“Cucuku si Monaga itu mau sekolah, bisa mengaji, pandai bersyukur, itu yang penting buat aku, bukan yang lain, paham?” – Naga (Naga Naga Naga).
‘Naga Naga Naga‘ adalah film ketiga dari sekuel ‘Naga Bonar’ yang dirilis pada 1987. Sedikit mengingat, film pertamanya menceritakan Naga Bonar (Deddy Mizwar) muda, seorang pencopet yang sering keluar masuk penjara Jepang pada masa penjajahan. Naga Bonar pun akhirnya menjadi tentara garis terdepan dalam perlawanan terhadap Belanda, ia pun juga menemukan cinta sejatinya.
Di film kedua, ‘Naga Bonar Jadi 2’ yang dirilis pada 2007, lebih menceritakan kisah antara Naga Bonar dan anaknya, Bonaga (Tora Sudiro) yang sudah sukses dan bekerja di Jakarta. Sebuah perusahaan Jepang yang merupakan klien Bonaga, ingin membeli tanah yang ternyata milik Naga Bonar. Konflik mereka kali ini lebih dari sekedar keluarga, karena Naga Bonar menganggap Jepang adalah penjajah Indonesia.
Sedangkan dalam film ‘Naga Naga Naga’ yang dirilis di bioskop Indonesia pada 16 Juni kemarin, ada pemain baru yang memerankan cucu Naga Bonar, yaitu Beby Tsabina. Beby berperan sebagai Monaga, anak dari Bonaga dan istrinya, Monita (Wulan Guritno). Konflik keluarga masih kuat dalam cerita ini, tentunya masih diselingi dark humor tentang kondisi Indonesia saat ini.
Sinopsis
Cerita ini memperlihatkan bagaimana Monaga tumbuh menjadi anak perempuan yang tomboy dan baru masuk SMA. Ia yang sangat dekat dengan Naga, kakeknya, menganggap bahwa sekolah itu tidak begitu penting, karena ia bisa belajar dimana saja. Orang tua Monaga, Bonaga dan Monita, khawatir dengan keadaan Monaga yang malas masuk sekolah dan berkali kali dikeluarkan karena nilainya tidak cukup.
Pertemuan Monaga dengan Nira (Zsazsa Utari) membuatnya lebih mengenal lingkungannya dan bertemu dengan teman baru. Nira dan teman teman barunya yang tidak sekolah dan bekerja sebagai pengamen di lampu merah akhirnya semakin dekat. Monaga akhirnya memutuskan untuk mau sekolah lagi asal bersama Nira dan teman teman barunya yang lain.
Ditolak berbagai sekolah unggulan, Monaga dan Naga akhirnya pergi ke sekolah lamanya Nira yang saat itu sudah berubah menjadi kandang kambing dan gudang. Akankah mereka memaksakan untuk bersekolah di tempat yang kurang layak tersebut? Apa yang akan Naga lakukan untuk membahagiakan cucunya dan bagaimana tanggapan orang tua Monaga?
Konflik utama dari internal keluarga
Naga Bonar dengan aksen Batak khasnya ketika berbicara selalu dapat dikenali dengan mudah. Kehidupannya tanpa istri dan sahabat terdekatnya, membuatnya sangat menyayangi Monaga cucunya. Monaga yang seorang perempuan dan anak satu-satunya yang tomboy, mulai mengkhawatirkan kedua orang tuanya. Apalagi kedekatannya dengan sang kakek, membuat orang tuanya cemas dengan pertumbuhan Monaga yang tidak mau sekolah dan begitu keras kepala.
Dari sinilah muncul pembicaraan mengenai cucu yang sebetulnya diinginkan Naga. Monita yang ingin menyenangkan mertuanya, menyalahkan ia dan Bonaga karena tidak memiliki anak laki-laki. Dari sinilah pikiran pikiran buruk pada Naga muncul.
Selain itu, Monaga yang keras kepala, selalu melakukan hal-hal yang menurutnya benar tanpa persetujuan orang tuanya. Ia terlihat lebih menyayangi opungnya, Naga, daripada mendengarkan orang tuanya. Kehadiran Naga di Jakarta dan kedekatannya pada sang anak membuat orang tua Monaga cukup cemas atas pola pikir dan pertumbuhan anaknya. Namun yang lebih dominan disini adalah Monita, sedangkan Bonaga terlihat lebih kalem dan menuruti saja perkataan Monaga dan opungnya.
Akting Deddy Mizwar sebagai aktor senior di industri perfilman memang sudah tidak diragukan lagi, monolognya di depan tiga makam (ibunya, istrinya, dan sahabatnya Bujang) terlihat begitu menyentuh sekaligus menghibur penonton. Membawa penonton di awal film semakin merasakan vibes karakter Naga Bonar yang ia bawa hingga saat ini. Kedekatannya dengan Monaga, sepertinya juga terjadi di luar akting. Pembawaan karakter Monaga dan Naga yang saat itu mirip, terlihat begitu dekat secara natural.
Struktur cerita yang kurang kuat
Film ini tentunya akan bisa sangat dinikmati jika kita mengetahui latar belakang Naga Bonar dan kehidupannya saat itu. Ketika kedekatannya dengan sang cucu, Monaga, yang mengkhawatirkan kedua orang tuanya, Naga Bonar terlihat cuek dan menganggap enteng atas apa yang terjadi. Ia seperti membesarkan Monaga dengan caranya sendiri.
Yang mengecewakan dari film ini adalah terlalu banyaknya masalah dan pesan yang ingin disampaikan, sehingga membuat film ini tidak memiliki fokus dan karakter utama yang kuat.
Bonaga hadir sebagai pembuka film yang ternyata tidak memiliki banyak andil dalam ceritanya. Sedangkan Monaga, sebagai cucu perempuan Naga yang mestinya pemegang pondasi di cerita ini, hanya digambarkan sebagai si bebas dengan tanpa beban yang seharusnya ia pikul. Semuanya dituruti, semuanya diwujudkan, dan masalahnya diselesaikan oleh opungnya.
Tidak ada pergolakan batin yang terjadi padanya untuk sekedar bingung dengan apa yang terjadi, mengapa orang tuanya ingin ia masuk sekolah yang bagus, mengapa ia harus sekolah, dan lainnya. Karakter Monaga menjadi terlihat mulus dengan orang tua kaya raya dan sang opung yang omongannya dianggap selalu benar, menurut film ini.
Kehadiran Naga dalam keluarga ini terlihat lebih mengendalikan ketimbang menasihati. Semua perkataannya dituruti, Bonaga sebagai ayah terlihat tidak memiliki kendali atas anaknya. Semuanya mengambang, masalah yang terjadi tidak terselesaikan begitu saja dan dengan segera pindah ke masalah lain. Tidak mau sekolah dan pemilihan sekolah, masalah cucu perempuan yang tomboy, serta masalah masalah lain dalam keluarga ini terasa begitu saja tanpa ada struktur yang kuat untuk ceritanya.
Masalah terjadi, lalu selesai karena Naga hadir, dan begitu seterusnya. Banyak isu yang diangkat, namun masalahnya selesai dengan sederhana, dengan nasihat opung Naga.
Menghadapkan penonton pada kisah yang kurang realistis
Dua film sebelumnya yang memiliki kesuksesan, seharusnya menjadikan film ketiganya menjadi menarik dengan konflik-konflik baru yang segar. Karakter Monaga seharusnya bisa menjadi pembelajar dalam film ketiga ini, terlihat kurang kuat dan tidak realistis. Kehidupannya lurus-lurus saja, selama ada opung yang diagungkan di film ini.
Bahkan, karena banyaknya masalah yang dimasukan dalam film, membuat masalah utamanya tidak begitu terlihat dan cukup boring. Penyelesaian masalahnya pun tidak terlihat cukup intens di keluarga ini.
Sebetulnya, kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya pada Monita karena memaksakan keinginannya dalam mencarikan sekolah terbaik untuk Monaga, karena dalam realitanya, setiap orang tua ingin anaknya mendapatkan pendidikan yang terbaik. Monaga dan Naga tidak juga sepenuhnya salah, hanya kurang realistis dengan keadaan saat ini.
Keputusan mereka untuk bersekolah di sekolah yang memprihatinkan juga belum tentu salah dan tidak bisa juga dikatakan benar. Jadi, cerita ini terkesan tidak dekat dengan kondisi sosial yang terjadi saat ini. Sindiran yang diberikan pun hanya sebatas dialog Monaga tanpa ada latar belakang yang mungkin juga bisa menunjukkan kedekatan dan turunnya sifat-sifat Naga ke cucunya yang ahli kritik.
Kesimpulan
Bagi penggemar yang menantikan Deddy Mizwar dalam berperan sebagai Naga Bonar dengan aksen Medannya, film ini tentu sangat bisa mengobati kerinduan penggemar. Apalagi jargon khas “apa kata dunia?” juga masih muncul menjadi sebuah titik dalam argumen-argumen Naga.
Kehadiran Monaga sebagai cucu Naga, sebetulnya menjadi pembeda dan keunikan dari film ini, namun sayangnya, karakter Monaga terlihat terlalu jauh dari realitas. Kehidupannya terlihat mulus dengan opungnya yang selalu ada untuknya dan membantunya menemukan jalan keluar. Naga masih menjadi pusat dari kebenaran dalam film ketiga ini, sehingga membuat karakternya terlihat sangat agung.
Director: Deddy Mizwar, Adis Kayl Yurahmah
Cast: Beby Tsabina, Deddy Mizwar, Tora Sudiro, Wulan Guritno, Zsazsa Utari
Duration: 96 minutes
Score: 5.2/10
WHERE TO WATCH
The Review
Naga Naga Naga
Monaga, anak Bonaga dan cucu Naga adalah gadis keras kepala yang tomboy dan sangat dekat dengan opungnya. Ia bersikeras tidak ingin sekolah, hingga akhirnya ia bertemu dengan Nira, gadis seumurannya yang berhenti sekolah karena harus menjadi pengamen di jalan.