“Apakah Emilio akan sungguh-sungguh jadi Pastor, Mama?” – Bete.
Belum lama ini, ada sebuah film diputar di bioskop Indonesia, yang mempunyai judul seperti layaknya film bergenre romcom remaja, namun film ini ternyata mempunyai narasi yang jauh lebih kompleks dari sekedar kisah romansa remaja pada umumnya.
Film dengan judul ‘Cinta Bete’ ini menafsirkan kata ‘Bete’ dengan makna berbeda dengan apa yang kita tahu selama ini. Bete di film ini diartikan sebagai nama karakter utamanya, bukan sebagai singkatan bahasa gaul dari boring total.

Penafsiran yang salah inilah yang membuat ‘Cinta Bete’ dipandang sebelah mata oleh media yang sempat mengikuti screening perdana film ini, atau kepada calon penonton yang ingin menonton film ini. Namun, kepuasan akhirnya terbayar tuntas setelah menonton film ini hingga selesai.
‘Cinta Bete’ sempat mendapat atensi sejak ia diumumkan memperoleh nominasi 10 Piala Citra 2021, termasuk di antaranya nominasi Film Terbaik. Walaupun tak memperoleh satupun penghargaan di ajang film terbesar di Indonesia tersebut, film ini tetap hadir dengan kekuatan cerita dan visualisasi yang dihadirkannya.
Sinopsis
Ceritanya sendiri berlatar di Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang menyoroti sosok bernama Bete Kaebauk atau kerap dipanggil Bete (Daniella Tumiwa) oleh orang tua dan teman-teman sebayanya. Bete yang masih bersekolah di bangku SMP, menyukai temannya, Emilio (Adam Farrel).

Namun, rasa cinta itu bertepuk sebelah tangan ketika Emilio memilih masuk sekolah seminari setelah ia lulus. Seminari sendiri merupakan sekolah calon imam atau pastor di Agama Katolik, dan nantinya mereka akan terikat kaul kekal, dan tak diperbolehkan untuk menikah di sepanjang hidupnya.
Setelah menginjak remaja, Bete dewasa (Hana Malasan) yang makin bersinar kecantikannya, menarik perhatian Alfredo (Yoga Pratama), seorang remaja yang merupakan petarung jalanan guna mendapatkan uang, dan ia juga merupakan seorang penggembala ternak milik pamannya.
Saat rasa cinta keduanya mulai tumbuh membesar, mereka sepakat untuk melanjutkan hubungan mereka berdua ke jenjang pernikahan. Namun, masalah mulai mengemuka satu per satu. Alfredo ternyata memiliki strata sosial yang lebih rendah dari Bete yang merupakan kelas bangsawan. Belis atau mahar yang diminta oleh keluarga besar Bete rupanya tak disanggupi keluarga Alfredo, dan ketidaksanggupan memenuhi mahar tersebut membatalkan rencana mereka ke jenjang pernikahan.
Tak hilang akal, Bete dan Alfredo bersepakat untuk kabur bersama. Sayang, kehidupan indah yang diinginkan Bete rupanya tak terjadi. Alfredo berubah perangainya menjadi kasar, dan membuat Bete berbadan dua tanpa sebuah ikatan pernikahan.

Tak tahan dengan apa yang dialaminya, Bete lantas pulang ke rumah orang tuanya dengan berjalan kaki dan perutnya yang telah membesar karena hamil tua. Ia tergeletak pingsan di rumah orang tuanya, dan kandungannya mengalami keguguran sekaligus menderita gangguan jiwa.
Di lain sisi, Emilio dewasa (Marthino Lio) berhasil selesai di sekolah seminarinya dan kembali pulang ke kampung halamannya. Ia terkejut mendengar kabar Bete dari ayah Bete, Fritz Manek (Otig Pakis), dan berusaha menyembuhkannya.
Niatnya menyembuhkan Bete, didengar oleh Alfredo, yang lantas berniat menyerbu kediaman Pastor yang ada di desa mereka, dan mengambil kembali Bete yang kabur darinya.
Keteguhan hati Emilio kian diuji, antara dia harus memilih jalannya dengan melayani Tuhan, ataukah kembali ke pelukan Bete yang masih mencintainya. Apakah yang akan diputuskannya nanti akan berdampak panjang bagi kehidupannya di kampungnya tersebut?
Mengenal adat dan budaya yang belum kita kenal sebelumnya
Film yang disutradarai Roy Lolang ini memang beda dari film yang pernah ada sebelumnya. Pergulatan iman seorang Frater atau calon Pastor yang diharuskan hidup selibat, memang merupakan pilihan sulit. Hal tersebut juga dihadapi banyak orang yang mengalami kisah serupa dengan apa yang dialami Bete dan Emilio.
Namun kisah yang berlatar di daerah yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, tentunya akan lebih relevan, karena pilihan hidup sebagai Imam atau Pastor memang sangat dihormati penduduk lokal dan merupakan kebanggaan bagi keluarga yang anaknya memilih jalan tersebut.

Tak hanya itu saja permasalahan yang muncul, adat setempat seperti belis atau kita kenal sebagai mahar, memang mempersulit banyak pasangan yang berbeda kelasnya untuk menikah.
Secara cerdas, ‘Cinta Bete’ tak hanya kuat di sisi narasi, namun sinematografinya juga kaya akan lansekap indah yang kaya warna, sekaligus menangkap keanekaragaman budaya lokal yang mungkin belum pernah kita lihat sebelumnya.
Film ini juga menggambarkan perbedaan agama yang harmonis, antara Emilio yang beragama Katolik, dengan temannya, Yunus yang beragama Islam. Keakraban mereka tergambar dengan dialog serius, juga penuh humor yang nyaris tanpa batas. Hal inilah yang menarik untuk diperlihatkan kepada audiens, betapa pentingnya toleransi antar agama di antara kita.
Adegan penutup yang indah dan tidak berlebihan membuat film ini mencapai klimaks yang sangat diinginkan sebagai sebuah film ala festival, yang semua dipulangkan ke takdir masing-masing personanya.
Di samping kelebihan yang telah disebut, film ini memiliki kekurangan yang sangat minor. Penggambaran Bete yang sedang mengalami gangguan jiwa ke arah transisi menuju kesembuhan total tidak diperlihatkan secara intens. Kalau saja diperlihatkan, film ini akan jauh lebih bisa mengangkat karakter dari Bete itu sendiri, dan juga Emilio.

Kredit lebih memang patut diperoleh oleh Djenar Maesa Ayu yang berperan sebagai ibunda Bete dan Hana Malasan yang berperan sebagai Bete dewasa. Akting mereka berdua memang sangat menonjol dan berhasil menghidupkan film ini.
Kesimpulan
Buat kita yang mungkin masih penasaran, tak usah ragu lagi dengan film ini. Segera tonton ‘Cinta Bete’ di bioskop terdekat di kota kamu dan kita bisa melihat bagaimana sebuah film yang baik seharusnya ditampilkan lewat sebuah medium layar lebar. ‘Cinta Bete’ akan membawa kita ke sebuah perspektif lain dari Indonesia Timur yang akhir-akhir ini banyak sekali dieksplorasi lewat film layar lebar.
Director: Roy Lolang
Cast: Marthino Lio, Hana Malasan, Djenar Maesa Ayu, Otig Pakis, Daniella Tumiwa, Adam Farrel, Jordhany Agonzaga, Yoga Pratama
Duration: 90 Minutes
Score: 7.2/10
WHERE TO WATCH
The Review
Cinta Bete
Cinta Bete mengisahkan pergulatan Emilio dalam memilih antara iman Katolik yang diidamkannya sejak lama oleh keluarganya, dan Bete, cintanya di masa remaja