“Semua milik Allah akan dikembalikan kepada-Nya, termasuk orang yang kita cintai dan sayangi. Dan yang harus kita lakukan hanyalah ikhlas,” – Ustadzah (Hayya 2: Dream, Hope and Reality).
Apapun kisahnya jika menyangkut tentang kehilangan, kepergian, serta ditinggalkan oleh orang terkasih memang selalu menjadi momen menyedihkan. Baik yang diceritakan melalui cerita novel, realita, maupun dalam sebuah film.
Melanjutkan kisah Hayya, sosok anak perempuan asal Palestine yang telah ditinggalkan seluruh keluarganya akibat serangan Israel, sutradara Jastis Arimba mengambil sudut pandang lain untuk mengisahkan film kedua dari ‘Hayya: The Power Love’.
Kali ini, sesuai dengan judulnya ‘Hayya 2: Dream, Hope and Reality’, film ini mengisahkan tentang sebuah impian anak kecil yang ingin hidup bebas dari bayang-bayang masa lalunya, kemudian sebuah harapan dari seorang ibu yang masih menyayangi anaknya yang telah tiada. Meskipun semuanya dihempaskan oleh kenyataan yang tak selamanya indah.
Tayang perdana sejak 24 Maret di bioskop, ‘Hayya 2: Dream, Hope and Reality’ menyajikan kisah yang menyayat hati tentang betapa pentingnya mencoba ikhlas atas ujian demi ujian yang menimpa kita.
Sinopsis
Film ini mengikuti kembali kehidupan gadis kecil bernama Hayya (Amna Shahab), berasal dari negara Palestina yang penuh konflik. Ia telah kehilangan kedua orang tuanya lalu menjadi salah satu imigran dengan menetap di Indonesia. Keadaan mental Hayya masih terguncang akibat konflik yang terjadi di negaranya.
Karenanya, Hayya tidak mau lagi untuk pulang ke negara asalnya dan ingin menetap di Indonesia bersama keluarga barunya. Namun, sejumlah relawan serta orang-orang kedutaan besar Palestine yang berada di Indonesia, menolak keras keinginan Hayya yang ingin diadopsi.
Mereka berpikir jika anak Palestine sudah berkewajiban untuk membela tanah air dan menetap di negara asalnya sebagai bentuk kecintaan dan kesetiaan mereka.
Permasalahan dimulai ketika Hayya memutuskan untuk kabur agar bisa terbebas dari orang-orang yang ingin membawanya kembali ke Palestine.
Saat itulah ia bertemu dengan seorang ibu muda bernama Lia (Dhini Aminarti), yang mengira jika Hayya adalah anaknya, Hanna, yang pada kenyataannya telah meninggal dunia.
Ia pun kemudian membawa Hayya untuk tinggal bersamanya. Suami Lia, Faisal (Dimas Seto), cukup terkejut dengan kehadiran Hayya di kediamannya.
Sebenarnya, akibat dari meninggalnya anak kandung mereka membuat Lia mulai menciptakan sebuah dunia imajinasi di mana ia mengandaikan jika putrinya masih hidup. Bahkan, rutinitas hariannya pun menyesuaikan aktivitas kala putrinya masih hidup.
Sementara itu, hidup Hayya mulai diperhatikan keluarga Faisal. Meskipun pada akhirnya kenyataan pahit harus mereka hadapi, kalau Hayya tidak bisa menetap bersama mereka.
Sebuah tragedi besar pun menimpa Hayya yang tak hanya membuat dirinya dalam bahaya, namun juga membuat Lia sadar jika selama ini ia masih belum mengiklaskan kepergian sang putri.
Rasa kehilangan memang selalu jadi cerita menyedihkan
Bagaimana rasanya ditinggal oleh orang yang kita sayangi dan cintai? Sedih, sudah pasti menjadi perasaan utama yang paling dominan yang kita rasakan. Marah, jadi perasaan kedua yang dirasakan, yang muncul akibat ketidakberdayaan kita mencegah suatu kejadian dengan berujung pada kehilangan.
Rasa kehilangan yang sering dituangkan menjadi ide cerita dan berubah membentuk sebuah skenario yang kemudian divisualkan serta disajikan dalam wujud film. Salah satu di antara banyaknya film yang bertemakan kehilangan adalah ‘Hayya 2: Dream, Hope and Reality’.
Memang fokus utama film ini adalah tentang sebuah harapan yang timbul akibat kehilangan. Mengikuti kisah keluarga Faisal dan Lia yang mengalami trauma atas meninggalnya sang putri semata wayang. Kejadian tersebut menyebabkan dampak besar bagi mereka, khususnya Lia.
Penonton akan menyaksikan dengan gambaran yang detail dan menyeluruh tentang pedihnya perasaan seorang ibu yang telah kehilangan anaknya, namun tidak mengikhlaskan kepergiannya. Bagaimana depresinya, kacaunya, dan segala bentuk perasaan menyedihkan lainnya akibat kepergian sang anak.
Penjiwaan Dimas Seto dan Dhini Aminarti yang begitu emosional
‘Hayya 2: Dream, Hope and Reality’ menjadi film comeback bagi pasangan Dimas Seto dan Dhini Aminarti yang juga berperan sebagai suami istri dalam film ini.
Jika membahas chemistry serta kedekatan antara keduanya, sepertinya tidak diperlukan lagi. Karena mereka tampil dengan natural tanpa ada rasa canggung atau lainnya.
Berperan sebagai orangtua yang berusaha pulih setelah kehilangan anaknya, keduanya sukses menampilkan penjiwaan karakter yang begitu emosional dan menyentuh. Layaknya kejadian yang mereka peragakan merupakan hal nyata, keduanya seperi tak kesulitan untuk menyampaikan pesan mendalam tersebut.
Klimaks yang ditampilkan pun terasa sesuai dan tersampaikan dengan tepat, sehingga membuat penonton turut merasakan kesedihan, kemarahan, kebimbangan, yang dialami mereka berdua.
Bagaimana perasaan bimbang Faisal yang disatu sisi ingin mengembalikan Hayya, namun disisi lain juga ingin melihat istrinya bahagia.
Meskipun, ada beberapa adegan yang seharusnya bisa diselesaikan dalam satu ‘tarikan’, namun justru dilebarkan kembali dan membuat adegan itu kehilangan sisi emosional seperti diawal.
Visual bagus, namun terganggu dengan cut to cut yang ngasal
Film ini dibuka dengan tampilan memanjakan mata, sajian ombak laut yang deras divisualkan menggunakan sudut pandang bird-eye, atau pengambilan kamera dari atas dan menghasilkan keluasan gambar yang indah.
Pemilihan lokasi syuting juga menambah nilai plus tersendiri untuk mempercantik visual dalam film.
Hijaunya perkebunan, luasnya lautan, indahnya air sungai yang mengalir langsung dari pegunungan, serta jalanan yang dipenuhi kendaraan berlalu-lalang, semuanya ditampilkan dengan menggunakan sudut kamera yang sangat tepat sehingga menampilkan keindahan dari kota Bandung yang benar-benar menyejukkan.
Sayangnya, hal tersebut tidak menjadi nilai tambah yang berlarut dalam pujian saja. Seperti api yang cepat merambat, penggunaan cut to cut atau perpindahan adegan satu ke adegan berikutnya, sangat mengganggu keindahan visual yang ditampilkan.
Disaat penonton masih menyaksikan adegan yang tersaji, secara tiba-tiba dipindahkan ke adegan berikutnya. Perpindahan yang diberikan juga sangat terasa sekali patahnya. Tak hanya sekali dua kali, hampir keseluruhan sistem perpindahan dalam film ini dilakukan dengan cepat tanpa ada sisi pemanis.
Dalam ending-nya pun begitu, penonton masih meratapi kesedihan yang ditampilkan. Namun, lagi dan lagi dipatahkan dengan perpindahan adegan yang cepat dan cenderung mengganggu.
Kesimpulan
‘Hayya 2: Dream, Hope and Reality’ menjadi film yang tidak begitu terikat dengan film sebelumnya. Karena film ini menyajikan sudut pandang yang berbeda, meskipun tetap terfokus pada karakter utama, Hayya.
Menampilkan sisi emosional dari sebuah keluarga yang dilanda kesedihan akibat kehilangan sang anak, Jastis Arimba secara tepat memberikan konflik yang tidak begitu berat, namun tetap sesuai dengan kisah yang diangkat. Sehingga menyajikan film dengan perasaan emosional yang lebih dominan.
Director: Jastis Arimba
Casts: Amna Shahab, Dhini Aminarti, Dimas Seto, Donny Alamsyah, Ria Ricis, Oki Setiana Dewi
Duration: 100 minutes
Score: 6.7/10
WHERE TO WATCH
TBA
The Review
Hayya 2: Dream, Hope and Reality
Trauma dengan situasi konflik yang terjadi di Palestina membuat Hayya (Amna Shahab) tidak mau di pulangkan, dan kembali melarikan diri agar bisa tinggal di Indonesia. Dalam pelariannya Hayya bertemu dengan Lia (Dhini Aminarti) seorang ibu yang mengira Hayya adalah anaknya. Hayya pun diajak untuk tinggal dirumahnya dan bertemu dengan suaminya, Faisal (Dimas Seto). Faisal yang awalnya bingung dengan kehadiran Hayya, akhirnya menganggap Hayya adalah penyelamat bagi kehidupan rumah tangganya. Di tempat lain, Rahmat, Adhin, dan Ricis terus mencari Hayya. Lalu satu persatu tabir keluarga Faisal terbuka, hingga pada puncaknya, sebuah tragedi menimpa Hayya, membuat situasi menjadi kompleks dan menegangkan.