“Dunia memang keras, begitupun hidup. Tapi, apapun yang terjadi hanya keluarga yang bisa kau percaya,” – Puang Hatta (Sang Saudagar #Tabepuang).
Film komedi rata-rata hadir dengan para pemain dan kru yang sebagian merangkap menjadi komika, sehingga lawakan yang ditampilkan terasa familiar dan mudah diterima. Baru-baru ini, ada film komedi garapan debut sutradara Muhadkly Acho, yang berjudul ‘Gara-Gara Warisan‘.
Hampir mirip, karena saling membahas harta peninggalan, film asal Sulawesi ini berani membawa nuansa baru yang segar. Mengambil sudut pandang pedagang kain, ‘Sang Saudagar #Tabepuang’ mencampurkan unsur aksi-aksi kriminal yang dibalut dengan komedi, yang menghasilkan adegan lucu nan menghibur.
‘Sang Saudagar #Tabepuang’ disutradarai dan ditulis langsung oleh sutradara Asril Sani, yang sebelumnya juga pernah terlibat dalam produksi film di tanah Sulawesi berjudul ‘Uang Panai’ (2016). Produksi film ini berada dibawah naungan L’palalo Production dan SKV Movie Entertainment.
Film asal Sulawesi yang berlatar di daerah Makassar dan Papua ini, sudah bisa kamu saksikan di bioskop sejak penayangan perdananya pada 21 April lalu.
Sinopsis
Kisah di dalamnya, dimulai dengan penggambaran sosok Andi Hatta (Ikram Noer), seorang saudagar yang mempunyai perusahaan kain. Perusahaan milih Puang Hatta tersebut merupakan usaha warisan turun temurun yang diteruskan dari keluarganya.
Semuanya masih berjalan lancar, namun suatu ketika beredar sebuah isu lama tentang perusahaan kain milik Puang Hatta yang dikatakan memiliki harta peninggalan ilegal yang disembunyikan oleh dirinya sendiri. Tak hanya itu, isu tersebut sampai ke masyarakat luas hingga menjadi incaran banyak orang.
Takut berdampak buruk pada perusahaan, Puang Hatta pun akhirnya menyewa dua detektif swasta bernama Ratu (Arlita Reviola) dan Rio (Cahya Ary Nagara) untuk melindungi sekaligus mencari tahu tentang kebenaran yang sesungguhnya terkait berita harta peninggalan tersebut.
Namun, bukannya berjalan lancar, usaha kedua detektif itu dipersulit dengan kehadiran ketiga karyawan nyeleneh dari Puang Hatta, di antaranya ada Uyha (Uyha Mahmud), Noya (Indah Nonoy), dan Luna (Fitry Laluna). Para karyawan tersebut justru turut serta dalam bertindak sebagai detektif yang tentu saja terlihat amatiran.
Keikutsertaan mereka membuat semuanya menjadi sulit karena ketiga karyawan itu suka bertindak gegabah dan menarik perhatian. Lantas, bagaimana kelanjutan dari penyelidikan harta peninggalan yang dilakukan oleh kedua detektif berpengalaman tersebut? Akankah keterlibatan ketiga karyawan Puang Hatta membuat semuanya menjadi runyam?
Film daerah yang dibintangi pemain lokal
Keseluruhan film ini dibintangi oleh para pemain lokal, mulai dari karakter utama hingga karakter pendukung. Film daerah asal Sulawesi ini melakukan syuting di Makassar dan Papua, meskipun film daerah dialog yang digunakan tidak sepenuhnya berbahasa Makassar.
Sebelum tayang di bioskop, Asril Sani sempat mengatakan jika dirinya rindu untuk memproduksi film-film daerah. Karena sebelumnya terkendala pandemi yang membuatnya memutuskan untuk tidak berproduktif.
Dengan hadirnya film daerah ini diharapkan para sineas tetap mengedepankan karya dengan unsur daerah di Indonesia, agar bisa mengembangkan serta memajukan unsur lokal dalam bentuk film. ‘Sang Saudagar #Tabepuang’ hadir dengan genre komedi kriminal, yang pastinya siap membuat penonton tertawa dan terhibur.
Kisah membingungkan didukung skoring ngawur
Sayang beribu sayang, hal yang menjadi kekurangan dari film daerah ini adalah kurangnya eksplorasi mendalam tentang kisah apa yang diangkat. Premis diawal sudah cukup menjanjikan, dengan mengisahkan pencarian serta perebutan harta peninggalan ilegal yang bernilai fantastis.
Tapi, tidak diberitahukan secara detail tentang harta tersebut dalam bentuk apa, serta mengapa harta tersebut hanya disimpan sebagai peninggalan dengan rentetan teka-teki yang diberikan untuk mendapat kunci, agar bisa membuka harta tersebut.
Semua kisah didalamnya benar-benar membingungkan, tidak ada alur yang runut maupun karakter penuntun alur yang bisa mengarahkan penonton pada kisah sebenarnya. Saking bingungnya, penonton sampai tidak bisa menguraikan dengan jelas apa yang baru saja ia tonton.
Mulai dari penyelidikan, teka-teki, sosok misterius yang sering menelpon lobby kantor, keterlibatan para karyawan, alasan pengkhianatan yang dilakukan orang terdekat, hingga sosok calon politikus yang terlihat seperti remaja nganggur abis lulus kuliah.
Bagai perumpamaan sudah jatuh tertimpa tangga, kisah membingungkan ini didukung oleh sajian skoring ngawur yang bikin geleng-geleng kepala. Saat adegan romantis, tiba-tiba lagu tentang cinta terdengar cepat dan setelah adegan berganti, irama tersebut juga langsung berganti dengan super cepat alias patah.
Seperti ketika kita menyetel musik dan teman disebelah kita langsung menggantinya, tanpa arahan, tanpa basa-basi, langsung terganti begitu saja.
Apa yang ada dibenak para kru produksi khususnya dibagian suara? Apa mereka ingin memasukkan unsur komedi juga dibidang pengolahan skoring di film ini? Penonton hanya bisa tertawa ketika mendengar skoring super ngawur dan ngasal yang diperdengarkan sepanjang film ini ditayangkan.
Isinya suka-suka sutradara saja
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Asril Sani selaku sutradara, kalau film ini sebagai obat rindu dalam memproduksi film daerah. Ya, obat rindu. Hanya sebatas itu, tidak lebih. Mengapa demikian, karena keseluruhan film ini tersaji dengan setengah-setengah.
Tidak ada subtitle Indonesia yang tersedia ketika para pemain menggunakan bahasa daerah mereka, yang membuat penonton menerka-nerka sendiri apa yang sedang dibicarakan. Walaupun, semua itu sedikit tertolong dengan ekspresi para pemain yang menjiwai. Tapi, tetap saja hal tersebut menjadi minus besar yang perlu diperhatikan.
Perpindahan adegan satu ke adegan berikutnya terasa patah ketika ditampilkan, seperti tidak ada pilihan transisi lain yang ingin digunakan. Mungkin ini bisa menjadi catatan besar bagi sang sutradara, jika ingin menggarap film daerah berikutnya untuk memperhatikan kisah, visual, narasi, serta hal-hal lainnya dengan lebih mendetail.
Kesimpulan
‘Sang Saudagar #Tabepuang’ menjadi film daerah asal Sulawesi pertama yang tayang di bioskop tahun ini, sang sutradara berani menampilkan film ini dan bersaing dengan film-film bergenre horor lainnya yang juga sedang ramai tayang di bioskop.
Keinginan untuk memberikan nuansa baru serta menjadi obat rindu, rasanya gagal dilakukan karena masih banyak kekurangan yang menjadi lubang besar pada film ini.
Selain kisahnya yang belum runut dan mendetail untuk menjelaskan bibit permasalahan, sajian skoringnya pun terdengar ngawur serta perindahan yang terdengar patah, bikin penonton geleng-geleng kepala.
Semoga dengan segala kekurangan pada film ini, bisa menjadi motivasi sang sutradara dan tim produksi untuk tetap semangat dalam terus mengevaluasi diri agar kedepannya bisa lebih baik lagi dalam memproduksi film daerah.
Director: Asril Sani
Casts: Ikram Noer, Cahya Ary Nagara, Arlita Reviola, Reza Pahlevi, Rafly Fawwaz, Rizal Habsyi, Fitry Laluna, Uyha Mahmud, Indah Noyha
Duration: 91 minutes
Score: 3.8/10
WHERE TO WATCH
TBA
The Review
Sang Saudagar #Tabepuang
Kisah Puang Hatta (Ikram Noer), sang saudagar kain yang diterpa isu kepemilikan harta ilegal yang keberadaannya masih belum ditemukan. Demi menangkis isu tersebut, ia menyewa detektif khusus untuk menyelidiki kebenaran yang sebenarnya. Namun, dalam penyelidikan itu para agen diganggu oleh tiga karyawan yang tiba-tiba menjadi detektif amatiran. Berhasilkan mereka mengungkap kebenaran tersebut?