“Ada banyak hal yang tidak pernah bisa manusia mengerti di dunia ini. Mereka hidup dengan nyaman, dengan membatasi diri dari kenyataan-kenyataan yang tidak pernah bisa mereka terima,” – Suster Siti (Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams, 2024)
Akhirnya kesampaian juga Cineverse mengulas serial terbaru Joko Anwar yang dirilis Netflix secara eksklusif untuk media. Serial yang diberi judul Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams memang unik.
Judulnya sendiri mengingatkan Cineverse akan serial lawas dari Stephen King pada tahun 2006 yang berjudul Nightmares and Dreamscapes, namun serial yang diangkat dari cerita pendek Stephen King ini minim isu sosial dan cenderung ke arah horor fantasi.
Namun, serial terbaru Joko Anwar sebanyak 7 episode ini lebih ke arah fantasi dan dipenuhi isu sosial yang terjadi di sekeliing kita.
Setiap episode ini berdiri sendiri, dengan kata lain mempunyai narasi yang berbeda, namun seiring kita menonton dan menamatkannya satu demi satu, makin jelas kalau semua narasi ini terhubung melalui kejahatan yang muncul dari alam mitologi Agartha.
Merujuk kepada sebuah legenda, Agartha merupakan sebuah tempat yang ada di antara permukaan bumi dan neraka, mirip dengan konsep ‘hollow earth’ atau bumi berongga yang dipopulerkan Monsterverse lewat Godzilla-nya.
Kita anggap saja seperti itu, dan Agartha tampaknya merupakan rumah bagi para dewa, yang juga dikenal sebagai “asura”. Benang merah ini ini tidak terlalu terlihat sampai menjelang episode finale yang akan mengagetkan kita yang telah menontonnya.
Di tiap episode sedikit demi sedikit benang merahnya terjalin dengan lini masa yang disematkan, namun kita bahas dahulu sinopsisnya satu per satu di bawah ini.
Sinopsis
Episode 1 berjudul Old House, berlatar pada tahun 2015, di mana Panji (Ario Bayu) dan istrinya, Rara (Faradina Mufti) dengan anaknya yang masih kecil, tinggal bersama ibunya (Yati Surachman).
Suatu hari, Panji yang merupakan supir taksi yang sangat sederhana, mengantarkan seorang perawat untuk bekerja di sebuah panti jompo misterius untuk orang-orang sangat kaya.
Ia tergoda untuk memasukkan ibunya yang hampir saja membuat cucunya terjatuh dari teras rumah susun yang mereka tempati. Sempat diingatkan Rara, ia tetap memasukkan ibunya ke panti jompo tersebut. Namun, Panji segera mengetahui kalau panti tersebut menyembunyikan rahasia yang mengerikan.
Episode kedua berjudul The Orphan, dengan latar tahun 2024, berkisah tentang sepasang suami istri, Iyos (Yoga Pratama) dan Ipah (Nirina Zubir) yang hidup dalam kemiskinan.
Mereka kemudian mengadopsi seorang anak yatim piatu bernama Syafin (Faqih Alaydrus) yang memiliki kemampuan luar biasa untuk memberi mereka kekayaan dalam enam hari. Namun di hari ketujuh, bahaya besar menanti. Bahaya apakah yang mereka dapatkan?
Episode ketiga berjudul Poems and Pains. Dengan latar tahun 2022, narasinya sederhana, saat berjuang untuk menyelesaikan novel terbarunya, Rania (Marissa Anita) menemukan bahwa novel terkenalnya ternyata mencerminkan kehidupan tokoh utamanya.
Rania seolah melihat pengalaman tokoh utama tersebut lewat matanya, bahkan ia harus menerima siksaan bertubi-tubi yang diterima karakter fiktifnya tersebut. Editornya, Hendra (Restu Sinaga) yang tadinya tidak percaya dengan cerita Rania, akhirnya melihat sendiri apa yang dialami Rania. Siapakah karakter yang dilihat Rania dalam penglihatannya itu?
Episode keempat berjudul Encounter, berlatar tahun 1985, sama halnya seperti episode ketiga, ketika manusia ternyata bisa mendapatkan kekuatan super. Para nelayan sedang resah menghadapi ancaman penggusuran yang ada di depan mata mereka.
Semua nelayan tersebut lantas berharap pada sosok pria pendiam yang juga merupakan rekannya, Wahyu (Lukman Sardi). Wahyu sempat memfoto sosok putih yang melayang di tengah kegelapan malam. Foto tersebut disinyalir merupakan malaikat yang akan menolong mereka semua. Benarkah Wahyu merupakan sosok penyelamat yang selama ini diharapkan teman-temannya?
Episode kelima berjudul The Other Side, berlatar tahun 2004, mengisahkan Bandi (Kiki Narendra) yang hidup sederhana bersama anak dan istrinya. Suatu hari saat ia ingin membeli obat di apotik, ia pergi ke tempat kerjanya dulu di bioskop dan ternyata waktu berjalan cepat.
Saat ia berhasil keluar dari bioskop, ternyata ia sudah menghilang selama dua tahun di luar sana. Istri dan anaknya sempat mencarinya, namun menyerah setelah setahun tidak ditemukan. Namun, istrinya percaya kalau suaminya jujur. Apa yang sebetulnya dialami Bandi di bioskop tersebut?
Episode keenam berjudul Hypnotized, berlatar tahun 2022, memperlihatkan Ali (Fachry Albar), seorang teknisi elektronik yang putus asa mencari pekerjaan. Ia lantas belajar cara menghipnotis orang lain, namun ia segera menghadapi konsekuensi atas tindakannya tersebut.
Episode ketujuh sekaligus terakhir berjudul P.O. Box, dengan latar tahun 2019, mengisahkan Valdya (Asmara Abigail), seorang penaksir harga berlian profesional yang mencari saudara perempuannya yang hilang.
Valdya menemukan petunjuk yang mengarahkannya ke sebuah P.O Box atau kotak pos, di mana adiknya sempat mengirimkan lowongan pekerjaannya ke alamat tersebut. Alamat tersebut ternyata alamat yang membawa dirinya dan sejumlah orang lain dengan kemampuan berbeda ke dalam situasi mematikan, tempat di mana semuanya bersatu. Tempat apakah yang ia datangi sebenarnya?
Narasinya berdiri sendiri namun tetap terkait satu sama lain
Joko Anwar yang bertindak sebagai produser eksekutif, juga menyutradarai episode pilot dan finale, memang memberikan sentuhan khas yang biasa ia eksekusi dalam tiap filmnya. Begitu pula dengan kelima episodenya yang disutradarai Tommy Dewo (episode 2), Randolph Zaini (episode 3 & 5), Ray Pakpahan (4 & 6).
Episode pertama yang walaupun narasinya terasa absurd, tapi setelah ditonton keseluruhan episode-nya, ada benang merah menarik yang membuat kita terus memutar ulang ke-7 episodenya untuk mencari easter egg tersembunyi yang diselipkan di sela-sela adegannnya.
Serial ini merangkai sejumlah kisah tentang orang-orang biasa yang menghadapi fenomena di luar nalar dengan berbagai narasi yang saling bersinggungan satu sama lain dan mengarah pada konklusi yang dramatis.
Dengan berlatar di Jakarta pada medio 1985- 2024, atau kurang lebih 30 tahun, kisah yang disampaikan serial ini terinspirasi dari permasalahan sosial dan politik di Indonesia.
Cineverse tidak akan mengulas semua konspirasi yang muncul dari keseluruhan narasi ini, namun pada intinya yang ingin diutarakan Jokan dalam serial ini adalah munculnya dunia Agartha yang ada di bawah tanah, yang mulai terlihat pada episode 3 dan mulai jelas pada akhir episode 7.
Sebetulnya penampakan monster di panti pada episode 1 bisa terlihat kalau mereka membantu aliran sesat di panti jompo tersebut. Di dunia asalnya (di Agartha), mereka mungkin diperlakukan seperti manusia biasa, tapi di dunia manusia, mereka diperlakukan seperti dewa.
Jadi tentu saja mereka lebih memilih tinggal bersama manusia yang mendewakan mereka. Namun, mereka menemui ajalnya di akhir episode berkat Panji, dan menghancurkan setiap anggota sekte. Namun, ada satu orang (atau iblis) muncul dari balik abu dengan empat jari, yang berarti ada yang selamat dari kobaran api tersebut.
Satu orang yang selamat dengan jari empat ini kemungkinan adalah Syafin (Faqih Alaydrus) yang diadopsi oleh Iyos (Yoga Pratama) dan Ipah (Nirina Zubir). Perbedaan latar tahun, 2015 (episode 1) dan 2024 (episode 2), membuat narasi ini terlihat masuk akal.
Terlebih lagi, Syafin memang mempunyai 4 jari di masing-masing tangannya. Untuk benang merah selanjutnya, kita serahkan kepada pembaca agar ulasan ini tidak terlalu panjang.
Referensi yang beragam dari banyak film terkenal
Banyak referensi film atau kisah klasik yang menjadi ide dari Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams. Cineverse mencatat banyak rujukan terkait, misalnya episode 1 mengingatkan kita pada A Cure for Wellness (2016), dengan The Void (2016) dan sentuhan tone Suspiria (1977).
Beberapa narasinya juga mengingatkan pada banyak film seperti The Shining (1980) atau adegan klasik Buster Keaton bergelantungan di jarum jam di Safetly Last! (1923) yang muncul di episode 6.
Elemen teknisnya tetap digarap serius
Seperti halnya film yang dibuat Joko Anwar sebelumnya seperti Siksa Kubur, tone warna yang digunakan masih senada dengan film yang pernah digarapnya. Begitupun dengan skoringnya yang tetap digarap serius, terdengar pelan namun konsisten, dan mulai menanjak di beberapa adegan yang krusial.
Dengan rentang waktu tiga dekade, menarik melihat sisi artistik yang digunakan dari tiap episodenya, membuat keseluruhan serial ini sarat dengan keseharian hidup kita. Kekurangan minornya ada di CGI beberapa makhluk kembar Agartha yang terlihat biasa saja dan tidak mengesankan.
Kesimpulan
Sebagai karya pertamanya untuk Netflix, serial bergenre fantasi ini patut diberi pujian terhadap keberanian Joko Anwar menggarap genre yang jarang diangkat ke medium layar lebar ataupun layar kaca.
Tetap dengan ciri khasnya yang selama ini lekat dalam banyak film horornya, Nightmares and Daydreams juga membuat kita penasaran dengan gimmick easter egg-nya yang bertebaran di sepanjang episode serial ini.
Tentu saja easter egg ini akan menghadirkan diskursus serius di jagad maya seperti halnya Siksa Kubur terdahulu. Dengan puluhan bintang bermain di serial ini, rasanya tidak mungkin bagi kita untuk tidak menontonnya.
Serial ini akan memberi kita pencerahan akan sebuah karya surealis fantasi yang amat jarang dibuat sineas Indonesia. Buat kamu penyuka karya Joko Anwar dan juga buat mereka yang penasaran dengan kisah yang disajikan, tonton segera Nightmares and Daydreams, eksklusif hanya di Netflix.
Director: Tommy Dewo, Randolph Zaini, Ray Pakpahan
Starring: Ario Bayu, Nirina Zubir, Faradina Mufti, Yoga Pratama, Lukman Sardi, Asmara Abigail, Fachry Albar, Sita Nursanti, Marissa Anita, Kiki Narendra, Poppy Sovia, Ersa Mayori, Restu Sinaga, Haydar Salishz
Duration: 47-62 minutes/episode
Score: 7.2/10
WHERE TO WATCH
The Review
Joko Anwar's Nightmares and Daydreams
Joko Anwar's Nightmares and Daydreams mengisahkan 7 episode bergenre fantasi dengan kisah berbeda yang terinspirasi dari permasalahan sosial dan politik di Indonesia.