“It was like a prehistoric dinosaur turned monster. The local inhabitants called it Godzilla,” – Koichi Shikishima (Godzilla Minus One, 2023)
Godzilla Minus One sempat mengguncang para fans Godzilla sejak penayangan perdananya pada November 2023. Bagaimana tidak? Film ini mendapatkan respon sangat positif dari semua orang yang telah menontonnya, dan diharapkan bisa tayang di Indonesia.
Lama menunggu, kenyataannya film ini ternyata tidak dapat ditayangkan di Indonesia dan banyak negara Asia lainnya. Film ini praktis sejak akhir 2023 hingga menjelang pertengahan tahun, diputar di hampir negara Eropa dan Amerika Serikat, hingga terdengar kabar kalau film ini akan tayang serentak di Netflix pada awal Juni ini.
Film ke-37 dalam waralaba Godzilla dan merupakan film ke-5 di era waralaba Reiwa ini tayang perdana di Gedung Shinjuku Toho pada tanggal 18 Oktober 2023, dan dirilis di Jepang pada tanggal 3 November, untuk merayakan ulang tahun ke-70 waralaba tersebut.
Toho International kemudian merilisnya di Amerika Utara pada tanggal 1 Desember. Godzilla Minus One meraup hampir 116 juta dolar AS di seluruh dunia dengan perkiraan anggaran ‘hanya’ 10–12 juta dolar AS, dan menjadikan film Jepang dengan pendapatan kotor tertinggi ketiga pada tahun 2023 dan melampaui Shin Godzilla (2016) sebagai film Godzilla Jepang paling sukses.
Godzilla Minus One sempat mendapatkan 12 nominasi di Japan Academy Film Prize ke-47 (memenangkan delapan), 3 nominasi di Asian Film Awards ke-17 (memenangkan dua), dan memenangkan Efek Visual Terbaik di Academy Awards ke-96.
Bagaimanakah dengan filmnya? Cineverse akan mengulasnya di bawah ini.
Sinopsis
Menjelang akhir Perang Dunia II, di Jepang seorang pilot kamikaze muda, Koichi Shikishima (Ryunosuke Kamiki) kalau perang tidak sepenuhnya akan berakhir. Dia menyadari kalau perang ternyata belum selesai.
Saat dia kembali ke markasnya, rekan-rekannya dibantai oleh monster besar yang akhirnya diberi nama Godzilla. Monster yang terlihat seperti dinosaurus ini hampir tak bisa dihentikan oleh semua senjata buatan manusia.
Koichi lantas memutuskan untuk memenangkan bagian dari perang yang dia ambil secara pribadi dan mengalahkan Godzilla. Dia lantas mengambil pekerjaan dengan mantan tentara lainnya untuk menonaktifkan ranjau laut yang selama ini disebar sekutu saat Perang Dunia II.
Tidak lama kemudian Godzilla muncul kembali, dan mengancam banyak orang. Namun, disaat Perang Dingin sedang berlangsung, pemerintah Jepang ternyata tak mengambil tindakan apa pun, membuat warga sipil Jepang harus membela diri mereka sendiri.
Di saat inilah Koichi dan rekan-rekannya berusaha menghadapi Godzilla agar mereka tak kembali diserang makhluk menakutkan tersebut.
Narasinya lebih membumi
Salah satu perbedaan krusial film ini bila kita kaitkan dengan banyak film Godzilla sebelum ini adalah elemen kemanusiaannya yang kuat dan interaksi antar pemainnya yang intim satu sama lain. Baik antara karakter utama dengan karakter pendukungnya, maupun sesama karakter pendukung itu sendiri.
Dampak kehancuran yang diakibatkan Godzilla sangatlah masif di kota yang ia lewati, membuat banyak orang saling menolong satu sama lain. Kepedulian itulah yang hilang di banyak film Godzilla sebelumnya, dan kini diangkat di film ini. Bahkan untuk beberapa orang, narasi ini cenderung emosional karena kepedihan yang tergambar lekat lewat visualisasinya yang mencekam.
Fokus utamanya kini bukan pada sosok Godzilla lagi, di mana perannya digeser menjadi peran sekunder yang tidak sekrusial film-film sebelumnya yang cenderung menjadi karakter antagonis yang sejajar dengan karakter manusia itu sendiri.
Berlatar saat Perang Dunia II, banyak narasi yang menunjukkan ketidakberdayaan manusia saat dihadapkan pada sesuatu yang tidak mungkin, dan momen inilah yang menguatkan mereka satu sama lain, yang bahkan belum mereka kenal sebelumnya.
Inilah poin utama Godzilla Minus One yang membuatnya berbeda dari sebelumnya. Kesederhanaan narasi yang dibungkus dengan nilai-nilai kemanusiaan untuk mencapai suatu tujuan yang lebih baik.
Efek visualnya yang mengagumkan
Satu elemen yang banyak membuat penonton dan kritikus terpukau adalah efek visualnya. Dengan anggaran minim (di bawah 20 juta dolar AS), menonton film ini bagaikan menonton film Hollywood dengan bujet di atas 50 juta dolar AS.
Wajar saja, efek visual bisa mendapatkan penghargaan Oscar, dan bisa mengalahkan film-film seperti The Creator ataupun Guardians of the Galaxy 3. Tak hanya efek visualnya, skoringnya pun mengambil dari banyak film Godzilla terdahulu.
Naoki Sato yang menggarap komposer film ini juga mengambil inspirasi dari anime Studio Ghibli untuk adegan-adegan menyedihkan dan menggubah ulang musik dari Akira Ifukube (yang menggarap beberapa film lawas Godzilla) seperti Godzilla (1954), King Kong vs. Godzilla (1962) dan Mothra vs. Godzilla (1964) untuk beberapa adegan.
Kesimpulan
Godzilla Minus One sangatlah berbeda dari banyak film di waralaba ini, terlebih lagi dari rilisan Hollywood. Dengan latar setelah Perang Dunia II, di mana keterbatasan menjadi kendala, tidak berarti masalah Godzilla tidak bisa diatasi.
Mengedepankan sisi kemanusiaan menjadi poin utama film ini. Secara ekstensif, narasi Godzilla Minus One mengedepankan tema anti-nuklir, anti perang, rasa trauma, pengharapan, rasa bersalah, dan penebusan.
Narasi yang seimbang ini juga didukung oleh elemen teknisnya yang walaupun digarap matang walaupun dengan bujet kecil, film ini ternyata diapresiasi secara luas di dunia internasional. Tonton segera film ini hanya di Netflix.
Director: Takashi Yamazaki
Starring: Ryunosuke Kamiki, Minami Hamabe, Yuki Yamada, Munetaka Aoki, Hidetaka Yoshioka, Sakura Ando, Kuranosuke Sasaki
Duration: 124 Minutes
Score: 8.2/10
WHERE TO WATCH
The Review
Godzilla Minus One
Godzilla Minus One mengisahkan Shikishima, mantan pilot Kamikaze yang bekerja sama dengan sekelompok veteran untuk mengalahkan monster yang dikenal sebagai Godzilla