorot dengan kamera infra merah. Adegan ini hadir sebagai pembanding bagaimana sisi baik bisa hadir di tengah kejahatan yang dihadirkan film ini. Imaji visual yang sangat cerdas ini membuat film tak hanya berjalan dari satu sisi saja.
Bisa dibilang, ini adalah film yang menghadirkan rasa keingintahuan kita secara tepat, dan Glazer melakukannya dengan orisinalitas yang belum pernah ada di film-film serupa. Hal ini diperdalam lagi oleh skoringnya yang mempunyai kekuatan besar dan menghidupkan film dari kengerian yang pernah terjadi dalam sejarah manusia.
Ketidakmampuan berpikir dan menilai sebuah perbuatan
The Zone of Interest menggambarkan kalau tindakan kekerasan berawal dari ketidakmampuan berpikir dan menilai secara kritis dari karakter utamanya. Kedua hal tersebut terjadi karena Rudolf Höss menganggap kekerasan, dan kejahatan, sebagai hal yang bisa, wajar, atau lumrah.
Mengutip kata Filsuf Hannah Arendt dalam bukunya, Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil yang diterbitkan pada tahun 1963, Hannah lantas menyebut sikap tersebut sebagai ‘banality of evil’ (banalitas kejahatan). Manusia yang menjadi pelaku banalitas kejahatan tidak memiliki kesadaran dan mengalami ketumpulan nurani. la hanya bersandar pada otoritas di luar dirinya.
Ia tidak pernah melakukan pengujian dalam dirinya, pengujian antara ‘Aku dan Diriku’, dan tidak berani bertatapan dengan kediriannya. Hal ini yang menyebabkan manusia yang bersangkutan tak lagi mampu membedakan antara yang benar dengan yang salah, yang baik dengan yang jahat, yang indah dengan yang buruk. Selanjutnya ia akan menganggap kekerasan dan kejahatan sebagai hal yang biasa.
Kesimpulan
The Zone of Interest tampil beda sebagai biopik tentang Nazi seperti yang pernah dibuat sebelumnya. Bila film-film seperti Schindler’s List, atau The Pianist, secara provokatif menggambarkan kematian secara kontekstual, The Zone of Interest tampil implisit dalam menggambarkan kengerian hidup dan mati secara gamblang seperti yang dilakukan Nazi di film-film bertema Holocaust.
Sebaliknya, film ini memberikan kekuatan sugesti yang dihadirkan lewat visualisasi kamp melalui latar belakang taman vila mereka yang indah. Pembunuhan massal ditunjukkan lewat kepulan asap hitam yang muncul dari cerobong asap krematorium yang sayup-sayup terdengar suara tembakan.
Cineverse sangat merekomendasikan film ini sebagai perspektif lain dari film bertema Holocaust yang selama ini pernah kita lihat. Konklusinya mungkin sedikit multi tafsir, tapi sekali lagi, film ini tidak menggambarkan kengerian secara frontal di depan mata kita. Ia hadir lewat simbol-simbol kasat mata yang muncul di beberapa adegan.
The Zone of Interest akan memperlihatkan bagaimana banalitas kejahatan digambarkan lewat sosok Höss yang terlihat biasa saja dengan pekerjaannya sebagai tukang jagal. Ia hadir tanpa emosi dan tanpa beban di depan keluarganya, bahkan istri dan anak-anaknya tidak pernah mempermasalahkan rumahnya bersebelahan dengan kamp pembantaian terbesar Nazi tersebut.
Sebuah ironi pahit dari Nazi yang amat menyakitkan dan harus ditanggung jutaan orang Yahudi yang menjadi korban sia-sia tepat di balik kemewahan rumah yang ia tinggali bersama keluarganya.
Director: Jonathan Glazer
Cast: Christian Friedel, Sandra Hüller
Duration: 105 Minutes
Score: 9.0/10
WHERE TO WATCH
The Review
The Zone of Interest
The Zone of Interest mengisahkan Komandan Auschwitz Rudolf Höss dan istrinya Hedwig membangun rumah impian mereka tepat di samping kamp