“Wanna know what I do when I feel scared? I tell myself, I’m not afraid,” – Shayda (Shayda, 2023)
CGV di bulan Ramadan ini merilis dua film bernuansa islami yang amat menarik untuk dilihat. Dua film dengan judul Inshallah a Boy dan Shayda, merupakan film terbaik yang mewakili negaranya untuk di ajang Academy Awards 2024 yang baru digelar belum lama ini.
Inshallah a Boy merupakan perwakilan resmi dari Yordania dan Shayda merupakan perwakilan dari Australia. Kedua film ini kebetulan telah melakukan debutnya secara terbatas di Jakarta World Cinema Week 2023 yang digelar KlikFilm di Jakarta pada November silam.
Cineverse sebelumnya sudah pernah mengulas Inshallah a Boy yang menjadi film pembuka JWCW 2023, sedangkan untuk Shayda akan diulas Cineverse saat film ini telah tayang resmi di Indonesia. Apakah film ini memang layak untuk ditonton? Baca ulasannya di bawah ini.
Sinopsis
Sesuai judulnya, film ini akan memfokuskan kisahnya ke Shayda (Zar Amir Ebrahimi), seorang ibu muda asal Iran yang bermigrasi ke Australia. Dia negara tersebut, dirinya mencari perlindungan bersama putrinya, Mona (Selina) di tempat penampungan perempuan Australia setelah mengalami pelecehan dari suaminya.
Ia tinggal selama dua minggu sebelum berlangsungnya Tahun Baru Iran (Nowruz). Di tempat penampungan tersebut, ia ingin membangun kehidupan baru untuk dirinya dan putrinya. Namun ketika hakim memutuskan bahwa suaminya boleh bertemu Mona seminggu sekali tanpa pengawasan, segalanya menjadi lebih rumit, dan masalah baru muncul bertubi-tubi setelah itu.
Narasinya kuat dan karakternya menarik
Film ini memiliki narasi yang menarik dan ditulis dengan baik. Noora Niasari yang bertindak sebagai sutradara sekaligus penulis Shayda, memang piawai menempatkan karakter yang sangat multi dimensi ini.
Peran ini sangat tepat diperankan Zar Amir Ebrahimi dan bisa terbangun dengan baik karena film ini mempunyai tempo yang amat lambat, membuatnya eksposisi Shayda bisa dipahami oleh penonton, terlebih saat ia berdialog dengan pengacaranya.
Selain itu konfliknya dengan sang suami seolah menjadi puncak emosi yang selama ini ia pendam di sepanjang film. Karakter pendukungnya yang didominasi perempuan pun juga sangat solid, karena mereka juga memiliki permasalahannya masing-masing, dan saling melindungi di rumah penampungan tersebut.
Elemen teknisnya menguatkan ceritanya
Penggunaan aspek ratio 4:3 dan bukannya 16:9 seperti film layar lebar pada umumnya, membuat layar menjadi padat. Hal ini makin menguatkan cerita sehingga lebih intens, dan membuat penonton fokus kepada drama yang sangat emosional ini.
Selain itu sinematografinya juga menghadirkan pencahayaan natural dengan kamera yang cenderung fokus ke muka Shayda, agar emosi yang dirasakannya terlihat jelas oleh kita yang menontonnya.
Kesimpulan
Menonton film ini akan membuat kita merasakan berbagai emosi yang dihadirkan sang sutradara. Kita akan merasa sedih, marah sekaligus kagum atas keberanian dan kekuatan yang dimilikinya untuk bertahan menghadapi masalah yang dihadapinya, terlebih menghadapi suaminya yang bertindak kasar kepadanya.
Selain itu kita akan melihat bagaimana hubungan ibu dan anak bisa terjalin dengan hati yang tulus dan penuh pengertian. Kesabaran dan kelembutannya saat menghadapi Mona yang polos dan belum memahami masalah yang dihadapi ibunya memang patut diacungi jempol.
Film ini memang bukan untuk semua orang, tapi bila kita ingin film yang bagus secara kualitas, Shayda bisa menjadi pilihan kita untuk menonton film yang bukan itu-itu saja.
Director: Noora Niasari
Cast: Zar Amir Ebrahimi, Osamah Sami, Selina, Leah Purcell, Mojean Aria, Jillian Nguyen, Rina Mousavi, Lucida Armstrong Hall, Eve Morey
Duration: 117 Minutes
Score: 7.6/10
WHERE TO WATCH
The Review
Shayda
Shayda mengisahkan perjuangan ibu muda Iran dan putrinya yang berusia enam tahun di tempat penampungan perempuan Australia