“Ara gamau lagi dijanjiin sesuatu. Janji-janji malah bikin kesal.” – Ara (Keluarga Cemara 2).
Empat tahun berselang setelah film pertamanya, ‘Keluarga Cemara 2‘ akhirnya rilis untuk melanjutkan kisah Abah, Emak, Euis, dan Ara. Kali ini, mereka berempat kedatangan anggota baru, yaitu adik kecil bernama Agil.
Kemunculan Agil di film ini menjadi warna tersendiri di tengah problematika keluarga yang semakin berkembang, menjauhi masalah bangkrut yang menimpa mereka di film pertama.
Di film kedua ini, produser Anggia Kharisma tak lagi bersama Yandy Laurens di kursi sutradara dan Gina S. Noer di penulisan. Dua posisi itu dipercayakan kepada Ismail Basbeth (Talak 3, Mencari Hilal) dan penulis skenario Irfan Ramly (Love for Sale, Filosofi Kopi 2).
Tangin dingin mereka berhasil membuat ‘Keluarga Cemara 2’ menjadi film keluarga yang terasa baru, namun tetap mempertahankan formula yang ada di film pertama. Satu hal yang perlu disorot adalah kehadiran Widuri Putri Sasono sebagai Ara yang sukses mencuri perhatian.
Sinopsis
Selang beberapa tahun setelah bangkrutnya usaha Abah (Ringgo Agus), kehidupan di rumah yang tidak jadi dijual ini perlahan mulai berubah. Ara (Widuri Putri Sasono) kini sudah menjadi anak SD, Euis (Adhisty Zara) sudah mulai disibukkan dengan kegiatannya di SMA, sedangkan Emak (Nirina Zubir) sudah harus lebih fokus menjaga anak paling kecil, Agil (Niloufer Bahalwan). Abah sendiri sekarang sudah mendapatkan pekerjaan tetap di peternakan ayam.
Kesibukan masing-masing itu yang membawa Ara makin kesepian. Tetehnya tak lagi bisa pulang bersamanya, bahkan ingin pisah kamar. Abah juga tak bisa terus mengantarkan Ara ke sekolah. Namun, di tengah kekosongan itu, Ara tiba-tiba menemukan seekor anak ayam, yang entah bagaimana caranya, merasa bisa berkomunikasi dengannya.
Ara bersama teman barunya, Ariel (Muzakki Ramdhan), memulai petualangan untuk mencari keluarga dari anak ayam yang Ara beri nama Neon. Pencarian itu ternyata membuat khawatir orang tua Ara karena ia kerap hilang begitu saja, menyulut kemarahan Abah yang belum pernah dilihat sebelumnya.
Jadi anak tengah memang begitu..
Ara yang kini posisinya bukan anak yang paling muda lagi, harus rela “membagi” rasa sayang yang ia dapat dari Abah dan Emak ke Agil. Berbeda dengan Tetehnya, Euis, yang tentu sudah biasa di posisi itu, Ara baru pertama kali mengalaminya dan seketika merasa kesepian. Kehampaan itu akhirnya diisi oleh Neon. Setiap hari Neon selalu dimandikan, diberi kandang yang nyaman, bahkan Ara tak segan untuk pergi ke Kampung Badak yang notabene jauh dari rumahnya untuk membawa Neon ke keluarganya.
‘Keluarga Cemara 2’ mencoba untuk menceritakan sindrom anak tengah melalui Ara yang merasa sekelilingnya sudah tak lagi mau mendengarkan dia. Ara juga tak mau lagi memberi janji karena trauma akan Abah dan Euis yang selalu ingkar janji kepadanya.
Ara pun mencoba untuk mengalihkan perhatiannya kepada Neon. Terbukti berhasil, tetapi ada satu harga yang harus dibayar mahal: hubungannya dengan Abah dan Euis yang semakin renggang.
Di sisi yang sama, Widuri Putri Sasono sukses berperan sebagai Ara yang kini sudah berani untuk membantah apa yang Abah perintahkan. Widuri mendominasi pemeran-pemeran lainnya melalui eksekusi apiknya memerankan seorang anak yang merasa bahwa tidak ada lagi orang yang mau berdialog dengannya, termasuk anggota keluarga sekalipun.
Film baru dengan rasa sama
Bila di ‘Keluarga Cemara’ mencoba untuk menyorot Euis sebagai pusat dari konflik, ‘Keluarga Cemara 2’ ingin memindah perhatian itu ke Ara. Di film pertama, Euis ngotot ingin kembali ke Jakarta dan membuat Abah bersama Emak memutuskan untuk menjual rumahnya. Sedangkan di film kedua, ada Ara yang mulai berulah karena keberadaanya kerap hilang begitu saja.
Meski berbeda, persamaan dari film pertama tetap terlihat pada diri Abah. Jika di film pertama Abah sulit untuk mau mendengar anak-anaknya, di film kedua ini masih juga begitu. Abah tak ingin tahu lebih dalam mengenai maksud sebenarnya dari Ara yang katanya bisa “berbicara” dengan ayam. Abah memilih untuk meningkatkan nada bicaranya lebih tinggi karena menurutnya bisa berkomunikasi dengan hewan adalah sesuatu yang konyol.
Meski dengan formula cerita yang sama, ‘Keluarga Cemara 2’ tetap mampu menyuguhi sesuatu yang menyegarkan. Konflik di film ini berkembang, berpindah, mendarat pada diri seorang anak SD yang kebetulan ada anak kedua dari tiga bersaudara.
Ayam, ayam, ayam!
Ayam: satu kata yang bisa menggambarkan film ini. Satu hewan yang bisa menjadi representasi tepat bagaimana ‘Keluarga Cemara 2’ berjalan. Sepanjang sejarah manusia, ayam kerap menjadi bahan pemantik diskusi pemikir-pemikir hebat. Lihat saja diskusi mengenai mana yang muncul duluan, apakah ayam atau telur? Kemudian ada perdebatan mengenai alasan kenapa ayam tersebut menyebrang.
Semua itu sejalan dengan apa yang terjadi di ‘Keluarga Cemara 2’. Dari seekor ayam, film ini kemudian memunculkan berbagai bahan diskusi menarik seperti peran seorang Ibu yang harus menjadi penyeimbang dalam keluarga. Ibu tidak boleh terlihat sedih atau memihak pada satu sisi karena…. Dia adalah Ibu. Itulah yang terjadi pada Emak. Emak hanya bisa duduk merenung di tengah malam dengan cangkir di tangan, perlahan menyeruput apa yang tersisa di dalamnya.
Adegan itu ternyata tidak ada di skenario film. Itu adalah inisiatif sutradara Ismail Basbeth karena teringat oleh sosok Ibunya. Ternyata, ini menjadi adegan paling membuat “kena” di sepanjang film. Dengan kamera yang mendekat perlahan ke sosok Emak, adegan ini menunjukkan bahwa seorang Ibu hanya bisa mengandalkan gelap dan sepinya malam untuk memproses segala hal yang terjadi.
Kesimpulan
‘Keluarga Cemara 2’ adalah film keluarga yang harus ditonton oleh semua anggota keluarga. Cerita ini tidak hanya cocok untuk seorang Ayah atau Ibu, namun juga kakak atau adik. Terlebih, bagi kamu seorang anak tengah dalam tiga bersaudara, film ini bisa menimbulkan keterikatan dari karakter Ara.
Director: Ismail Basbeth
Cast: Ringgo Agus Rahman, Nirina Zubir, Adhisty Zara, Widuri Putri Sasono, Niloufer Bahalwan
Duration: 114 minutes
Score: 8.0/10
WHERE TO WATCH
The Review
Keluarga Cemara 2
Setelah jatuh miskin, Emak dan Abah bertahan hidup di desa. Ingin sejahtera, tapi lupa dengan kebahagiaan anak-anaknya. Abah sibuk dengan pekerjaan barunya, tak bisa tiap hari antar jemput anak-anaknya. Emak mencari sampingan agar keluarganya punya pendapatan tambahan dan juga tabungan. Sedangkan Euis masuk masa pubernya, ia ingin punya privasi dan tak mau lagi sekamar dengan Ara. Merasa diabaikan, Ara membuat ulah hingga kabur dari rumah. Ia merasa rumahnya bukan lagi istana yang paling indah. Keluarganya sudah berubah. Bisakah Abah dan Emak melewati masa sulit dan berkumpul lagi dengan harta berharganya?