“Dengan menjadi bagian dari The Light, tidak ada lagi yang perlu kamu khawatirkan.” – Ali Khan.
Netflix Indonesia kembali merilis film orisinalnya yang kali ini berjudul ‘A World Without’, tepatnya pada 14 Oktober 2021. Film yang menjadi kolaborasi antara sutradara Nia Dinata dan penulis naskah Lucky Kuswandi tersebut sempat mencuri banyak perhatian calon penonton karena mengangkat kisah yang berlatarkan masa depan, yaitu tahun 2030.
Mengingat belum banyaknya film asal Indonesia yang mengambil latar waktu di masa depan, hal tersebut tentunya meninggikan ekspektasi penonton untuk memperoleh tontonan yang berkelas dunia.
Sinopsis ‘A World Without’
Secara garis besar, ‘A World Without’ berkisah tentang organisasi misterius bernama The Light yang menerima anggota baru pada tahun 2030 atau 10 tahun pasca-pandemi COVID-19. Organisasi yang dikelola oleh pasangan suami-istri bernama Ali Khan (Chicco Jerikho) dan Sofia Khan (Ayushita Nugraha) ini menyaring para anggotanya dari kalangan usia belasan tahun untuk menjadi agen perubahan terbaik di masa mendatang.

Mereka dibina untuk mampu berkreasi dan mengembangkan diri sesuai keahliannya masing-masing. Ada yang mengembangkan bisnis. Ada pula yang bergabung ke dalam industri kreatif. Selanjutnya, di saat setiap anggotanya berusia 17 tahun, mereka akan dinikahkan berdasarkan kecocokan yang diukur melalui sebuah sistem komputer ciptaan The Light.
Dari para anggota terbarunya itu, ada tiga sahabat bernama Salina (Amanda Rawles), Ulfah (Maizura), dan Tara (Asmara Abigail). Sebagai tiga sahabat sejak kecil, mereka kompak bergabung dengan The Light dan melalui hari-hari bersama. Namun seiring berjalannya waktu, ketiganya menemukan berbagai kejanggalan dari organisasi misterius tersebut. Kejanggalan itu terkumpul dan memuncak sehingga Salina mengajak Ulfah dan Tara untuk meninggalkan The Light.
Sisi menarik yang terbatas pada ekspektasi penonton
Bila membicarakan sisi menarik film ini, tentu saja hal pertama yang berkemungkinan besar menggugah rasa penasaran calon penonton untuk menyaksikan ‘A World Without’ seperti yang telah dikemukan di paragraf awal adalah latar waktu dari masa depan dan kecanggihan teknologi yang diusung.
Namun sayangnya, sisi menarik itu hanya sampai di sana, yakni ekspektasi penonton. Dalam hasil eksekusi, ‘A World Without’ tertonton mengecewakan.

Visualisasi pendukung cerita yang kurang optimal
Visualisasi dalam mengusung latar waktu yang diharapkan dapat memberikan bayangan masa depan tidak tergambarkan dengan baik. Film ini luput dalam memperhatikan detail-detail kecil, mulai dari gaya berbusana, nama tokoh yang kurang modern atau tidak sesuai zaman yang digambarkan, hingga kartu nama peserta yang dibuat dalam gaya konvensional.
Kecanggihan teknologi yang ditawarkan menggambarkan tahun 2030 terbatas pada hologram dan gawai transparan. Selebihnya, penonton seperti dibawa menjelajahi tahun 2021 saja. Yang tidak kalah membuat film ini tertonton membingungkan adalah penggambaran yang tidak optimal tentang dunia yang tidak sedang baik-baik saja.
Ketika The Light bertujuan untuk menghadirkan generasi muda sebagai agen perubahan masa depan terbaik di tengah keadaan dunia yang memburuk setelah pandemi, film hanya berfokus menghadirkan keadaan mengenaskan itu dari tayangan di aula tempat para anggota berkumpul. Saat kamera menyoroti suasana di luar lingkungan The Light, tidak ditemukan penggambaran tanda-tanda memburuknya dunia.

Lubang-lubang besar dalam susunan detail cerita
Film ‘A World Without’ juga terbilang gagal menyusun detail cerita di sepanjang durasinya. Alur maju yang diusung tidak disertai dengan elemen seperti kilas balik ataupun adegan dan keterangan yang menjelaskan organisasi The Light pada tempat yang tepat.
Bila memang tujuan sebenarnya adalah membuat penonton penasaran, kesan misterius itu pun gagal terasa. Ada bagian latar belakang dan motif The Light yang terasa sengaja diulur sehingga penonton justru seakan-akan sedang diberi ruang untuk menebak jalan cerita. Ajaibnya, tidak sulit untuk menebak ke mana arah akhir film ini.
Kesan menegangkan pun sama hampanya. Rentetan peristiwa yang satu per satu menemui konflik terbilang gagal mencapai momen klimaks karena minimnya penggambaran pertentangan dan pertikaian di antara The Light dan ketiga anggota barunya, yaitu Salina, Ulfah, dan Tara, bahkan satu anggota laki-laki bernama Hafiz (Jerome Kurnia) juga tidak memberikan kehadiran yang memperkuat ketegangan konflik ‘A World Without’.

Pengolahan sisi teknis dan karakterisasi yang kurang optimal
Elemen skoring yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk memengaruhi penonton agar terbawa ke dalam suasana menegangkan juga terabaikan. Tidak ada momen-momen di sepanjang bagian klimaks yang diiringi dengan musik latar yang dapat memanipulasi emosi penonton.
Begitu pula dari segi teknik sinematografi, tidak tampak upaya teknis untuk mengambil gambar dengan memanfaatkan gerak kamera dan sorotan terhadap ekspresi ketakutan para tokoh sebagai media penyaluran emosi dari film kepada penontonnya.
Jika beranjak menuju pembahasan karakterisasi, ide cerita yang tidak jelas tentu saja berdampak besar pada pengembangan para karakter di dalam film ini. Dasar cerita ‘A World Without’ terkesan kehilangan arah dalam berkisah.

Film ini tidak jelas hendak mengarah pada genre distopia, romansa, drama, atau thriller sehingga perkembangan karakternya menjadi monoton dan terasa “tanggung”, khususnya mereka yang tergolong tokoh antagonis.
Sisi pertentangan para tokoh antagonis dengan tokoh protagonis tidak tergambarkan secara mendetail. Hal itulah yang kurang mempertegas bagian puncak konflik dari film ini sehingga penyelesaian yang dihadirkan pun tertonton membosankan.
Bahkan, potensi untuk menjadikan film ini sebagai media yang dapat meluruskan stigma negatif masyarakat terhadap kaum perempuan sebagai kaum terpinggirkan karena dianggap kurang berdaya mengembangkan diri untuk menaikkan derajat ekonomi pun menjadi gagal tersampaikan di sepanjang durasinya.
Sorotan terhadap tiga tokoh utama wanitanya sebagai agen perubahan terbaik yang dipersiapkan oleh The Light tidak terolah secara fokus dan konsisten karena distraksi dari unsur-unsur romansa. Padahal, sentuhan seperti itu sebenarnya tidak dibutuhkan.

Akibat dari pengolahan karakter yang tidak mendalam itu meluas ke segi permainan peran para aktor dan aktris di dalam ‘A World Without’. Beberapa nama besar, seperti Chicco Jerikho, Ayushita, bahkan Dira Sugandi dan aktris naik daun, yaitu Amanda Rawles, berpotensi memberikan akting terbaik mereka. Namun karena kedalaman karakter yang belum terbangun secara baik, keseluruhan bintang film dalam ‘A World Without’ tampil meredup.
Kesimpulan
Dalam kesimpulan yang paling sederhana, kegagalan ‘A World Without’ sebagai film pengusung latar waktu masa depan yang seharusnya dipenuhi oleh kesan misterius, bahkan menegangkan, bermuara dari pengolahan dasar cerita yang masih mentah.
Lemahnya eksekusi terhadap ide cerita yang sebenarnya terkesan unik dan segar itu berdampak pada terbatasnya pengembangan detail pendukung yang lain, mulai dari karakterisasi yang terbangun kurang mendalam, penyusunan alur yang belum mampu mencapai titik klimaks, dan pembangunan latar tempat serta suasana yang tidak sesuai dengan latar waktu yang diusung.

Kelemahan yang mendominasi itu membuat ‘A World Without’ tidak mampu memberikan pengisahan dan visualisasi futuristis yang sesuai dengan premisnya, yaitu seputar gambaran di masa depan dan organisasi misterius yang meresahkan, begitu pun dengan hampanya penyampaian emosi dan pesan baik dari film ini kepada penonton.
Director: Nia Dinata
Cast: Chicco Jericho, Ayushita Nugraha, Amanda Rawles, Maizura, Asmara Abigail, Jerome Kurnia, Dira Sugandi, Richard Kyle
Duration: 107 minutes
Score: 3.8/10
WHERE TO WATCH
The Review
A World Without
A World Without berkisah tentang organisasi misterius bernama The Light yang menerima anggota baru pada tahun 2030 atau 10 tahun pasca-pandemi COVID-19. Organisasi ini menyaring para anggotanya dari kalangan usia belasan tahun untuk menjadi agen perubahan terbaik di masa mendatang. Namun seiring berjalannya waktu, 3 orang anggota bernama Salina, Ulfah, dan Tara menemukan beragam kejanggalan sehingga mereka berencana untuk melarikan diri dari The Light.