“Last Night I Saw something in My Dreams.” – Eloise Turner (Last Night in Soho).
Last Night in Soho adalah sebuah film horor psikologis garapan Edgar Wright yang sudah tayang perdana di bioskop Indonesia pada Rabu kemarin. Sutradara Wright dikenal sebagai seseorang yang kreatif dengan ciri khasnya yang suka mengemas ulang genre-genre film menjadi cerita-cerita kontemporer.
Sejumlah karyanya yang terkenal seperti ‘Shaun of The Dead’ (yang memparodikan zombie), ‘Hot Fuzz’ (Film dengan genre action comedy tentang polisi) dan ‘The World’s End’ (science fiction comedy tentang invasi alien). Konsisten dalam berkarya, kali ini Wright mencoba sesuatu yang berbeda dengan menggarap secara serius film bergenre horor.
Tentu saja kabar tersebut langsung menarik perhatian bagi penggemar karya-karya Wright dan penggemar film horor pada umumnya untuk menyaksikan bagaiman hasil akhir dari garapan sutradara kesayangan mereka.
Film terakhir dari aktris veteran Diana Rigg

Last Night in Soho adalah film terakhir di mana aktris kelahiran Inggris, Diana Rigg ikut berperan di dalamnya. Rigg tampil terakhir kalinya dengan memerankan sosok Miss Collins, induk semang yang kolot dari Eloise.
Ia meninggal dalam usia 82 tahun di London, aktris yang mendapat gelar Dame dari Kerajaan Britania Raya ini sebelumnya dikenal sebagai ikon tahun 1960-an lewat perannya sebagai Emma Peel di serial televisi The Avengers.
Rigg juga dikenal lewat perannya di layar lebar sebagai satu-satunya perempuan yang akan menikah dengan James Bond. Ia berperan sebagai Contess Tracy di Vicenzo dalam On Her Majesty’s Secret Service bersama George Lazenby di tahun 1969.
Sinopsis Last Night in Soho

Eloise ‘Ellie’ Turner (Thomasin MacKenzie) yang berasal dari kota kecil, Cornwall pergi ke ibu kota Inggris, London, karena hendak menggapai impiannya untuk menjadi seorang perancang busana ternama. Salah satu usaha yang berhasil dilakukannya ialah dengan diterimanya ia di sekolah mode yang cukup bergengsi.
Namun, setelah ia mengalami suatu peristiwa yang tidak menyenangkan dengan melibatkan teman asramanya, Ellie yang menjadi tidak senang dengan kehidupan di asramanya memutuskan untuk pindah dan menyewa sebuah kamar di rumah tua milik Miss Collins (Diana Rigg).
Masalah pun dimulai ketika Ellie pergi tidur, ia mulai mendapat mimpi tentang Sandie (Anya Taylor-Joy), seorang gadis muda yang bercita-cita menjadi bintang pertunjukan pada tahun 1960-an. Mimpi yang awalnya menyenangkan kemudian mulai berubah menjadi mimpi buruk yang membawanya pada misteri sebuah misteri yang mempengaruhi kehidupan Ellie.
Kisah paralel di satu kota yang melibatkan dua wanita
Last Night in Soho menceritakan kisah paralel dua wanita yang tiba di London. Sang sutradara, Wright, menawarkan visual yang unik dengan membagi kota London seakan-akan menjadi dua, yakni di antara calon perancang busana, Eloise, di masa kini dan calon bintang, Sandie, di masa lalu pada tahun 1960-an dengan kehidupan glamor yang disaksikan Eloise saat ia tidur.

Dengan keahlian yang dimiliki, Wright membingkai hubungan di antara kedua wanita tersebut dengan apik. Ellie mendapati dirinya memimpikan kehidupan Sandie. Setiap malam dia mengunjungi kembali gadis impiannya, Sandie yang elegan dan berbakat yang tampaknya merupakan personifikasi dari semua yang diinginkan Ellie.
Ketika Ellie mulai menyadari ternyata kehidupan Sandie tidak seperti yang dia harapkan. Garis waktu yang memisahkan masa lalu dan masa kini perlahan mulai menghilang, saat nasib Sandie berubah menjadi buruk. Tak jauh berbeda seperti dalam film-film ‘Nightmare on Elm Street’, Ellie pun mulai takut tidur di malam hari karena hidupnya seakan makin ikut terhanyut dalam dunia Sandie yang kelam tersebut.

Kekuatan gelap itu tak lama kemudian mulai menyusup ke dalam hidup Ellie di waktu siang. Tak hanya sekedar membuat segala sesuatunya menjadi rumit tapi juga ikut mempengaruhi kondisi mental dan pikirannya.
Sekarang waktunya bagi Ellie untuk menghentikan mimpi buruknya dengan menyelidiki insiden mengerikan yang dia saksikan dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi bertahun-tahun lalu di kamarnya tepatnya di rumah Miss Collins tersebut.
Terinspirasi dari film bergaya Giallo
Film ini kemungkinan banyak mengambil inspirasi dari film-film bergaya Giallo, genre film yang populer mulai dari pertengahan sampai pada akhir 1960-an. Kebanyakan film Giallo ini bercerita tentang misteri pembunuhan dan tema yang diambil kebanyakan berdasarkan subgenre horor psikologis.
Biasanya, bercirikan di mana peran utamanya terlibat pembunuhan mengerikan dan pembunuh misterius tersebut tidak pernah terungkap sampai film itu habis diputar.
Last Night in Soho’ juga memiliki perhatian besar terhadap detail dalam desain produksi film dan desain kostum, di mana sejumlah bangunan, interior serta pernak-pernik busana dan tata rias digarap dengan cukup menawan ala keglamoran London tahun 1960 an.

Selain itu, Last Night in Soho juga memiliki score musik yang dipilih dengan baik untuk menyampaikan ‘suasana hati’ dari setiap adegannya. Sebagai hasilnya gaya, mode dan musik yang ditampilkan seakan menyatu dengan masa kini melalui perspektif Eloise Turner yang terobsesi dengan gaya hidup di London di era tersebut.
Secara visual, Last Night in Soho berhasil menjadi bagian yang menawan dan bagian yang mengerikan dalam eksplorasi estetika tahun 1960-an.
Cermin dan refleksi sebagai tempat bertukar identitas
Wright juga dengan lihainya memanfaatkan cermin di sini, di mana Ellie dan Sandie sering terlihat bertukar tempat memakai refleksi di beberapa cermin. Sehingga cukup jelas terlihat, cermin dan refleksi adalah media visual yang cukup menonjol di film ini.

Ada adegan yang cukup menarik perhatian yaitu ketika Eloise dan Sandie sedang menari bersama pasangannya dan ketika berpindah-pindah posisi, sosok antara Sandie dan Eloise juga terus menerus beralih. Hal itu dilakukan tentunya dengan presisi yang luar biasa dan bagaimana pun hal itu mempunyai tujuan untuk memperumit alur cerita dan mempermainkan sebuah identitas.
Kehidupan, kepribadian dan kesamaan Elouse dan Sandie
Eloise dan Sandie adalah dua wanita muda yang tinggal di London dan tampaknya memiliki kehidupan yang sangat berbeda juga kepribadian yang kontras. Namun, Eloise dan Sandie juga memiliki beberapa kesamaan seperti halnya saat mereka harus membuat banyak keputusan dan pilihan sulit demi mengejar impian serta cita-cita mereka.

Mereka berdua juga sama-sama tidak mempunyai keluarga atau pun kerabat yang tinggal di London, tidak mempunyai sahabat sejati yang memberikan semangat dan dukungan. Jadi mereka harus melakukan semua hal tersebut sendiri sambil mengatasi berbagai rasa takut, sedih, pengkhianatan serta intimidasi dari orang-orang yang merendahkan atau juga yang memanfaatkan mereka.
Pada akhirnya pertaruhan itu pula yang akan menentukan kehidupan dan karier mereka selanjutnya dan menjadi bagian dari identitas mereka.
Kesimpulan
Last Night in Soho adalah sebuah film yang senang bermain-main dengan ‘suasana’ dari fantasi perjalanan waktu menjadi dongeng gelap mengerikan, dari misteri ke horor dengan banyak mimpi buruk. Ini adalah sebuah film horor psikologis yang memadukan unsur perjalanan waktu dan misteri. Tapi sekaligus juga tentang melakukan perjalanan ke masa lalu dan mencoba menciptakan kembali suatu identias diri di masa depan.
Director: Edgar Wright
Cast: Thomasin McKenzie, Anna Taylor-Joy, Diana Rigg, Terence Stamp, Rita Tushingham, Michael Ajao, Matt Smith, Synnove Karlsen
Duration: 117 minutes
Score: 7.0/10
WHERE TO WATCH
The Review
Last Night in Soho
Berkisah tentang seorang calon perancang busana yang sedang menempuh pendidikan, secara misterius dihadapkan dengan kisah menyeramkan dari sosok calon penyanyi pada tahun 1960-an yang kerap muncul dalam mimpinya