“Apapun yang terjadi, saya harus mempertahankan rumah tangga saya,” – Renata (Sehidup Semati, 2024)
Akhirnya salah satu film Indonesia unggulan Cineverse di bulan Januari sudah bisa kita tonton tak lama lagi. Film berjudul Sehidup Semati yang disutradarai Upi Avianto ini memang tak biasa dan berbeda dari banyak film Indonesia yang telah dirilis selama ini.
Narasinya terbilang berani, dengan memasukkan banyak sejumlah dialog eksplisit dan adegan kekerasan dalam rumah tangga yang mungkin akan membuat sebagian orang merasa terganggu dan tak nyaman menonton film ini.
Sinopsis

Masa kecil Renata dipenuhi dengan kesedihan karena ibunya selalu mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang tiap kali terjadi. Ibunya pun selalu memberitahu untuk selalu sabar menghadapi pasangan hidup kita, apapun yang terjadi.
Menginjak dewasa, Renata (Laura Basuki) kemudian menikah dengan Edwin (Ario Bayu), dan keduanya dipenuhi rasa bahagia. Namun, menjelang tiga tahun usia perkawinan mereka, pernikahan mereka bagaikan neraka bagi Renata.
Edwin sangat dingin padanya, bahkan ngobrol pun hanya seperlunya saja saat sarapan di pagi hari dan saat makan malam, itupun tidak lama. Selebihnya, Renata tinggal di apartemen seorang diri dan tidak diperbolehkan kemana-mana oleh suaminya.
Suatu hari, Renata melihat sesosok perempuan yang kadang ada di belakang dia saat dia sedang melakukan sesuatu. Namun, saat ia menengoknya, perempuan itu menghilang dan tak nampak lagi.
Keesokan harinya, ia lantas mendengar suara perempuan bersenandung di kamar kerja suaminya, dan melihat foto pernikahannya dengan Edwin pecah di lantai. Namun, saat ia memberitahu Edwin, sontak saja suaminya marah dan langsung berusaha mencekiknya sambil mengancam Renata untuk tidak mencampuri urusan kerjaannya dan juga memasuki ruang kerjanya itu.

Renata kemudian bertemu Asmara (Asmara Abigail) yang tinggal di sebelah apartemennya saat selesai berbelanja. Di situ mereka berteman dekat dan saling bercerita satu sama lain, bahkan Renata berkunjung cukup lama sambil minum minuman keras di tempat Asmara tinggal.
Asmara lantas mempertanyakan kekerasan yang dialami Renata oleh suaminya sambil memberikan nasihat kepadanya. Walaupun begitu, lagi-lagi doktrin janji sehidup semati menjadi jawaban Renata kepada Asmara.
Keesokan harinya, saat Renata mencuci di laundry ia melihat poster perempuan bernama Ana yang telah lama hilang dan dicari orang tuanya. Ia kaget saat tahu kalau Ana itu adalah perempuan yang ia lihat ada di kamar suaminya.
Apalagi setelah dia memberi tahu Asmara tentang keberadaan Ana di tempatnya tersebut, dan membuatnya semakin runyam.
Apakah benar Ana itu adalah selingkuhan suaminya yang selama ini ia sembunyikan? Ataukah Ana hanyalah imajinasi Renata belaka?
Narasinya berlapis dengan konklusi yang bisa diprediksi
Sehidup Semati memiliki narasi yang sangat menarik, sama halnya dengan film Upi terdahulu, Belenggu (2012).
Kedua film Upi ini memiliki genre senada dan narasi berbeda, namun secara keseluruhan, film ini tampil dengan kompleksitasnya sendiri dengan menekankan akting para karakter utamanya, terutama Laura Basuki yang masih saja tampil luar biasa setelah ia berperan di Sleep Call (2023).

Satu hal yang patut dicermati dari film ini adalah ceramah dari pendeta yang diperankan Lukman Sardi. Dalam video yang diputar dan ditonton di TV oleh Renata, pendeta itu mengatakan, “Sangat jelas, laki-laki dan perempuan tidak mungkin setara. Laki-laki berkuasa atas perempuan dan kodrat perempuan adalah tunduk kepada laki-laki.”
Narasi itu mungkin akan mengganggu sebagian dari kita yang berpikiran terbuka dan rasional, terlebih bagi mereka yang merupakan seorang feminis. Bila kita mengacu kepada apa yang terjadi di masa lalu dan banyak daerah di Indonesia, budaya patriarki memang memberi legitimasi kepada suami untuk memaksa istri mengambil peran sekunder yang hanya mengurus tiga hal yakni sumur, kasur dan dapur.
Kepemimpinan suami dalam rumah tangga seharusnya tidak menjadikan suami sebagai tokoh otoriter dan melakukan kekerasan kepada istrinya, namun justru bisa bertindak sebagai imam dan kepala keluarga yang mampu mengayomi istrinya. Keduanya mempunyai kedudukan setara dalam berumah tangga, dan tak ada satupun yang harus merasa dominan.
Namun, di film ini, dari kecil Renata terdoktrin oleh ibunya hingga ia berumah tangga agar ia menuruti apa kata suaminya. Hal itulah yang terus ditekankan ibunya yang terus saja mengalami kekerasan dalam rumah tangga oleh ayahnya sendiri.

Istilah itu sebenarnya mengacu dari janji pernikahan yang selama ini mengikat pasangan agar saling memiliki dan menjaga hingga maut memisahkan. Kenyataannya, malah apa yang dialami Renata tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami ibunya selama ini.
Bila sebelumnya kita pernah menonton Belenggu, kita tidak akan kesulitan menebak ke mana arah film ini. Saat di Belenggu, Upi menggabungkan petunjuk di prolog dan akhir film.
Begitupun di film ini, petunjuk itu bisa kita temukan dengan jelas apabila kita memperhatikan kesamaan detil yang muncul di paruh pertama dan menjelang konklusi. Dari detil tersebut, kita akan bisa mengabungkan semua petunjuk yang ada.
Unsur sinematiknya luar biasa
Baru kali ini Cineverse menonton film Indonesia dengan ambience yang benar-benar digarap sangat serius. Unsur sinematiknya sangat mengagumkan, sinematografinya salah satu yang terbaik, editingnya pun sangat mulus, dengan sejumlah transisi adegan yang menyatu sama lain, seolah tanpa sekat.
Skoringnya pun sangat dalam dan intens hingga akhir, membuat beberapa adegan nampak bernuansa horor, akan membuat kita akan terus terjaga saat menonton film. Satu hal menarik adalah penggunaan tone warna biru dari awal film.
Tone ini memberikan kesan dingin terhadap apa yang dialami karakter utamanya. Namun, tone ini mendadak akan berubah normal menjelang konklusi. Di sini kita akan melihat batasan sesungguhanya antara realita atau mimpi yang dimunculkan Upi.

Kesimpulan
Sebagai sebuah film thriller, film ini hadir sangat solid di semua aspek. Walau ada beberapa plot hole, tapi sangat minor, dan tidak menggangu film secara keseluruhan. Jangan menelan mentah-mentah sejumlah narasi yang muncul, terlebih oleh pendeta (Lukman Sardi) yang seolah membenarkan stigma patriarki yang berlaku di masyarakat luas.
Film ini justru memberikan edukasi penting kepada kita agar jangan salah menafsirkan sejumlah ayat atau dogma yang selama ini diyakini masyarakat luas. Terlebih di era keterbukaan seperti sekarang ini.
Namun, berkaca dari film thriller sebelumnya yang jarang menuai kesuksesan di Indonesia, film ini tampaknya akan lebih mudah diterima dan memperoleh kesuksesan di dunia internasional lewat festival ketimbang di Indonesia, yang cenderung melihat sebuah karya hanya dari satu sisi saja.
Sehidup Semati sudah bisa kita tonton mulai 11 Januari, serentak di seluruh Indonesia.
Director: Upi Avianto
Cast: Laura Basuki, Ario Bayu, Asmara Abigail, Chantiq Schagerl, Maya Hasan, Lukman Sardi, Whani Darmawan, Elly Luthan, Verdi Solaiman
Duration: 108 Minutes
Score: 8.4/10
WHERE TO WATCH
The Review
Sehidup Semati
Sehidup Semati mengisahkan Renata yang selalu disiksa suaminya. Hingga suatu hari ia mendapati ada perempuan lain di dalam rumahnya