Review The Cuphead Show Season 1 (2022)

Kompaknya Petulangan Cuphead dan Mugman di Pulau Inkwell

“What we need is a little fun and adventure!” – Cuphead (The Cuphead Show).

 

Mungkin para penggemar game sudah tidak asing lagi dengan ‘Cuphead’. Game bertema run-and-gun ini adalah salah satu game fenomenal yang meluncur pada tahun 2017 lalu. Cuphead dikenal dengan gameplay super sulit yang membuat banyak orang berlomba-lomba untuk menamatkannya. Selain itu, game produksi studio indie MDHR ini memiliki grafis unik mirip dengan kartun-kartu tahun 1930-an.

Kini, kalian dapat ikut serta menikmati keseruan petualangan Cuphead dan Mugman dalam serial ‘The Cuphead Show’. Dengan grafis serupa dan digarap oleh sutradara yang sama, serial ini bakal membawa kita untuk bernostalgia. Kalau kamu belum sempat punya memori menonton kartun-kartun sejenis ini, mungkin ‘The Cuphead Show’ akan jadi pengalaman pertamamu.

Serialnya terdiri dari 12 episode. Masing-masing episode berdurasi 12 menit penayangan. Pertunjukan ringan dan berkelas ini tentu bakal jadi menu makan siang yang pas untuk melewati jam istirahatmu!

Sinopsis

Tersebutlah dua manusia cangkir bersaudara, Cuphead (Tru Valentino) dan Mugman (Frank Todaro), yang tinggal bersama si tua Kettle (Joe Hanna) di pulau Inkwell. Dua bersaudara ini memiliki watak yang sangat kontras satu sama lain. Cuphead adalah sosok yang suka tantangan, impulsif, dan sangat kekanakan. Sedangkan saudaranya Mugman adalah sosok penyabar, penakut dan lebih dewasa dari sang kakak.

Mereka berdua diasuh oleh Kettle tua yang penyayang dan suka marah-marah. Keduanya tinggal di sebuah rumah teko dan hidup berdampingan dengan banyak mahluk lain di pulau terpencil tersebut.

© Netflix

Suatu hari, Cuphead dan Mugman iseng pergi ke sebuah karnaval yang bernama ‘CarnEVIL’ karena bosan mengerjakan pekerjaan rumah. Disana mereka bersenang-senang sebelum Mugman menyadari kalau permainan yang mereka mainkan harus dibayar oleh nyawa jika mereka kalah. Benar saja, karnaval itu ternyata milik The Devil (Luke Millington-Drake), dan Mugman tidak sengaja membuat nyawa Cuphead nyaris diambil oleh si iblis.

Meski mereka berdua berhasil lolos, Cuphead dan Mugman akhirnya jadi buron dan terus menerus dikejar oleh The Devil.

Sebuah surat cinta Netflix pada animasi 1930-an

Masing-masing dari tiap episode merupakan potongan cerita pendek, namun inti pengejaran The Devil pada dua bersaudara itu tidak serta merta lepas tangan. Kemana Cuphead dan Mugman melangkah, mereka pasti diikuti oleh The Devil yang ternyata memiliki antek-anteknya sendiri.

Cerita-cerita pendek yang disusun menjadi satu serial nampaknya memang dibuat untuk memperkenalkan para penonton pada keemasan Hollywood. Andai kalian pernah nonton Looney Tunes, Betty Bop, dan Mickey Mouse pasti sudah enggak asing dengan tema-tema kesialan yang kerap kali dilalui oleh tokoh utama.

© Netflix

Seperti tiba-tiba disuruh merawat bayi, usahanya dihancurkan bocah bandel, disuruh menjaga barang berharga, dan lain sebagainya. Dengan konflik yang seperti ini, rasanya perasaan ketika menonton terbagi dua.

Antara senang banget karena bisa nostalgia, dan merasa agak kurang relate jika ditonton jaman sekarang.

Komedi slapstick, dramatisasi fisik karakter (Seperti kumis yang bisa dilepas, kepala yang bisa jadi akuarium dan nyawa yang tinggal tempel), serta penggambaran setnya benar-benar on point. Sepertinya memang Netflix berniat membangkitkan kembali masa-masa itu ke masa sekarang, tapi melupakan audiens yang tentu saja kebanyakan pemain gamenya.

Soundtrack komikal yang bikin ketagihan

‘Packs your bags and let’s go! Welcome to the Cuphead Show!’

Mungkin setelah nonton ini kalian bakal dibayang-bayangi lagu opening dari serialnya. Jika ‘The Cuphead Show’ adalah tontonan rutin setiap pagi, pasti openingnya jadi alarm untuk segera bangun dan berangkat sekolah. Musik Swing ringan dengan lirik catchy dan kekanakan bikin betah buat tidak skip intro dan langsung masuk ke bagian inti.

© Netflix

Beberapa tokoh juga diberi soundtrack sendiri-sendiri dalam memperkenalkan diri. Contohnya seperti The Devil, Dice King, serta Ribby dan Croacks. Jika kalian penggemar genre musik Swing dan Jazz mungkin kalian bakal ikut kecantol suasana dan karakternya.

Dengan tema jadul, skoring dari ‘The Cuphead Show’ pun sangat pas dan tidak berlebihan. Suara ledakan yang konyol, denting piano ketika adegan seram, serta suara kaki para karakter waktu sedang siap-siap lari bikin nuansa Golden Age Hollywood tambah hidup.

Terlalu halus untuk ukuran fans game Cuphead

Andaikan ada mesin waktu dan kita kembali ke tahun 2017, mungkin kalian bakal menemukan banyak orang memamerkan konsol yang rusak akibat bermain ‘Cuphead’ seharian. Susahnya bukan main.

Sudah senang-senang bosnya kalah, tiba-tiba bertransformasi jadi lebih kuat. Kemudian satu layar ditembaki. Pola yang sudah terbaca tidak lagi berguna. Memang sangat menyiksa.

© Netflix

Maka dari itu penggemar ‘Cuphead’ sudah terbiasa tersiksa demi kesenangan. Jalan cerita yang lumayan dark dengan isu ‘bayaran nyawa demi terus bekerja’ pun seakan menambah kepuasan tersendiri buat para orang dewasa yang memainkannya. Sebab, ketika kita berhasil mengalahkan bos dan sedikit demi sedikit terbebas lilitan utang, setengah beban hidup terasa ringan.

Nah, bagaimana dengan serialnya sendiri?

Well, bisa dibilang ‘The Cuphead Show’ adalah versi lite dari gamenya.

Dunia orang dewasa yang diisi dengan perjudian, membesarkan anak, piramida kelas sosial, dan segala tanggung jawabnya digambarkan dengan sangat ringan. Terlalu ringan sampai bobot hiburannya berkurang. Apalagi dengan komedi yang sama-sama kolot. Jika dibandingkan dengan ‘The World of Gumball’ tentu masih kalah dalam aspek hiburan. Setidaknya buat para penggemar dewasa.

Jika dipertontonkan untuk anak-anak sepertinya ‘The Cuphead Show’ ini masih dapat dinikmati. Ada si tua Kettle pun, dia siap sedia memberi petuah bagi para bocah bandel. Hitung-hitung memperkenalkan dunia orang dewasa lewat animasi menarik yang sudah jarang ada di masa sekarang.

Kesimpulan

‘The Cuphead Show’ berhasil menyajikan pertunjukan penuh nostalgia yang berkelas. Mulai dari grafis hingga skoring segalanya terasa on point dan tepat berada di sana. Pemilihan cast untuk para pengisi suaranya pun menjadikan karakter-karakter yang semula tidak memiliki latar belakang terasa hidup. Isu-isu suram dari game pun digambarkan menjadi lebih ringan. Bisa dibilang jika serial ini benar-benar meminta penonton untuk duduk rileks dan nikmati saja sambil minum teh.

© Netflix

Meski begitu, bobot hiburan dirasa terlalu kolot jika ditonton di zaman sekarang. Komedi yang ditawarkan pun sedikit kering bagi para penonton dewasa. Lebih terasa nyambung jika disuguhkan pada anak-anak. ‘The Cuphead Show’ jadi jenis hiburan yang tidak dapat dinikmati semua umur. Tidak tahu jika kakek atau nenek kalian disuguhi serial ini, mungkin beliau-beliau dapat merasa kembali ke masa kecil mereka.

 

Director: Adam Paloian, Chad Moldenhauer, Jared Moldenhauer.

Cast: Tru Valentino, Frank Todaro, Joe Hanna, Luke Millington-Drake.

Episode: 12

Score: 7.6/10

WHERE TO WATCH

The Review

The Cuphead Show

7.6 Score

Cuphead dan Mugman adalah dua bersaudara yang tinggal bersama kakek mereka, si tua Kettle di pulau Inkwel. Pada suatu hari mereka pergi ke sebuah karnaval yang ternyata dimiliki oleh The Devil. Karena tidak sengaja memainkan sebuah permainan, nyawa mereka pun jadi taruhannya. Meski berhasil lolos, Cuphead dan Mugman masih harus berurusan dengan The Devil di sepanjang petualangan mereka.

Review Breakdown

  • Character 8
  • Drawing 9
  • Entertain 6
  • Scoring 8
  • Story 7
Exit mobile version