“Perhatian memiliki kata dasar hati. Apapun yang dilakukan kalau tidak pakai hati, tidak akan ada gunanya” – Arya (Till Death Do Us Part).
Perfilman tanah air patut untuk mengucapkan terima kasih kepada sutradara Anggy Umbara bersama penulis Erwin Dhia Falah yang telah berani menciptakan suasana baru sebagai dua eksekutor utama dari sebuah film bergenre romantis. Disney+ Hotstar yang resmi merilis film ‘Till Death Do Us Part’ pada 28 Mei 2021 menunjukkan bahwa semangat untuk membenahi kualitas film Indonesia masih membara dengan cukup panas.
Film berdurasi 81 menit ini menghadirkan jalan cerita yang tidak biasa. Membalut dirinya dalam sampul science fiction pada lapisan ketiganya setelah romantis dan aksi, film ‘Till Death Do Us Part’ menunjukkan bahwa film romantis di Indonesia tidak hanya gemar menyajikan drama haru biru ataupun gombalan-gombalan yang membuat kedua pipi para pemain utamanya bersemu merah.
Kali ini, film Indonesia bergenre romantis ternyata juga bisa menghadirkan suasana menegangkan, penuh misteri, dan merangsang kepekaan penonton untuk berpikir menyingkap makna terujung dari akhir cerita yang bersifat terbuka.
Film ‘Till Death Do Us Part’ mengisahkan tentang aktris terkenal bernama Vanesha (Syifa Hadju) yang mendatangi seorang jurnalis bernama Arya (Rizky Nazar) di gedung tempat pria itu bekerja. Kekaguman melihat keberadaan artis yang “nyasar” ke kantor itu berubah menjadi ketakutan dan keterkejutan ketika Vanesha justru menodongkan pistol ke arah Arya dan menyandera karyawan-karyawan di sekitar mereka.
Sambil terisak, gadis itu menuduh Arya telah mencampakkannya begitu saja. Namun, cerita mulai menunjukkan keberadaan teka-teki yang hendak disingkap di sepanjang film ketika Arya tidak merasa pernah terlibat hubungan sebagai sepasang kekasih dengan Vanesha.
Pada dasarnya, kisah cinta di dalam film ‘Till Death Do Us Part’ menyajikan konflik-konflik yang terbilang klise, mulai dari status sosial dari sepasang kekasih yang terlalu berjarak untuk menyatu, rasa rendah diri untuk memperjuangkan cinta, hingga kemarahan akibat dicampakkan tanpa sikap yang beradab dari salah satu pihak.
Yang membuat film ini menarik adalah sisi science fiction yang belum banyak berani untuk diangkat di dalam sebuah film Indonesia. Sisi itu hadir secara “lugu” melalui beberapa adegan dan narasi pemicu sekaligus penyelesai konflik utama.
Alur yang pada awalnya tampak seperti alur maju dimeriahkan oleh beberapa kilas balik sehingga membuat kesan alur maju-mundurlah yang mendominasi. Meskipun begitu, segenap tim di balik layar berhasil menjaga keseimbangan di antara masa sekarang dan masa lalu sehingga penonton akan terlindungi dari perasaan bingung untuk memahami jalan cerita film.
Sinematografi khas MD Pictures mendominasi pengambilan gambar di sepanjang film. Suasana sendu dengan warna-warna yang redup cukup selaras jika disandingkan dengan jalan cerita cinta yang manis bersama muatan beberapa unsur misteri dan suasana mencekam.
Tanda tanya penonton tidak muncul begitu menggelisahkan karena dituntun oleh tampilan layar yang menenangkan. Elemen skor film ditempatkan sesuai dengan porsinya. Bagian paling mengesankan ada pada adegan klimaks yang berpotensi memicu emosi penonton.
Dari beberapa uraian kehebatan film ‘Till Death Do Us Part’ di atas, masih terdapat beberapa kekurangan yang sangat disayangkan keberadaannya. Beberapa dialog masih terdengar sangat mentah. Penggalan kalimat-kalimat yang ditujukan untuk mencapai kesan puitis justru muncul secara menggelitik dalam kesan hiperbolis.
Sebenarnya, apa penyebab kemunculan kesan aneh seperti itu? Bisa jadi karena “konsistensi” dialog masih terdengar samar-samar. Entah disengaja atau tidak, dua tokoh sentral dalam film ini, baik Vanesha ataupun Arya, tampak hanya akan mengucapkan dialog yang “dipaksa puitis” pada waktu yang telah ditetapkan oleh sutradara. Selebihnya, mereka berbicara seperti sepasang kekasih yang umum ditemukan di dunia nyata.
Selain persoalan mentahnya dialog, hal yang paling mengganggu di dalam film ini sebetulnya adalah sisi komedi yang muncul secara sembarangan, bukan pada tempatnya. Salah satunya tampak menonjol dalam adegan negosiasi di antara pelaku kejahatan dengan pihak berwenang. Adegan itu tampak sangat mengada-ada melalui keberadaan lelucon di dalam kalimat-kalimat persuasi.
Bagaimana bisa kegiatan menyelamatkan banyak sandera ditempuh dengan lelucon yang “receh”? Bukannya menghibur, sisi komedi di dalam film ‘Till Death Do Us Part’ cenderung berpotensi menjengkelkan bagi sebagian penonton.
Dari segala kekurangan itu, ide cerita yang segar untuk ukuran film Indonesia bergenre romantis menjadi nilai baik yang menyelematkan sebagian besar penilaian film ‘Till Death Do Us Part” untuk menjangkau nilai rata-rata. Bisa dilebihkan beberapa angka di belakang koma karena eksekusi permainan peran Syifa Hadju yang cukup terlihat maksimal.
Ia benar-benar menyala di depan kamera dalam tubuh karakter seorang perempuan yang terlanjur cinta mati dengan seorang lelaki yang tampak sempurna baginya. Rizky Nazar pun hadir dengan permainan peran yang berkesan alami. Karakter pria cerdas tetapi tertutup memang cocok untuk diperankan oleh Rizky yang memang tampak berpenampilan seperti itu.
Pada kesimpulan yang paling ringkas, film ‘Till Death Do Us Part’ menjalankan misinya untuk menghadirkan keunikan film Indonesia bergenre romantis dengan cukup baik.
Director: Anggy Umbara
Cast: Syifa Hadju, Rizky Nazar, David Nurbianto, Ephy Pae, Andri Mashadi, Arief Didu, Verdi Solaiman, Emil Kusumo, Anyun Cadel, Unique Priscilla, Karina Suwandi.
Duration: 81 Menit
Score: 6.6/10
WHERE TO WATCH
The Review
Till Death Do Us Part
'Till Death Do Us Part' berkisah tentang seorang aktris terkenal bernama Vanesha yang mendatangi seorang jurnalis bernama Arya.Ia menuduh Arya telah mencampakkannya begitu saja sambil menondongkan pistol dan mengancam akan membunuh pria itu.Namun anehnya, Arya justru mengaku tidak pernah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih bersama Vanesha.