‘Kalau ghibah dipercaya banyak orang, maka mereka akan saling membunuh.”
Industri perfilman tanah air baru saja kedatangan sebuah film horor terbaru pada 30 Juli 2021 di layanan Disney+ Hotstar. Film yang diproduksi oleh Dee Company dan Blue Water Films ini menggaet sutradara Monty Tiwa untuk mengolah ide cerita milik Riza Pahlevi dan Vidya Ariestya ke dalam film berjudul ‘Ghibah’. Seperti judul yang tertera jelas itu, ghibah sebagai salah satu istilah dalam Islam menjadi dasar penggerak cerita dan mengacu langsung pada Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 12.
Pada kenyataannya, ghibah sebagai salah satu dosa besar memang kerap terabaikan. Perbuatan tercela yang berdefinisi membicarakan sesuatu tentang orang lain, namun yang bersangkutan tidak menyukai saat hal itu didengar oleh orang banyak, sering dilakukan secara tidak sadar oleh sebagian besar manusia karena “telah terbiasa”.
Sebagian pemahaman bahkan terbilang keliru dalam menarik kesimpulan karena menganggap ghibah adalah perbuatan tercela selama membicarakan keburukan orang lain yang belum tentu benar. Padahal bila bersumber langsung dari penjelasan Rasulullah SAW, telah dijabarkan secara mendetail bahwa membicarakan keburukan orang yang benar sekali pun termasuk ke dalam dosa besar bernama ghibah selama si yang dibicarakan tidak menyukai itu.

Perbuatan setercela ghibah sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sehingga menjadi salah satu keuntungan bagi film ‘Ghibah’ berkesempatan menarik perhatian banyak orang untuk menonton. Terlebih, pendekatan horor yang dipilih juga terbilang cemerlang dalam mengundang rasa penasaran. Meskipun nuansa Islami belakangan memang kerap diangkat ke dalam film horor, perbuatan ghibah yang dirasa jauh dari serangan langsung jin membuat calon penonton bertanya-tanya bagaimana kesan menggerikan akan diolah di dalam film. Karena di dalam Islam pun, hanya disebutkan bahwa jin gemar melumati madu di bibir para pelaku ghibah agar mereka selalu merasa “manis” saat bergunjing.
Film ‘Ghibah’ berkisah tentang sekelompok mahasiswa jurnalis kampus yang dihadapkan pada karma akibat perbuatan mereka berghibah, baik secara tidak sadar ataupun sadar. Kisah dimulai dari keanehan yang menyerang Okta (Adila Fitri) setelah melakukan liputan terhadap isu perselingkuhan di antara seorang dosen dengan salah satu mahasisiwi sehingga nilai yang sempurna menjadi imbalan atas kesediaan mengambil peran dalam hubungan terlarang itu. Semenjak mengolah liputan khusus dengan menuliskan artikel yang “dilebih-lebihkan”, sosok Okta berubah menjadi penyendiri yang kerap dihantui ketakutan yang tidak dimengerti oleh temannya, khususnya sang karakter utama yang bernama Firly (Anggika Bolsterli).

Tidak lama setelah Okta, Firly pun digambarkan melakukan kesalahan yang serupa. Pada salah satu acara pemotongan hewan kurban di masjid kampus mereka, Firly terpaksa menggantikan rekan sesama jurnalis kampus, yaitu Yola (Josephine Firmstone) dalam kegiatan meliput. Ia bahkan harus merelakan tidak ikut menemani ayahnya berobat dan mengesampingkan traumanya sebagai seorang vegetarian ketika melihat hewan dipotong. Namun nyatanya, hal penting yang direlakan Firly terasa sia-sia saat Ulfa (Arafah Rianti) memperlihatkan postingan di media sosial milik Yola yang berupa potret swafoto gadis itu di salah satu kaca besar khas kamar hotel. Dengan sumbu pendeknya, Firly merasa Yola telah membohonginya dan menyebar perilaku buruk temannya itu di depan orang banyak sehingga Yola ikut marah dan merasa difitnah.
Setelah perlakuan ghibah oleh Firly itu, Yola yang dipengaruhi dendam melakukan pembalasan. Dia mengolah hasil liputan Okta ke dalam berita bohong yang selanjutnya tersebar dan menyudutkan Firly sebagai mahasiswi selingkuhan dosen. Dari ghibah yang dilakukan oleh ketiga wanita itu, pengalaman mistis pun menghantui mereka. Seorang jin misterius mengelabui pikiran ketiganya sehingga kerap muncul halusinasi yang membahayakan nyawa.
Ketiga gambaran praktik ghibah yang dihadirkan dalam film ‘Ghibah’ terbilang menarik untuk diikuti karena memiliki keterkaitan yang erat dengan kenyataan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari penyebaran berita bohong hingga justifikasi terhadap potret yang dibagikan di laman media sosial nyatanya memang merupakan lapangan terluas bagi bakal-bakal topik perghibahan dimunculkan dalam suatu obrolan. Selain itu, perempuan sebagai kaum yang memang lebih identik dengan kegiatan “berghibah” ditampilkan secara jelas melalui keberadaan tiga tokoh di dalam film ini yang mendulang karma akibat kegiatan bergunjing itu.

Beberapa metafora yang mewakili gambaran buruknya perilaku ghibah juga tidak lepas dari sorotan film berdurasi 98 menit ini. Tubuh para pelaku ghibah yang digambarkan tercium seperti bangkai menjadi salah satu metafora yang cerdas untuk dipilih karena berghibah dalam Islam diibaratkan seperti memakan bangkai. Metafora lain yang terbilang cukup menarik perhatian adalah karakter Firly yang digambarkan sebagai seorang vegetarian.
Berdasarkan pemahaman terdangkal, konsep itu ditujukan untuk memperkuat ketakutan Firly selama dihantui oleh jin melalui halusinasi tengah memakan daging mentah yang masih berlumuran darah. Namun, pemahaman yang lebih dalam akan membawa penonton sampai pada cerminan bagaimana perilaku ghibah sangat sulit untuk dihindari, bahkan bagi orang-orang yang telah berusaha menghindar dan tahu ganjaran atas perbuatan dosa yang lebih keji dari 30 kali perbuatan zina itu.
Patut diakui, pada dasarnya, konsep cerita dari film ‘Ghibah’ sangat unik dan menarik. Akan tetapi, beberapa proses eksekusi merusak kenyamanan selama menonton dan memunculkan rasa kecewa. Visualisasi yang awalnya cukup terbilang baik dalam membangun suasana menyeramkan berganti menjadi sesuatu yang menggelitik. Bagaimana bisa efek visual yang benar-benar gagal tetap dimasukkan pada adegan yang terbilang krusial? Gambaran sosok Okta ketika dirasuki oleh jin dan sedang disembuhkan oleh Umi Asri (Asri Welas) merupakan efek visual terburuk di paruh awal film yang membuat penonton bisa saja kehilangan selera dalam menikmati dan mencari-cari kengerian di film ini.

Selain itu, film ‘Ghibah’ yang memang terbilang didominasi oleh jump scare ini hanya mampu bertahan dengan kesan yang mengangetkan di beberapa adegan awal. Semakin menuju akhir durasi, penonton mulai bisa membaca pertanda kapan mereka harus bersiap untuk menghadapi kemunculan jin. Selain itu, konsep horor dalam film ini juga belum bisa dibilang orisinal karena pengaruh film horor luar terdahulu. Sosok nenek mengerikan yang dimunculkan membawa penonton seperti dipertemukan pada karakter hantu ‘Insidious’.
Beruntungnya, sisi-sisi terlemah itu sedikit tertutupi dengan unsur skoring yang bisa meningkatkan suasana menyeramkan, bahkan untuk adegan klimaks yang monoton, dan visualisasi dalam adegan-adegan gore yang jauh lebih meyakinkan, mulai dari wajah yang terkoyak, memotong jari tangan sendiri, hingga kepala yang terpenggal. Selain permasalahan visual, kelemahan film ‘Ghibah’ juga disayangkan datang dari beberapa lubang dalam plot dan ketiadaan motif dari dimunculkannya jin di film ini. Bagaimana bisa seorang jin menghantui jurnalis kampus yang menulis berita bohong? Tanda tanya besar itu menjadi bagian terumpang dari film ini sehingga membingungkan penonton hingga di akhir durasinya dan menegaskan mentahnya naskah dalam menyajikan detail cerita.

Belum lagi, unsur komedi yang tidak pada tempatnya juga membuat film ini patut dipertanyakan kesungguhannya dalam menghadirkan beberapa nilai penting. Salah satu contohnya, adegan ketika khotbah Idul Adha yang seharusnya membangun suasana khusyuk melalui komunikasi 1 arah, justru dimunculkan dalam komunikasi 2 arah dan lebih mengganggunya, sang khotib mengundang jamaah untuk berdialog dan menertawakan jamaah lain. Alih-alih memberikan gambaran perilaku terpuji, sosok yang berada di mimbar justru menyudutkan jamaahnya sendiri. Jika memang hendak menghadirkan potret pembelajaran keagamaan yang menyenangkan, sebaiknya memilih metode berceramah daripada khotbah.
Bukan hanya itu, sosok Arafah Rianti dengan latar belakang seorang komika pun memerankan karakter Ulfa dengan dialog komedi yang terlalu sulit untuk mengundang tawa selama film berlangsung. Asri Welas yang biasanya mampu mengundang tawa di film-filmnya yang terdahulu juga ikut meredup dalam film ‘Ghibah’ ini. Sosok Opie Kumis sebagai Mang Opie lah yang bisa sedikit menyelamatkan dialog yang tidak terlalu menghibur itu karena aura bintang komedian yang sudah ada di dalam dirinya.
Beralih memasuki pembicaraan tentang kualitas akting, secara keseluruhan, para pemeran di dalam film ‘Ghibah’ tidak memberikan kesan permainan peran yang mengesankan. Semua tampil pada porsi secukupnya tanpa keistimewaan. Anggika Bolsterli memang tampak berusaha keras untuk memperdalam ekspresi ketakutan, namun aktingnya masih terasa kurang saat ia melakukan pergunjingan. Hal yang sama juga berlaku pada Josephine Firmstone.

Dari seluruh pembahasan di atas, film ‘Ghibah’ dalam standar film horor Indonesia yang memang kerap mengecewakan terbilang masih biasa-biasa saja. Tidak bisa dibilang terburuk, namun juga tidak menjadi yang terbaik. Naskah yang sebenarnya memuat ide pokok cerita yang cemerlang memuat detail-detail cerita yang mentah. Sebagian efek visual yang dihadirkan oleh film ini dalam menggambarkan karakter hantu cukup mengecewakan karena terlalu terlihat tidak nyata, namun pada beberapa adegan berlumuran darah visualisasi yang muncul terbilang baik.
Terlebih jika memandangnya sebagai film bergenre horor komedi, ‘Ghibah’ tampil di sepanjang durasinya dengan arahan komedi yang tidak jelas. Persuasi untuk menjauhi tindakan ghibahlah yang cukup tersampaikan dengan baik sehingga menjadi nilai paling unggul di dalam film ini. Film ‘Ghibah’ mengingatkan penonton untuk lebih berhati-hati dalam menjaga lisan karena sebagai salah satu dosa besar, ghibah tidak hanya melukai hati sosok yang dipergunjingkan, tapi juga menyebar kebencian pada para pendengarnya.
Director: Monty Tiwa
Cast: Anggika Bolsterli, Asri Welas, Opie Kumis, Arafah Rianti, Zsa Zsa Utari, Verrel Bramasta, Josephine Firmstone, Adila Fitri, Unique Priscilla
Duration: 98 minutes
Score: 5.6/10
WHERE TO WATCH
The Review
Ghibah
Ghibah berkisah tentang 3 orang mahasiswi dari organisasi jurnalistik kampus yang dihantui oleh jin setelah mereka melakukan tindakan ghibah.