“Only we determine how much good and evil enter our realm,” – Kabbalis (‘The Offering’)
Ada banyak film horor yang berurusan dengan bernagai jenis setan dan kerasukan, tetapi tidak banyak yang mengeksplorasinya berdasarkan mistisme dari budaya dan agama Yahudi. ‘The Offering’ (2023) menawarkan hal unik tersebut, walau pun bukanlah satu-satunya film yang mendasarkan premisnya pada okultisme Yahudi.
Di luar ‘The Offering’, kita akan menemukan film ‘Possession’ (2012) yang menghadirkan iblis ‘dybbuk’ lalu ada ‘The Golem’ (2018), ‘The Vigil’ (2019) dan terbaru ada ‘Lullaby’ (2022) tentang iblis Lilith.
Sinopsis Film
Art (Nick Blood) telah lama diasingkan oleh ayahnya yang kolot, Saul (Allan Corduner), pernikahannya dengan Claire (Emily Wiseman), perempuan non-Yahudi tampaknya telah menjadi salah satu alasan utama adanya jarak di antara mereka. Art dan Claire yang akan segera memiliki bayi, berniat menemui Saul untuk melakukan rekonsiliasi di antara keduanya.
Pertemuan keduanya berlangsung di rumah duka di mana Saul menjadi pengurusnya sejak bertahun-tahun lamanya. Segala seseatunya berejalan dengan baik, sampai mayat seorang lelaki tua tiba di rumah duka tersebut. Dan seseatu kekuatan jahat yang kuat bersemayam di dalamnya, menunggu saatnya dibangkitkan.
Munculnya iblis Abyzou
The Offering mengikat ceritanya berdasarkan mitologi kuno yang dimulai sejal abad ke-1 Masehi, di mana masyarakat yang tinggal di daerah Timur Jauh atau bahkan Eropa mempercayai mitos tentang roh jahat bernama Abyzou, iblis yang dipercaya berwujud perempuan dan dianggap bertanggung jawab atas keguguran dan kematian bayi yang dikandung atau baru lahir. Abyzou juga lebih dikenal dengan nama ‘Taker of Children’.
Film arahan Oliver Park ini merupakan kisah menakutkan tentang kerasukan setan yang dibalut dengan dinamika masalah keluarga. Art adalah putra dari seorang pemuka agama Yahudi, khususnya dalam komunitas Hazid (ultra ortodoks) yang secara konserevatif dan ketat dalam menjalankan ritual keagamaan dan adat istiadat Yahudi.
Film yang yang menceritakan adat Yahudi Ortodoks
Art yang kemudian menikah dengan Claire yang bukan Yahudi menolak untuk hadir dalam pernikahannya dan diasingkan tidak hanya di lingkungan keluarganya juga dijauhkan dari komunitasnya. Pada sepertiga film ini bermain, drama keluarga ini mengisi sebagian besar plot ceritanya, sayangnya eksplorasi drama ini berlangsung berlarut-larut dan berjalan terlalu lama.
Tapi yang paling berhasil dibangun dalam The Offering adalah atmosfernya, di mana hampir keseluruhan film ini lokasi syuting berada di dalam rumah duka. Yang nota bene merupakan tempat tempat terbaik sebagai film bernuansa horor.
Dikelilingi cahaya redup dan suram
Oliver Park menggunakan pencahayaan redup (low key) sehingga scene yang ada dipenuhi bayangan, menghasilkan gambar dan mood yang mencekam dan penuh misteri. Seakan-akan juga menyampaikan perasaan bahwa kegelapan sedang mengintai dan menghantui keluarga tersebut.
Eksposisi yang dibangun dengan cukup baik pada awalnya, berlalu begitu saja tanpa dieskplorasi lebih lanjut.
Dikombinasikan pula dengan visual yang suram, palet warna yang diredam dan efek suara yang penuh bisikan menghasilkan penggambaran yang efektif dari sisi gelap mitologi Yahudi yang mengesankan.
Selain mengandalkan atmosfer yang ada, The Offering tentunya juga menawarkan ketegangan yang berlarut-larut lewat jumpscares yang bercampur baur dengan ilusi. Seperti kebanyakan film dengan entitas jahat (setan) yang mengacaukan pikiran korbannya, membuat mereka melihat yang sebenarnya tidak ada.
Penuh dinamika keluarga dan estetika agama
Film bernuansa mistis Yahudi ini juga menggunakan estetika dan tradisi agama sebagai salah satu unsur yang menbentuk dan meningkatkan kengerian. Dan justru menjadikan hal ini yang menarik, karena masalah inilah yang menyebabkan Art membenci ayahnya ketika ibunya terbaring lemah di rumah selama bertahun-tahun, Saul menyarankan agar dia berpegang teguh pada iman dan keyakinannya saja.
Tapi ketika ironi terjadi dan harapan tak sejalan dengan keinginan dan kenyataan yang ada, Art dengan pengalamannya yang berhubungan lewat iblis, kemudian mulai lagi berpaling kepada segala seseatu yang membawanya pada keterasingan dari keluarga dan keyakinannya. Menjadi sangat terhubung dengan keyakinannya, keluarganya dan lingkungan dan komunitasnya.
The Offering juga menampilkan peran yang kompeten yang mementaskan karakter ‘cacat’ yang berurusan dengan keyakinan mereka, trauma masa lalu mereka serta pertautan yang mengikat dengan keluarga, lingkungan dan komunitas mereka.
Kesimpulan
‘The Offering’ memiliki konsep dan potensi yang bagus tapi sayangnya eksekusi yang dilakukan tidak berjalan dengan baik sehingga tidak cukup untuk menjadikannya sebagai film horor yang koheren. Nantikan film ini di layar XXI tak lama lagi.
Director: Oliver Park
Cast: Nick Blood, Emily Wiseman, Allan Corduner, Paul Kaye
Duration: 94 minutes
Score: 6.8/10
WHERE TO WATCH
The Review
The Offering
Iblis kuno menyerang sebuah keluarga yang berjuang dengan trauma yang belum terselesaikan.