“He is a ten. I never trust a ten,” – Anne Elliot (Persuasion).
Netflix kembali menghadirkan cerita bertema klasik, usai kesuksesannya menarik perhatian masyarakat dengan kehadiran ‘Bridgerton’. Sayangnya, apakah adaptasi dari penulis perempuan legendaris Jane Austen ini mendapat tempat di hati para pecinta film?
Disutradarai oleh Carrie Cracknell, film ‘Persuasion’ dibintangi oleh sederet bintang ternama di dunia perfilman, termasuk Dakota Johnson, Cosmo Jarvis, Henry Golding, Mia McKenna-Bruce, Suki Waterhouse, hingga Richard E. Grant.
Tayang sejak 15 Juli lalu, film terbaru ini hadir di Netflix berdasarkan skenario dari Ron Bass dan Alice Victoria Winslow.
Sinopsis
‘Persuasion’ mengisahkan tentang kehidupan cinta Anne Elliot (Dakota Johnson) di awal abad ke-19. Di antara aturan zaman yang mencekik, Anne sering dianggap perawan tua karena belum memiliki pasangan di usianya yang ke-27. Di sisi lain, ia harus berjuang untuk bangit usai memutuskan pertunangan dengan Frederick Wentworth (Cosmo Jarvis), yang diperkenalkan oleh keluarga Lady Russell (Nikki Amuka-Bird).
Tujuh tahun berpisah, Anne dan Frederick kemudian dipertemukan kembali ketika keluarga Anne menyewakan rumah mereka kepada saudara perempuan dan suaminya. Bertemu lagi dengan Frederick, Anne menemukan dirinya terjebak dalam cinta segitiga antara mantan tunangan dengan sepupunya, William Elliot (Henry Golding), yang akan mendapatkan warisan ayahnya.
Dengan teman-teman dan keluarga Anne yang mendorongnya untuk bersama William, Anne terpaksa mempertimbangkan apa yang sebenarnya dia inginkan di luar tekanan sosial di sekitarnya.
Kehilangan pesona Austen
Tipikal Jane Austen, tidak terburu-buru dan lebih mengutamakan pengembangan sang karakter perempuan. Mulai dari ‘Pride and Prejudice’, ‘Sense and Sensibility’, hingga ‘Emma’, Austen dengan sangat baik memperlihatkan bagaimana keanggunan juga rasa berontak dalam setiap karakter perempuan utamanya.
Sayangnya, ‘Persuasion’ terbaru justru menghilangkan pesona Austen. Alih-alih membawa narasi klasik yang puitis dan indah, film terbaru Dakota Johnson ini justru berfokus untuk memperbarui atau membawa cerita agar terkesan modern.
Meski sangat berbeda, tapi ‘Persuasion’ sepertinya ingin membawa titik baru agar generasi sekarang bisa menikmati adaptasi karya klasik tanpa terbebani.
Cracknell secara jelas menghilangkan unsur-unsur bersejarah dan meruntuhkan nilai-nilai kesopanan lewat tata bahasa dan gaya bicara baku, yang digantikan dengan sikap serta ungkapan lebih modern. Semua hal serba dipersingkat sehingga membuat sang penulis legendaris kehilangan pesonanya.
Penceritaan ala Fleabag
Salah satu hal yang juga membuat ‘Persuasion’ sedikit unik – dan aneh tentunya, ialah bagaimana cara bercerita film tersebut mirip sekali dengan serial ‘Fleabag’. Bagi yang belum mengetahui, sang tokoh utama biasanya berbicara secara jujur di depan kamera, seakan sedang berkomunikasi dengan para penonton. Lagi-lagi, amat disayangkan bahwa Cracknell tidak konsisten melanjutkan cara tersebut.
Dalam novel, rasa kesopanan Anne yang bersuara lembut memperpanjang kesengsaraannya, sedangkan dalam film terbaru, ia tampak sebagai narator yang terlalu jujur dan agak keras dalam memberikan penilaian terhadap keluarganya. Meski tentu saja, Anne adalah sosok yang sangat menyayangi keluarga.
Secara teratur, ia kerap menghadap langsung ke kamera dan menatap penonton, seolah-olah mengatakan, “lihat apa yang saya maksud?” atau diajak menafsirkan sendiri bagaimana kekakuan keluarga Anne. Dengan kata lain, alih-alih Anne mengeluarkan sisi yang berbeda, memberikan pandangan unik tentang beragamnya sifat keluarga, film ini justru membuat keluarga Anne terlihat sangat buruk.
Adapun gaya penceritaan tersebut merupakan sebuah konsep bernama breaking the fourth wall, di mana tokoh utama atau sang karakter tidak menyadari bahwa dirinya merupakan sebuah karya fiksi. Biasanya, konsep tersebut digunakan untuk tujuan komedi. Seperti yang dilakukan Anne, setiap karakter dalam karya fiksi mengakui keberadaan penonton dan mengajak berinteraksi dengan mereka. Adapun beberapa film/serial yang menggunakan teknik tersebut, termasuk ‘Fleabag’, ‘Deadpool’, hingga ‘Aruna dan Lidahnya’.
Visualisasi sederhana
Dalam hal visual atau sinematografi, tidak ada yang terlalu spesial dari ‘Persuasion’. Namun, memang film ini diperuntukkan bagi generasi muda, sehingga baik pakaian, kostum, dan tone film terasa lebih modern. Tidak ada gaya berbusana rumit yang penuh dengan renda, atau bahkan tata cara di meja makan yang kaku layaknya dalam keluarga kerajaan.
Warna pastel yang menghiasi layar dapat memberi kesan hangat bagi penonton. Pedesaan serta suasana pantai yang indah juga dapat memanjakan mata, meski memang tidak terlalu lama.
Kesimpulan
Dari segi cerita, ‘Persuasion’ masih jauh menampilkan yang terbaik untuk para penggemar Austen. Namun setidaknya, sang sutradara memberikan adaptasi baru yang lebih modern agar karya klasik dapat bisa diterima di masa sekarang. Tidak ada salahnya, hanya sangat disayangkan apabila terlalu menghilangkan pesona Austen yang memang menjadi ikon feminis di era George. Visualisasi yang tak terlalu mewah nyatanya masih bisa menjadi hiburan terlepas dari segala kekurangan.
Director: Carrie Cracknell
Cast: Dakota Johnson, Cosmo Jarvis, Henry Golding, Mia McKenna-Bruce, Suki Waterhouse, Richard E. Grant
Duration: 109 minutes
Score: 5.2/10
WHERE TO WATCH
The Review
Persuasion
Tujuh tahun berpisah, Anne (Dakota Johnson) dan Frederick (Cosmo Jarvis) dipertemukan kembali dalam keadaan yang sungguh berbeda. Bertemu lagi dengan Frederick, Anne menemukan dirinya terjebak dalam cinta segitiga antara mantan tunangan dengan sepupunya, William Elliot (Henry Golding), yang akan mendapatkan warisan ayahnya.