Review ‘Munich: The Edge of War’ (2021)

Ketika Dua Orang Sahabat Berusaha Mencegah Peperangan oleh Nazi

“One day soon, we will have to fight. And we will have to win,” – Hugh Legat.

 

‘Munich: The Edge of War’ adalah sebuah drama historis Inggris yang baru-baru ini ditayangkan perdana di Netflix. Disutradarai oleh Christian Schwochow dan diadaptasi dari sebuah novel berjudul ‘Munich’ karya Robert Harris, film ini dibintangi oleh MacKay, Jeremy Irons, Jannis Niewöhner, dan beberapa bintang lainnya.

Secara garis besar, ‘Munich: The Edge of War’ merupakan kisah tentang lika-liku seorang diplomat Inggris dalam perjalanannya ke Munich sebelum Perang Dunia II dimulai, di mana ia juga terlibat dengan mantan teman sekelas Oxford yang bersekutu dengan pemerintah Jerman.

Sinopsis

© Netflix

Film ini menceritakan tentang perjuangan Hugh Legat dan Paul von Hartmann untuk menyelamatkan dunia dari perang yang akan dibawa oleh Hitler. Hugh Legat merupakan sekretaris dari Perdana Menteri Inggris, Neville Chamberlain, sementara Paul van Hartmann bekerja di Kementerian Luar Negeri Jerman.

Hugh dan Paul sebenarnya adalah teman semasa mereka berkuliah di Oxofrd, namun keduanya terpisah karena adanya perbedaan pandangan politik. Setelah enam tahun berlalu, ternyata Hugh dan Paul berada di jalur yang sama untuk menjatuhkan Hitler agar perang tidak berlanjut.

Paul yang kehabisan cara untuk menghentikan aksi licik Hitler kemudian menghubungi Hugh dan memintanya untuk mengusahakan pertemuan dengan sang Perdana Menteri. Saat itu, Neville Chamberlain dan Edouard Daladier, yang merupakan Perdana Menteri Prancis, tengah berada di Munich untuk menandatangani perjanjian Munich di tahun 1938.

Sementara Paul dan Hugh bersikeras agar kedua Perdana Menteri tersebut berhenti melanjutkan perjanjian, Chamberlain dan Daladier sudah mantap untuk menandatangani kesepakatan tersebut meski mengetahui bahwa Hitler bisa saja berkhianat dan tetap memicu aksi perang. Lalu bagaimanakah nasib Hugh dan Paul dengan suaranya yang tak terdengar?

Perjanjian Munich sebelum Perang Dunia II

© Netflix

Seperti dalam judul, film ‘Munich: The Edge of War’ menjadi sebuah film fiksi historis yang menyuguhkan salah satu dari sekian banyak peristiwa penting dalam sejarah Perang Dunia II.

Setelah keberhasilannya mengambil paksa wilayah Austria sebagai bagian dari Jerman pada bulan Maret 1938, Adolf Hitler mulai melihat Cekoslowakia sebagai tujuan utama selanjutnya. Dalam flm tersebut, penonton akan diperlihatkan suatu perkumpulan untuk menandatangani Perjanjian Munich di tahun 1938 yang dihadiri oleh Adolf Hitler, Neville Chamberlain, Edouard Daladier dan Benito Mussolini, sebagai perwakilan Jerman, Inggris, Prancis, dan Italia.

Kesepakatan Munich memberi jalan bagi Jerman untuk menganeksasi wilayah Sudetenland di Cekoslowakia. Hal ini sesuai dengan tujuan dan keinginan Adolf Hitler untuk menduduki bagian Cekoslowakia yang memang sebagian besar berpenduduk Jerman, agar bisa memperluas atau menyatukan kembali wilayah Eropa yang berpenduduk Jerman. Meskipun Cekoslowakia memiliki perjanjian pertahanan dengan Prancis dan Uni Soviet, kedua negara sepakat bahwa wilayah di Sudetenland dengan mayoritas penduduk Jerman harus dikembalikan.

Hitler kemudian menuntut agar semua penduduk Cekoslowakia di daerah itu pergi, namun warga Cekoslowakia menolak. Neville Chamberlain sebagai Perdana Menteri Inggirs merundingkan kesepakatan yang mengizinkan Jerman untuk menduduki wilayah tersebut tetapi ingin Jerman berjanji bahwa semua permasalahan di masa depan akan diselesaikan melalui konsultasi. Perjanjian tersebut menjadi bukti perdamaian sebelum Hitler mengambil seluruh daerah Ceko di tahun berikutnya.

Perpaduan fakta dan fiksi sejarah

Sementara sebagian besar film berpusat pada alur cerita dari kejadian nyata, khususnya konferensi Munich di tahun 1938 yang merupakan perjanjian damai antara Jerman dan Inggris. Film ini juga menampilkan dua diplomat fiksi, yaitu Hugh Legat dan Paul van Hartmann.

Hugh dan Paul adalah sesama mahasiswa di Oxford dan menjalin persahabatan sebagai siswa, namun, hubungan mereka merenggang karena pandangan mereka tentang idealisme Jerman dan pandangan mereka yang berbeda tentang Hitler. Setelah enam tahun berjalan, Paul sekarang diam-diam adalah anti-Nazi, berencana untuk menyelundupkan sebuah dokumen rahasia untuk sahabat lamanya tersebut yang dapat membuktikan rencana Hitler atas penaklukan wilayah Ceko dan membatalkan kesepakatan.

Meski kedua tokoh utama tersebut adalah karakter fiksi, namun beberapa tokoh lain dalam film ‘Munich: The Edge of War’ merupakan sosok asli di kehidupan nyata, seperti Perdana Menteri Inggris, Neville Chamberlain yang menjabat di antara tahun 1937 hingga 1940, Adolph Hitler dari Jerman yang kita ketahui merupakan salah satu dalang dari munculnya Perang Dunia II di tahun 1942. Adapun Edouard Daladier adalah seorang Perdana Menteri Prancis yang menjabat sejak tahun 1934 hingga 1940, dan Benito Mussolini merupakan Perdana Menteri Italia yang menjabat sejak 1922 hingga 1943.

Sinematografi yang mendukung di antara jalan cerita ‘nanggung’

Sebagian besar film ini terangkai dalam medium close-up dan wide/long shot yang dapat menjelaskan emosi dari banyaknya karakter-karakter dalam film dan menjelaskan perpindahan sudut pandang cerita. Hal ini sangat mendukung film ‘Munich: The Edge of War,’ karena memang mungkin penonton akan mengalami kebingungan dengan adanya perpindahan lokasi yang mendadak, Jerman dan Inggris.

Penonton dapat melihat perbedaan ketika di Inggris, warga negara biasa melakukan agitasi untuk perdamaian atau bersiap untuk perang, sementara di Munich, Jerman, tentara Jerman saling memberi hormat, memanggil Hitler di setiap keadaan dan kesempatan.

Namun dengan durasi yang cukup panjang ini, film ‘Munich: The Edge of War’ lebih menampilkan usaha Paul dan Hugh sebagai diplomat untuk menentang kesepakatan dan bagaimana mereka mencoba untuk membuktikan sosok kejam Hitler kepada Perdana Menteri Inggris. Masih kurangnya fokus cerita terhadap proses kesepatakan Munich yang dilakukan oleh empat orang petinggi negara tersebut, secara mendadak kesepakatan terbuat tanpa adanya dialog yang mungkin bisa membuat penonton merasakan ketegangan untuk mendapatkan perdamaian.

Kesimpulan

© Netflix

Secara keseluruhan, drama sejarah yang ditayangkan di layanan Netflix ini merupakan sebuah tontonan edukatif yang menghibur. Meski sebagian besar cerita ini adalah fiksi, namun kejadian yang diangkat merupakan salah satu peristiwa sejarah yang penting dan merupakan peristiwa nyata.

Tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam cerita mampu membawa ketegangannya masing-masing, terlebih tokoh Paul dan Hugh. Keduanya memperjuangkan keyakinannya masing-masing dan merelakan apa yang mereka punya untuk menghentikan adanya perang di masa depan. Salah satu film yang cukup baik apabila berani membawa nama sang diktator, Hitler.

Film ‘Munich: The Edge of War’ bisa ditonton melalui media streaming Netflix di Indonesia sejak tanggal 21 Januari 2022 kemarin.

 

Director: Christian Schwochow

Cast: George MacKay, Jeremy Irons, Jannis Niewohner, Robert Brathurst, Jessica Brown Findley, August Diehl, Sandra Huller, Alex Jennings, Ulrich Matthes, Liv Lisa Fries

Duration: 130 minutes

Score: 7.8/10

WHERE TO WATCH

 

Exit mobile version