Review Kuntilanak 3 (2022)

Kebangkita Nyai Ratu Kuntilanak Lewat Sekolah Anak Berbakat

“Cukup dengan satu anak keturunan Mangkujiwo, maka aku dan Nyai Ratu Kuntilanak bisa bersatu untuk sepuluh windu lamanya,” – Eyang Sukma (Kuntilanak 3)

Hai, Cilers!

Siapa yang menyangka jika keberadaan anak-anak di sekolah khusus anak berbakat atau sekolah cenayang, dipergunakan sebagai tumbal untuk kebangkitan nyai ratu kuntilanak? Tempat yang dipercaya bisa mendidik mereka, justru menjadi tragedi yang berujung kehilangan nyawa.

Sepenggal pertanyaan tersebut mencerminkan bagaimana kisah dalam film terbaru karya Rizal Mantovani yang berjudul Kuntilanak 3, berjalan. Melanjuti kisah sebelumnya, kali ini waralaba ‘Kuntilanak’ berani memberikan nuansa baru yang luar biasa dengan kehadiran sekolah cenayang.

Namun, sebagaimana judulnya, akankah film ini masih menampilkan sosok menyeramkan yang paling ditakuti hampir seluruh masyarakat, yakni kehadiran Kuntilanak? Mari simak ulasannya!

Sinopsis

Film ini mengikuti kisah seorang anak perempuan bernama Dinda (Nicole Rossi) yang harus menghadapi kenyataan pahit jika dirinya diasingkan oleh orang-orang di sekitarnya. Tidak ingin kekuatannya itu menjadi hal yang merugikannya, Dinda pun berniat untuk bisa mengendalikan kekuatan tersebut.

Ia mulai mencari tahu tentang kekuatan yang dimilikinya itu di internet. Pencariannya tidak sia-sia, ia berhasil menemukan sebuah sekolah khusus untuk anak-anak dengan kelebihan seperti dirinya, yakni Mata Hati. Dinda segera memberitahukan perihal sekolah ini kepada Tante Dona (Nena Rosier).

Kedatangan Dinda disambut hangat oleh kepala sekolah Mata Hati, Baskara (Wafda Saifan). Setelah itu Dinda juga diperkenalkan dengan sejumlah pengajar di Mata Hati yaitu Adella (Nafa Urbach) Mr. Bejo (Aming), dan Bonang (Emmie Lemu).

Pada awalnya Dinda merasa baik-baik saja dan ia juga nyaman karena semua orang yang berada di sekolah sama sekali tidak mengucilkannya, namun sesuatu yang membahayakan ternyata sedang disiapkan oleh para pengajar di sana, dengan memanfaatkan para anak-anak yang ada di sekolah tersebut.

Bagaimana kelanjutan para anak yang sekolah di Mata Hati? Akankah mereka bisa menghindari marabahaya yang sedang menghampiri?

Sekolah Mata Hati yang Menakjubkan

© MVP Pictures

Kuntilanak 3 memberi porsi besar untuk kisah anak-anak berbakat yang berada di Sekolah Mata Hati atau sekolah cenayang. Para kru produksi tampaknya tidak main-main dalam menampilkan gambaran sekolah yang isinya anak-anak dengan kemampuan khusus.

Mulai dari set lokasi yang menawan, pakaian yang masih menjunjung kearifan lokal dengan tetap memadukan unsur batik pada seragam murid, tampilan para pengajar yang diberi sentuhan gaya kolosal zaman dahulu, hingga penggunaan CGI pada kekuatan sihir yang luar biasa.

Cerita fantasi dalam film ini ditampilkan dengan keseriusan yang mendalam, pantas jika dari segi set hingga CGI, kru yang terlibat patut diacungi jempol karena sukses menampilkan tampilan visual yang memukau.

© MVP Pictures

Pemilihan lokasi di film ini juga patut mendapat pujian, unsur misterius dan penuh teka-teki dari setiap lorong di sekolah, penggunaan ornamen-ornamen yang mendukung, hingga keberadaan tempat yang jauh dari pemukiman pun terasa sesuai dan tepat untuk memadukan kisah didalamnya.

Para pemain yang didominasi anak-anak, membuat sajian yang diberikan Kuntilanak 3 lebih menyenangkan, asik, dan menghibur. Meskipun ada sebagian pemain yang masih kaku dan canggung, namun semuanya tertutupi dengan set lokasi serta CGI yang bagus.

Cerita melebar, pudarkan unsur horor

Memang sempat dikatakan oleh sang produser, jika film ini cocok menjadi tontonan keluarga. Sekali lagi, film ini adalah film yang cocok ditonton bersama keluarga. Penekanan tersebut ternyata memiliki maksud lain, yakni sajian cerita di dalamnya ternyata sangat menyenangkan untuk disaksikan anak-anak.

© MVP Pictures

Perlu digarisbawahi, sangat menyenangkan untuk anak-anak. Tidak untuk penggemar waralaba Kuntilanak yang mengharapkan tampilan horor, seram, dan menakutkan. Semua itu ditanggalkan begitu saja, dipudarkan, dikesampingkan, dan tidak diberikan porsi lebih.

Lagi dan lagi, para kru produksi termasuk sutradara hanya menargetkan penonton yang sudah berkeluarga agar bisa disaksikan bersama anak tercinta. Mengesampingkan para penggemar setia Kuntilanak, melupakan kengerian yang biasanya melekat erat saat orang mendengar kata ‘Kuntilanak’.

Segalanya terfokus pada cerita fantasi, petualangan Dinda dan rekannya dalam mengalahkan sosok Nyai Ratu Kuntilanak. Kisah melankolis, romantis, humoris, menjadi pionir dalam film ini. Tidak ada kisah menyeramkan, menakutkan atau sesuatu yang berbau horor lainnya.

© MVP Pictures

Kehadiran Kuntilanak hanya sebagai pemanis, tidak menjadi cerita utama. Harusnya ini bukan lanjutan dari film Kuntilanak, sebaiknya dibuatkan saja spin-off yang menjelaskan tentang asal muasal Sekolah Mata Hati. Ketimbang memadukan kisahnya dalam film Kuntilanak 3 dan memudarkan unsur horor yang sudah melekat.

Skoring dan sinematografi jadi penolong

Selain penggunaan set dan CGI yang bagus, perpaduan skoring dan sinematografi yang digunakan juga menjadi penolong dari minusnya cerita dalam film ini. Sajian irama yang tersaji dengan tempo sesuai, membuat penonton menikmati jalannya kisah yang sedang ditampilkan.

Beberapa jumpscares juga diberikan dengan porsi yang pas, nada-nada mengagetkan juga sering terselip sehingga menambah nilai plus tersendiri untuk penggunaan skoringnya. Apalagi alunan lagu Lingsir Wengi yang dinyanyikan Dinda, sukses membuat bulu kuduk merinding.

© MVP Pictures

Tak hanya itu, sinematografi yang disajikan juga cukup memanjakan mata. Dengan mengambil sudut-sudut yang enak dan variatif, membuat tampilan yang diberikan cenderung tidak monoton dan tidak membosankan.

Kesimpulan

Kuntilanak 3 menjadi waralaba dengan nuansa baru yang berani menitikberatkan kisah didalamnya menjadi cerita fantasi. Sekolah cenayang yang berisi anak-anak dengan kemampuan yang berbeda, tampil dengan menawan dan menyenangkan.

Unsur sinematografi dan skoring di dalamnya pun asik untuk dilihat dan diperdengarkan, sehingga penonton merasa nyaman ketika menyaksikan film ini. Sayang sekali, karena terfokus pada unsur fantasi membuat film ini menanggalkan kisah horor dan menyeramkan yang sudah melekat erat pada nama ‘Kuntilanak’.

Memang benar, jika film ini lebih cocok menjadi tontonan keluarga dan para anak-anak, karena tidak memberikan tampilan seram yang membuat anak-anak takut. Sebaliknya, mereka akan merasa terhibur dan senang sebab melihat kisah di dalamnya yang juga didominasi oleh anak-anak.

 

Director: Rizal Mantovani

Casts: Nicole Rossi, Ali Fikry, Sara Wijayanto, Aming Sugandhi, Nafa Urbach, Wafda Saifan, Romaria Simbolon

Duration: 105 minutes

Score: 5.8/10

WHERE TO WATCH

The Review

Kuntilanak 3

5.8 Score

Film ini mengikuti kisah seorang anak perempuan bernama Dinda (Nicole Rossi) yang harus menghadapi kenyataan pahit jika dirinya diasingkan oleh orang-orang di sekitarnya. Tidak ingin kekuatannya itu menjadi hal yang merugikannya, Dinda pun berniat untuk bisa mengendalikan kekuatan tersebut.

Review Breakdown

  • Acting 6
  • Cinematography 6
  • Entertain 6
  • Scoring 6
  • Story 5
Exit mobile version