“Kau akan terikat pada kesuksesanmu, tanpa menyadari yang telah hilang” – Chef Paul (Hunger)
Bagaimana jadinya jika The Menu versi Asia dipadukan dengan film ambisius seperti Whiplash? Inilah yang akan tampil di film Hunger, yang akhirnya telah rilis dan siap memuaskan rasa penasaran penggemar.
Hunger sendiri merupakan film thriller Netflix Original Thailand yang disutradarai oleh Dom Sitisiri Mongkolsiri dan ditulis oleh penulis skenario Lek Kongdej Jaturanrasamee.
Diproduksi juga oleh Kongdej Jaturanrasamee, namanya pernah terkenal karena menulis skenario Girl From Nowhere, Faces of Anne, dan Where We Belong.
Ada pun sutradara Mongkolsiri sebelumnya mengarahkan Inhuman Kiss, yang pernah menjadi perwakilan Thailand untuk Academy Awards pada tahun 2020.

Sinopsis
Film ini bercerita tentang Aoy (Chutimon Chuengcharoensukying), seorang wanita berusia dua puluhan, yang mengelola restoran mie goreng milik keluarganya di kawasan tua Bangkok.
Suatu hari, ia menerima undangan untuk meninggalkan bisnis keluarga dan bergabung dengan tim ‘Hunger’.
Karena ambisi, Aoy memutuskan untuk ikut di antara persaingan mewah nomor satu di Thailand, yang dipimpin oleh Chef cerdik dan jahat bernama Paul (Nopachai Chaiyanam).
Sinematografi jadi aspek yang luar biasa
Jika setidaknya para penonton tidak bisa merasakan, maka tampilan yang menggiurkan menjadi kunci utama dalam film-film tentang makanan. Hal ini sangat ditonjolkan dalam Hunger, dimana sang sutradara benar-benar membuat para penonton merasa lapar. Lapar akan ambisi untuk menjadi sukses, dan lapar dengan hidangan yang mewah.

Sejak film dimulai, adegan awal memperlihatkan sosok chef handal yang membuat sajian menarik. Konsistensi tersebut terus berjalan hingga akhir cerita. Setiap masakan, baik yang sederhana maupun sulit, selalu ditunjukkan dengan nikmat.
Meski begitu, ada banyak adegan tertentu yang juga memamerkan sifat bawaan manusia, tentunya lewat makanan. Ketika orang-orang berkelas diminta untuk mencoba makanan, mereka lantas menjadi rakus dan serakah. Bagi sebagian penonton, adegan ini mungkin bisa terbilang menjijikan.
Namun, hal-hal itu yang menjadikan Hunger begitu menarik. Film ini berani menampilkan kesan disturbing namun tetap terlihat mewah. Di satu sisi, penonton bisa merasa ketakutan, sementara di sisi lain, merasa lapar.
Plot cerita dan pembagian kelas
Awalnya, Aoy hanyalah koki untuk rumah makan keluarganya sendiri. Karena keterampilan memasaknya yang sangat baik, seorang chef merekrut Aoy agar bisa keluar dari zona nyaman. Kebutuhan untuk diakui dan memiliki pilihan membuat Aoy memutuskan untuk bergabung dengan Hunger.

Sejujurnya, motivasi ini tidak bisa dibilang menarik. Aoy memiliki kehidupan yang aman – meski membosankan. Ketika melihat perlakuan Chef Paul, ada perasaan agar Aoy segera pergi meninggalkan ruangan dan tetap memilih jalannya sebagai penerus restoran keluarga.
Namun, keinginan untuk menjadi istimewa ternyata lebih besar. Aoy mulai berubah, terkesan sok penting, dan banyak belajar. Ia lebih memahami bahwa makanan juga bisa menjadi batas antar kelas, orang kaya dengan orang miskin.
Ketika sebagian besar masyarakat pra-sejahtera melihat makanan sebagai benda penghilang rasa lapar, orang-orang kaya justru menjadikan makanan sebagai simbol kemewahan. Belum lagi, ada banyak yang harus dikorbankan untuk menyajikan kesan mahal tersebut. Namun demikian, garis antara si kaya dan si miskin seringkali kabur, memaksa kita untuk melihat beberapa situasi dari perspektif yang berbeda.
Para pemain dan karakter yang menarik
Terlepas dari karakternya yang menarik, Chutimon Chuengcharoensukying sukses memberikan penampilan luar biasa sebagai Aoy. Ia berhasil memerankan peran tersebut dengan sangat meyakinkan, sehingga sering kali terasa seperti menonton kisah nyata dari seseorang. Karakternya berkembang, dari semula hanya mengikuti arus nasib hingga akhirnya bisa memilih jalannya sendiri.

Aoy di babak pertama hanyalah gadis biasa yang paham bahwa dirinya memang pintar memasak. Ia hanya mementingkan rasa, tanpa tampilan apa-apa. Setelah masuk ke Hunger, Aoy banyak belajar hal-hal baru bahkan yang bukan keahliannya. Lambat laun, ia mengerti akan rasa “lapar” yang sesungguhnya. Ambisinya mulai meningkat, membuatnya sempat lupa akan batasan.
Ada pula Nopachai Chaiyanam sebagai Chef Paul. Ia juga berhasil tampil luar biasa dan mempertahankan karakternya yang kejam. Karakternya tidak bisa dibilang jahat atau pun baik. Dari sudut pandang tertentu, mungkin Paul adalah sosok yang sadis, dingin, dan tidak memiliki hati. Sementara di sisi lain, ia hanya manusia yang tumbuh dengan ambisi kuat demi eksistensi dan bertahan hidup. Namun pada akhir cerita, dijelaskan bahwa itulah harga dari keistimewaan.
Kesimpulan
Durasi dua jam mungkin terlihat menakutkan, namun Hunger mampu membayar waktu tersebut. Penampilan luar biasa dari para karakter serta sinematografi yang menawan tentunya akan membuat para penonton betah berlama-lama di depan layar. Perlu diingat, mungkin ada bagian yang akan membuat penonton merasa terganggu atau jijik.
Lewat judulnya, Hunger ternyata bukan berbicara tentang makanan saja. Rasa lapar muncul dalam diri manusia sebagai ambisi, untuk cita-cita atau keinginan agar diakui. Meski begitu, film ini juga sukses memperlihatkan bahwa makanan merupakan simbol yang dapat diartikan bebas oleh siapa saja.
Director: Sittisiri Mongkolsiri
Cast: Chutimon Chuengcharoensukying, Nopachai Chaiyanam, Gunn Svasti Na Ayudhya, Bhumibhat Thavornsiri, Varit Hongsananda.
Duration: 130 minutes
Score: 7.0/10
WHERE TO WATCH
The Review
Hunger
Aoy (Chutimon Chuengcharoensukying), seorang wanita yang mengelola restoran milik keluarga, menerima undangan untuk bergabung dengan tim Hunger.