Review Guy Ritchie’s The Covenant (2023)

Balas Budi Seorang Tentara kepada Penerjemah yang Menolongnya Hingga Selamat

guy ritchie’s the covenant ed1

© STX

“If it wasn’t enough for him to carry me across those mountains, now he’s hiding in a hole somewhere. I should be in that hole,” – Jake (Guy Ritchie’s The Covenant)

Serangan 11 September ke World Trade Center, New York, Amerika Serikat memang berbuntut panjang. Setelah kejadian tersebut, Amerika Serikat mengerahkan kekuatan militer terbesarnya untuk mencari Osama bin Laden dan meminta Taliban untuk mengekstradisinya. Namun, Taliban menolak dan bin Laden keburu kabur ke Pakistan. Amerika bersama sekutunya tetap berada di Afghanistan menjalani operasi itu hingga berakhir tahun 2021.

Selama perang di Afghanistan tersebut, Amerika merekrut ribuan orang lokal untuk menjadi penerjemah mereka, dengan imbalan uang, visa dan paspor bagi penerjemah tersebut dan keluarganya. Daya tarik itulah yang menjadikan posisi penerjemah diserbu banyak orang lokal yang ingin keluar dari Afganistan karena keluarga mereka telah menjadi sasaran Taliban. Peran penerjemah juga menjadi sangat krusial bagi tentara Amerika Serikat, karena secara tidak langsung mereka melindungi para tentara itu dari orang-orang Taliban yang menjadikan mereka target utama, walaupun banyak di antara mereka tidak jujur dalam menjalankan tugasnya, dan malah berkhianat ke arah sebaliknya.

© STX

Sinopsis

Sersan Angkatan Darat A.S. John Kinley (Jake Gylenhaal) sempat dipusingkan saat penerjemah utama mereka mati karena ledakan bom. Ia kemudian merekrut Ahmed (Dar Salim) dari sejumlah kandidat yang disediakan, untuk menjadi penerjemah bagi ia dan timnya saat melakukan misi di Afghanistan. Ahmed setuju untuk membantu tentara Amerika untuk membalas dendam terhadap Taliban atas kematian putranya.

Saat mereka sedang melakukan pencarian terhadap keberadaan pabrik bahan peledak milik Taliban, John dan timnya terkepung sebelum bala bantuan datang. Jarak pabrik tersebut yang mencapai 130 kilometer, memperlambat bantuan itu datang, dan semuanya telah gugur. Hanya tersisa John dan Ahmed saja yang berhasil lolos dari sergapan Taliban tersebut.

Kedua orang ini dikejar habis-habisan oleh Taliban hingga berhari-hari. Di suatu hari, saat mereka terbangun, John terjebak dan terluka parah hingga tak sadarkan diri, sebelum akhirnya musuh yang menyergap itu dilumpuhkan Ahmed.

Ahmed sempat kebingungan melihat John tak sadarkan diri dan terluka parah di bagian kepala dan pahanya. Sebelum pasukan Taliban datang lagi, Ahmed menyeret Kinley dengan menggunakan potongan kayu yang ia rakit sebelumnya. Sadar kalau jalan utama telah dikepung tentara Taliban, Ahmed susah payah berjalan sambil menyeret John melintasi pegunungan bergurun di tengah terik matahari untuk menghindari Taliban.

© STX

Empat minggu kemudian Kinley tersadar, dan menemukan dirinya ternyata telah berada di Amerika. Ia dengan segera mengetahui dari temannya kalau Ahmed dan keluarganya berpindah tempat karena dikejar-kejar Taliban. Ia menjadi pahlawan saat aksinya menyelamatkan John menjadi berita utama. Ketika John meminta tolong otoritas AS untuk memberikan visa selalu ditolak, John akhirnya pergi kembali ke Afghanistan untuk menyelamatkan Ahmed yang mempertaruhkan nyawanya untuk dia. Berhasilkah dia menemukan Ahmed dan menyelamatkannya keluar dari Afghanistan?

Film perang yang tak hanya sekadar baku tembak saja

Selama satu dekade terakhir, banyak sekali film Hollywood yang mempunyai latar perang di Afghanistan, dan yang terakhir muncul di Indonesia adalah The Outpost (2019) yang dibintangi Scott Eastwood dan Orlando Bloom. Kemunculan Guy Ritchie’s The Covenant di layar lebar Indonesia memang memberikan perspektif baru soal perang. Perang Afghanistan tak hanya sekedar baku tembak saja antara Amerika dengan Taliban, namun para individu yang terlibat di dalamnya, khususnya dalam film ini adalah penerjemah dan tentara Amerika itu sendiri.

Paruh pertama film mungkin sudah biasa kita lihat di banyak film peperangan. Menjalankan misi sambil memeriksa sejumlah tempat dan orang yang dicurigai, memang umum digambarkan dalam tiap film perang. Namun, memasuki paruh kedua, situasinya berbalik drastis. Kini bukan mereka yang mengejar pasukan Taliban, malah giliran Jake dan Ahmed yang dikejar-kejar Taliban. Seperti hide and seek saja, namun dilakukan di tengah pegunungan bergurun. Terlebih sejak John terluka dan tak sadarkan diri. Dari sini film mulai terlihat menarik dan beda dari film perang pada umumnya. Dar Salim kini beralih menjadi pemeran utama, sedangkan Jake Gylenhaal menjadi pemeran pendamping.

Penggunaan sudut pandang yang out of the box

Di film perang pertamanya ini, Guy Ritchie tak menggunakan signature style seperti yang biasa ia lakukan di film-film sebelumnya. Tak ada quick cut, semua berjalan seperti film pada umumnya. Hanya titling karakter, salah satu signature-nya yang tetap ia pertahankan. Selebihnya, untuk urusan machoisme, adegan bertarung, adegan kejar-kejaran, hanya menyesuaikan saja dengan filmnya.

Buat kita yang mungkin tak terbiasa melihat film-film Guy Ritchie terdahulu, akan nyaman melihat film ini hingga selesai. Dalam Guy Ritchie’s The Covenant, yang menarik perhatian Cineverse adalah penggambarannya terhadap perspektif visual yang diperlihatkan John saat tak sadarkan diri. Ia merotasi kamera 180 derajat hingga seolah-olah itu adalah apa yang dilihat John saat itu. Sekelebat visual penting diperlihatkan satu per satu dari perjalanan Ahmed menyeret John mulai dari sungai, rumah yang terbakar hingga tingginya rerumputan, semua itu dirotasi dan diletakkan sejajar dengan permukaan tandu kayu yang dibuat Ahmed. Simply amazing!

Skoringnya sangat dalam dan menyayat hati

© STX

Sayatan string secara konstan terdengar di sepanjang film, dan membangun pembawaan adegan menjadi lebih hidup. Salah satu kelebihan Guy adalah unsur musikalitasnya yang tinggi dalam tiap film yang ia kerjakan. Ia tetap menggunakan Christopher Benstead yang telah bekerja sama dengannya sejak Aladdin, The Gentlemen, Wrath of Man hingga film Guy Ritchie yang terbaru, Operation Fortune: Ruse de guerre.

Kesimpulan

Guy Ritchie’s The Covenant menampilkan film perang dengan perspektif yang berbeda. Saling percaya antara penerjemah dan tentara yang menjadi rekan kerjanya menjadi sesuatu hal yang penting dalam hal ini, karena saat kita ditolong rekan kita, kita akan percaya padanya dan terus berutang budi padanya sampai itu terbayarkan, dan hal itulah yang membuat The Covenant menjadi lebih hidup. Chemistry yang baik antara Jake Gylenhaal dengan Dar Salim membuat film ini bisa berbicara lebih banyak ketimbang tema perang yang diusungnya. Film ini akan rilis pada 19 April 2023, jadi segera tonton di jaringan bioskop XXI tredelat di kota kamu.

 

Director: Guy Ritchie

Cast: Jake Gylenhaal, Dar Salim, Alexander Ludwig, Jonny Lee Miller, Jason Wong, Emily Beecham, Fahim Fazli

Duration: 123 Minutes

Score: 7.6/10

WHERE TO WATCH

The Review

Review Guy Ritchie’s The Covenant (2023)

7.6 Score

Guy Ritchie’s The Covenant mengisahkan tentara Amerika yang ditolong penerjemahnya, dan kini ia gantian menolong penerjemahnya

Review Breakdown

  • Acting 7
  • Cinematography 7
  • Entertain 8
  • Scoring 8
  • Story 8
Exit mobile version