Review Pesantren (2022)

Dokumenter Tentang Kehidupan Para Santri di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy

“Orang Islam itu pantang melihat dengan sebelah mata,” – Diding (Pesantren)

Hai, Cilers!

Siapa di antara kalian yang pernah menjadi santri dan merasakan pendidikan di pondok pesantren? Nah, kali ini ada film dokumenter terbaru yang memperlihatkan kehidupan para santri dengan fokus pada pondok pesantren di Cirebon.

Film Pesantren sebenarnya sudah pernah tayang terbatas di bioskop pada tahun 2022 kemarin dan kini penayangannya kembali hadir lewat platform Bioskop Online dengan harga tiket Rp.15.000. Hasil dari penjualan tiket tersebut 20% nya disalurkan untuk para santri dan pesantren yang berada dalam binaan Rumah Zakat.

Sinopsis

Film dokumenter Pesantren mengajak penonton untuk melihat sisi pesantren yang berbeda, melawan stigma negatif pesantren yang banyak beredar belakangan ini.

Kisahnya menceritakan tentang kehidupan di Pondok Pesantren Al-Islamy Kebon Jambu Cirebon yang dipimpin seorang perempuan, Ibu Hj. Masriyah Amva.

Mengenal keseharian para santri bagaimana mereka dididik berpikir kritis, berkesenian dan berpengetahuan yang sejalan dengan ajaran Islam moderen, dan berisi kajian yang menarik dan diskusi yang sejuk membuat kita yakin bahwa pesantren bisa memberikan harapan baru untuk masa depan yang lebih baik.

Tersaji dengan Penuh Kejujuran

© Lola Amaria Productions

Film Pesantren memang merupakan sebuah dokumenter, namun pengambilan setiap sudut gambar serta alur kisah yang ditampilkan tersaji dengan penuh kejujuran dan rasa hangat yang menjalar di hati penonton. Mengapa bisa begitu? Sebab apa yang diberikan benar-benar apa adanya, seolah kita sedang melihat kehidupan para santri tanpa ada unsur dramatis yang ditambahkan.

Film ini membuka mata penonton, khususnya yang beragama Islam, tentang bagaimana agama tersebut selalu berkembang mengikuti zaman dengan ajaran yang tetap, yakni saling mengasihi sesama manusia.

Tak sedikit anggapan kepada Pondok Pesantren bernilai negatif, hal itu didukung dengan isu yang sedang marak di masa sekarang. Maka dari itu, hadirnya film dokumenter ini akan mengubah pandangan kalian tentang kehidupan di lingkungan Pondok Pesantren.

© Lola Amaria Productions

Selain itu, Shalahuddin Siregar juga berhasil dalam membangun rasa empati ke para guru dan santri yang tinggal di Pondok Pesantren Kebon Jambu. Penonton diperlihatkan tentang bagaimana para guru berusaha mencari cara untuk membuat santrinya betah dengan metode yang tentunya tidak membosankan.

Ada juga kisah para santri yang mengabdi pada masyarakat untuk menghidupkan kembali kegiatan di masjid yang sudah lama hilang, seperti mengajar ngaji para anak-anak di sekitar. Para guru muda yang ada di film ini pun mendedikasikan diri mereka dalam masa pengabdian yang terhitung sekitar 7 tahun.

© Lola Amaria Productions

Melalui sudut pandang para guru muda, setidaknya penonton memahami satu hal. Alih-alih menjadi guru yang ditakuti, justru mereka saling bercengkrama layaknya teman dan sosok yang dihormati. Pendekatan tersebut yang menimbulkan kesan mendalam dan hangat.

Mempelajari Perspektif Baru Melalui Pondok Pesantren

© Lola Amaria Productions

Sang sutradara mampu memberikan banyak pesan yang dapat diambil penontonnya lewat tayangan dokumenter ini, bukan hanya mendapat pengetahuan tentang kehidupan para santri saja, namun juga apa yang disajikan sukses membuka sudut pandang baru mengenai banyak hal.

Salah satunya adalah bagaimana film ini banyak wawasan baru, karena penonton diajak untuk menyelami beragam kelas di pesantren dengan pengajarnya yang mempunyai cara pandang progresif dan tidak judgemental. Contohnya, ada diskusi terbuka perihal kesetaraan gender dalam rumah tangga maupun lingkungan.

© Lola Amaria Productions

Kemudian ada juga pembahasan tentang keberagaman manusia hingga seni sebagai sarana dakwah. Dalam film ini, Pondok Pesantren Kebon Jambu tidak membatasi setiap santri untuk mempelajari seni. Justru mereka mendukungnya dan dijadikan sebagai kegiatan yang rutin dilakukan.

Tak hanya membuat perasaan hangat dengan kejujuran yang diberikan, melalui Pesantren penonton diajak untuk belajar merefleksi diri lewat diskusi tentang bagaimana Islam memandang relasi manusia dengan Tuhan dan sesama makhluk hidup.

Film ini juga secara perlahan dan konsisten menghadirkan tawa maupun air mata lewat cerita suka duka penghuni Pondok Pesantren. Bukan ditampilkan sebagai wawancara, namun kegiatan harian yang mereka lakukan dan semua itu sukses menyampaikan sebuah rasa yang mereka rasakan.

© Lola Amaria Productions

Kesedihan karena jauh dari orang tua, rasa lelah dan kantuk saat hafalan, perasaan tidak kuat dalam menjalani aturan pondok, hingga bagaimana usaha keras para guru untuk memberikan rasa betah agar para santri tidak keluar, semua itu diberikan detail dengan sisi sentimental yang lengkap.

Kesimpulan

Pesantren mampu memberikan realita tentang kehidupan para santri dan guru di Pondok Pesantren. Bukan cuma itu, apa yang disajikan tampil dengan kejujuran dan rasa hangat. Sutradara berhasil menyampaikan apa yang ingin disampaikannya.

Pondok Pesantren Kebon Jambu mengajarkan kita bahwa Islam itu adalah agama yang damai, tenang, dan tak memandang sebelah mata. Film ini cocok disaksikan buat kamu yang ingin memperluas pandangan dan wawasan mengenai agama Islam atau yang penasaran tentang kehidupan para santri.

 

Director: Shalahuddin Siregar

Duration: 100 minutes

Score: 8.0/10

WHERE TO WATCH

The Review

Pesantren

8 Score

Film dokumenter ini mengajak penonton berpikir lebih terbuka lewat keseharian para santri di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy, pesantren tradisional yang dipimpin oleh seorang perempuan. Para santri di pesantren ini dididik untuk berpikir kritis, mendukung kesetaraan gender, dan menghargai keberagaman.

Review Breakdown

  • Pesantren 8
Exit mobile version