“Biasanya orang kaya gitu terpengaruh oleh alam bawah sadarnya, yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.” – Reza.
Pada tanggal 8 Oktober lalu, layanan streaming MAXstream berkolaborasi dengan Banda Tera Studio baru saja merilis konten original berupa film horor. Film ini ditulis dan diproduseri oleh salah satu nominasi Penulis Skenario Adaptasi Terbaik, Lele Laila ‘Asih 2’. Ia juga merupakan penulis dari film ‘Danur’. Sedangkan untuk sutradara dari film ini adalah Bobby Prasetyo.
Beberapa bintang senior dan muda turut membintangi film ini, beberapa diantaranya adalah Marini Soerjosoemarno sebagai Eyang Sri, Sheila Dara Aisha sebagai Gendis, Miller Khan sebagai Reza suami Gendis, dan anak tirinya yang diperankan oleh Shaquilla Nugraha. Selain itu, film ini juga didukung pemain lainnya seperti Tri Karnadinata sebagai Bude Laras, Nicko Irham sebagai Satrio, dan Briliana Arfira sebagai Bu Ajeng.
Gendis sendiri merupakan cucu dari Eyang Sri yang telah dirawat sejak kecil, sebab kehilangan kedua orang tuanya sejak saat itu. Selain orang tua Gendis yang merupakan anak kandung Eyang Sri, Eyang sendiri memiliki anak tiri yaitu Bude Laras. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, Eyang memiliki usaha yang ia beri nama “Rumah Batik”.
“Rumah Batik” merupakan rumah produksi batik dan penjualan batik khas Yogyakarta yang cukup terkenal di desa di mana Gendis kecil tinggal. Dari sana pula, banyak sekali anak murid yang tumbuh dan berkembang melalui “Rumah Batik”. Salah satunya adalah Bu Ajeng, dan beliau sudah memiliki toko batik sendiri yang bertempat di pusat Kota Yogyakarta.
Semenjak suami Eyang Sri meninggal, “Rumah Batik” pun ditutup dan Eyang tinggal sendiri di rumahnya bersama seorang pembantu dan seorang anak dari pembantunya. Sementara Gendis setelah menikah dengan suaminya, Reza, yang berprofesi sebagai psikolog. Mereka berdua kemudian pindah ke Jakarta dan mengadopsi seorang anak bernama Anya.

Beranjak dari latar belakang seluruh pemain film ini, alur cerita film ‘Eyang Putri’ sendiri dimulai dari kejadian yang terjadi di rumah itu dan menimpa anak dari pembantu perawat Eyang Sri. Saat itu sang anak mendengar panggilan dari kamar Eyang, lalu ia menghampiri sumber suara tersebut yang berasal dari dalam lemari. Ketika semakin mendekat, ternyata lemari itu rubuh dan akhirnya menimpa tubuh mungil anak dari si pembantu yang merawat Eyang.
Kejadian itu pun didengar oleh Gendis, ia dan suami pun langsung bergegas mendatangi kediaman Eyang Putri. Tetapi disana ia disambut oleh pembantu Eyang, yang pamit untuk mengundurkan diri karena ingin fokus dengan keluarganya. Hal tersebut disetujui oleh Gendis, dan karena hal itulah, Gendis harus tinggal dan merawat Eyang disana.
Serangkaian kejadian aneh pun dimulai, semenjak Gendis merawat Eyang. Kejadian-kejadian aneh itu dimulai setiap waktu magrib hingga malam hari, akan tetapi setiap pagi Eyang Sri bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Di hari ketiga Gendis merawat Eyang, ia harus ditinggal oleh sang suami yang harus kembali bekerja di Jakarta, sebab memiliki banyak janji oleh para pasien.
Akan tetapi Gendis tak ingin ditinggal karena ketakutan, untuk itu sang suami pun memasang CCTV diseluruh area rumah agar tetap dapat memantau seluruh kejadian yang dirasakan oleh Gendis. Setelah sang suami berangkat ke Jakarta, serangkaian kejadian aneh itu makin lama makin menjadi, dan rangkaian teror menyeramkan dan menegangkan, hampir saja mengancam nyawa Gendis beserta sang anak tiri bernama Anya.
Gendis yang kebingungan akhirnya meminta bantuan Satrio, yang merupakan teman kecil Gendis dahulu. Namun Satrio hanya berpesan pada Gendis untuk tetap tenang dan selalu percaya pada kuasa Tuhan, dan Satrio menyarankan untuk Gendis lebih rajin membaca ayat suci Al-Qur’an di rumah itu. Saran itu disambut anggukan oleh Gendis, yang artinya ia mengerti apa yang sebenarnya terjadi di rumah itu dan cara mengatasinya.
Secara keseluruhan, alur cerita dari film ‘Eyang Putri’ ini agak sulit ditebak awalnya. Namun, karena serangkaian kejadian aneh, menyeramkan hingga menegangkan tersebut saling berhubungan akhirnya jalan cerita sebenarnya akan terungkap pada pertengahan film.
Penyampaian serangkaian teror itu dihadirkan secara baik dalam film ini, sehingga tidak mudah untuk menebak sebenarnya apa yang terjadi.

Selain itu, film ini juga dibumbui oleh serangkaian jumpscares. Memang diawal film tak terlalu banyak setan itu bermunculan, tetapi memasuki adegan klimaks, jumpscares makin banyak bermunculan. Tetapi tetap bisa diterima dengan baik, karena setiap kali adegan mengagetkan tersebut akan terlihat dari gerak-gerik para pemain yang cukup terlihat jelas. Maka dari itu, penonton bisa bersiap untuk adegan munculnya setan dalam film itu.
Ketika kalian menyadari gerak-gerik dari para pemain yang ketakutan, kebingungan, disini artinya para pemain sangat baik dalam memerankan karakter di tiap adegan dalam film tersebut.
Apalagi setiap raut wajah, mimik muka para pemain tersorot dengan jelas. Hal ini menandai, pengambilan gambar dari sudut ekspresi sangat epik ditampilkan dalam film berdurasi 88 menit itu.
Selain para pemain dan pengambilan gambar yang baik, film ini juga didukung dengan suasana rumah Eyang Sri yang memiliki arsitektur rumah zaman dahulu. Serta properti pendukung lainnya, seperti ranjang tidur Eyang dari besi kuno, ditambah lagi patung yang menghiasi setiap sudut rumah.
Visualisasi yang baik juga ditambahkan pada film, karena penggunaan tone warna gelap seperti biru dan merah layaknya film horor pada umumnya, sehingga menambah kesan mencekam pada film. Perubahan tone warna dalam film juga baik, karena tidak terlalu monoton. Sehingga membuat semua terasa sangat dinamis dan selaras mengikuti jalan ceritanya.
Terakhir, film ini didukung sangat baik oleh scoring musik yang menegangkan. Pada adegan akhir mendekati klimaks, penggunaan scoring musik sangat tepat digunakan dan seolah membawa kita akan semakin dekat pada kebenaran yang sesungguhnya.
Belum lagi latar suara yang mendukung film ini tampak nyata, seperti decit pintu, suara berjalan, suara mobil hingga suara barang berpindah dengan sendirinya.
Memang, secara keseluruhan mulai dari jalan cerita, visualisasi, akting para pemain, hingga scoring musik, sangat menggambarkan horor khas Indonesia.
Selain kelebihan, film ini juga memiliki beberapa kekurangan di dalamnya. Hal ini dimulai dari penyelesaian masalah yang kurang baik, hingga tidak adanya adegan flashback untuk menjelaskan latar belakang dari masing-masing pemain atau latar belakang permasalahan itu muncul.
Latar belakang para pemain dapat diketahui hanya dari cerita pemain. Sebenarnya ada beberapa adegan flashback, akan tetapi tak secara rinci dihadirkan. Mungkin hal tersebut dilakukan untuk pengurangan durasi, atau mungkin film ini memang fokus hanya pada serangkaian kejadian yang menyeramkan dan mengakhirinya.

Kekurangan film ini juga ditambah dengan beberapa adegan Eyang Sri seperti kesurupan berbicara menggunakan bahasa Jawa yang sulit dimengerti karena tak ada translate dari pembicaraan tersebut. Apalagi bahasa Jawa yang digunakan sepertinya bahasa Jawa halus, belum lagi ada beberapa lagu yang disenandungkan oleh Eyang dalam bahasa Jawa yang tak dimengerti.
Setiap film memang pasti memiliki kekurangannya, akan tetapi kekurangan pada film ini agak sedikit menggantung, yang akhirnya membuat penonton akan sedikit kecewa.
Akan tetapi, secara keseluruhan bila Cilers menyukai film dengan genre horor, dengan jalan cerita yang sulit ditebak Cineverse merekomendasi film ‘Eyang Putri’ untuk masuk ke dalam daftar tontonan di bulan Halloween ini.
Kira-kira, apakah yang sebenarnya terjadi pada Eyang Sri? Apakah Gendis dan suami dapat mengungkap siapa dalang dari serangkaian kejadian aneh dan teror klenik yang menganggu itu? Saksikan film ‘Eyang Putri’ hanya di layanan streaming MAXstream.
Director: Bobby Prasetyo
Cast: Marini Soerjosoemarno, Sheila Dara Aisha, Miller Khan, Shaquilla Nugraha, Nicko Irham, Tri Karnadinata, Briliana Arfira
Duration: 88 minutes
Score: 7.1/10
WHERE TO WATCH
The Review
Review Film: ‘Eyang Putri’
Tragedi aneh terjadi dirumah Eyang Sri yang mencelakakan anak dari seorang pembantu sekaligus perawat dirumah itu, membuat sang Eyang kini tinggal sendiri. Desas-desus mengatakan bahwa, keanehan yang terjadi pada Eyang Sri lah yang menjadi salah satu penyebabnya. Sampai akhirnya Gendis cucu Eyang Sri, bersama suami dan anak tirinya memutuskan untuk tinggal bersama Eyang dan merawatnya. Keanehan dan perubahan yang terjadi pada Eyang semakin sering terjadi, dan membuat Gendis menjadi semakin ketakutan. Setiap malam tingkahnya berubah ubah, kadang tertawa seperti anak kecil, berbicara seperti kakek-kakek, dan sering kali melukai dirinya sendiri, serta banyak keanehan lainnya. Hal tersebut dianggap oleh Reza, suami Gendis, yang merupakan seorang psikolog sebagai sebuah gangguan psikis akibat kesedihan usai kematian suami Eyang. Akan tetapi yang Gendis dapati adalah sebuah teror klenik diluar nalar yang mengancam nyawa Gendis, anak tirinya, dan Eyang Sendiri.