“The Nth Rooms were like the gates of Hell. It had always existed but we had been ignoring it all this time.” – Bul (Cyber Hell: Exposing an Internet Horror, 2022).
Baru-baru ini Netflix telah merilis film thriller dokumenter kejahatan terbaru yang berjudul ‘Cyber Hell: Exposing an Internet Horror’. Diarahkan oleh sutradara Korea, Choi Jin-seong, film dokumenter Cyber Hell: Exposing an Internet Horror (2022) akan menguak kasus kejahatan seksual dunia digital di Korea Selatan yang pernah menghebohkan negeri gingseng tersebut.
Dengan upaya yang dilakukan oleh berbagai lapisan kelompok demi menjatuhkan sang otak pelaku kejahatan, termasuk penyelidikan jurnalis, mahasiswa, unit kepolisian, hingga peretas anonim, film dokumenter Cyber Hell: Exposing an Internet Horror (2022) berdurasi 105 menit ini menyajikan banyak fakta-fakta mengerikan terkait dengan aplikasi Telegram dan para penggunanya.
Hal ini membuat para penonton mungkin mempertanyakan, sudah sejauh mana kita bisa melindungi privasi yang kita miliki agar kejadian ini bisa diantisipasi dan tak pernah terulang kembali. Meskipun sebenarnya, tak ada yang pribadi di zaman serba canggih ini.
Sinopsis
Suatu hari, seorang reporter Korea Selatan yang tengah menikmati hari liburnya diminta untuk membuat sebuah berita tentang adanya kasus kejahatan seksual terbaru di aplikasi Telegram. Kim Wan, reporter The Hankyoreh, kemudian menemukan bahwa kasus yang ia temukan, bukanlah masalah biasa.
Pada awalnya, ia menyelidiki sebuah ruang obrolan dengan pemimpin yang bernama Baksa. Namun, setelah artikelnya terbit, Kim Wan malah diteror lewat data-data pribadinya yang berhasil dicuri. Hankyoreh kemudian membentuk sebuah satuan tugas yang menggabungkan diri bersama dengan kelompok jurnalis mahasiswa bernama Team Flame.
Semakin lama, Kim Wan dan timnya tersebut mulai merasa tertekan karena banyaknya terror dari para pengguna ruang obrolan Baksa, serta adanya korban baru yang mengatasnamakan Hankyoreh. Hiatus selama dua bulan, Hankyoreh dan Team Flame memutuskan untuk menyerah karena tak banyak respon yang baik dari masyarakat. Padahal sebenarnya, masih ada kasus ruang obrolan Nth yang menjadi awal perbuatan menjijikan di ruang obrolan Baksa.
Selepasnya mereka berhenti dari kasus tersebut, ternyata banyak warga Twitter yang menganggap pelecehan seksual tersebut bukan kasus biasa. Mereka meminta untuk mengusut lebih lanjut kejahatan seksual di Telegram dan menguak siapa dalang dibalik perbuatan keji para pengguna tak beradab.
Satu kasus menuju kasus lainnya
Setelah proses yang panjang dan rumit, ruang obrolan yang dipimpin oleh Baksa kemudian akhirnya bisa tertangkap dan diusut. Tanpa perasaan, sang otak pelaku kejahatan seksual bahkan tidak pernah meminta maaf kepada korban. Sayangnya, kasus kejahatan yang berbasis di Telegram tidak berhenti sampai di situ.
“GodGod” sebagai pemimpin dari ruang obrolan Nth, yang merupakan titik awal adanya ruang obrolan Baksa, kembali muncul lagi. Kali ini, ia percaya diri bahwa dirinya tidak akan tertangkap dan mampu menghibur para pengguna lewat konten-konten keji dan melecehkan tersebut. “GodGod” seakan tak mau berhenti, ia mencoba mencari cara untuk tetap eksis dan ruang obrolannya bisa digemari.
Menangkap dalang dibalik ruang obrolan Nth dianggap cukup sulit dibandingkan kasus sebelumnya. “GodGod” kerap kali mengganti smartphone-nya dan menggunakan alamat WiFi publik, sehingga akan lebih sulit untuk dicari.
Tak secerdas yang dibayangkan, tim peretas anonim justru berhasil mendapatkan alamat “GodGod” setelah ia dijebak untuk mengakses sebuah link tautan yang berisi kode pelacakan.
Lewat analisis tim kepolisian, bantuan peretas, serta perusahaan WiFi setempat, “GodGod” akhirnya bisa tertangkap dan menutup dengan cukup baik kasus kejahatan seksual di Telegram, untuk ruang obrolan Nth.
Aplikasi Telegram yang meresahkan
Setelah kemunculan kasus tersebut, ada beberapa orang di Korea Selatan yang menuntut penghapusan aplikasi di Telegram. Namun, tentu tidak semudah itu. Telegram sendiri sudah menjadi aplikasi yang banyak diminati oleh berbagai pengguna, terlepas dari banyaknya tindakan illegal yang mengiringi kemunculan aplikasi tersebut.
Pada 16 Februari lalu, bahkan berita BBC sempat melaporkan adanya kejadian yang terkait dengan penyebaran foto seorang wanita tak berbusana di aplikasi tersebut. Sayangnya, Telegram bahkan tidak merespon kasus tersebut.
Meski awalnya bermaksud baik dengan memberikan para pengguna kebebasan tak terbatas – kecuali untuk konten yang berbau politik dan terorisme, mungkin pengguna Telegram sekarang bisa lebih bijak dan waspada jika ingin membagikan konten-konten pribadi seperti foto dan video.
Kejahatan seksual di dunia maya
Terlepas dari keberadaan beragam aplikasi yang meresahkan, penggunaan internet di zaman sekarang nyatanya membawa masalah tersendiri. Film dokumenter ‘Cyber Hell: Exposing an Internet Horror’ ini justru menjadi salah satu contoh yang mengerikan, bagaimana internet bisa menghancurkan kehidupan siapa saja.
Dalam film dokumenter Cyber Hell: Exposing an Internet Horror (2022), para penonton akan diajak untuk mengikuti kisah para korban wanita lewat wawancara dengan jurnalis terkait, petugas kepolisian, hingga kelompok mahasiswa yang pernah mengungkap kasus tersebut sebelumnya. Perburuan untuk menjatuhkan para pengguna Telegram dan otak pemimpinnya begitu sulit, seperti melawan ilusi – begitu yang dikatakan oleh Kim Wan.
Ini adalah kasus kejahatan seksual yang begitu mengerikan dengan wawancara yang mendalam – sekaligus mencekik. Usai kasus seperti ini terungkap, Korea Selatan mulai melakukan perubahan besar dalam undang-undang untuk melindungi korban dan mencegah hal seperti ini terulang kembali. Namun, apakah perubahan tersebut sungguh berarti?
Masalah-masalah seperti ruang obrolan Baksa dan ruang obrolan Nth tidak berakhir sampai di penangkapan mereka. Masih ada banyak kejahatan dan pelecehan seksual yang terjadi di dunia maya. Para pengguna yang bijak serta pemerintah, tentunya harus lebih “melek” teknologi untuk dapat mengungkap, menututp, atau bahkan mencegah terjadinya kasus yang meresahkan masyarakat.
Kesimpulan
Jangan mengharapkan sedikitpun drama dalam film dokumenter Cyber Hell: Exposing an Internet Horror (2022), karena tentunya para penonton tak menemukan yang sejenis itu. Dokumenter ini akan membuat anda tercengang, merasa jijik, atau bahkan tak ingin melanjutkan kembali. Lewat narasi yang mendalam, serta durasi yang cukup panjang, penonton akan diajak untuk mengulik kerasnya perjuangan untuk membasmi ruang obrolan tak bermoral tersebut.
Sebagai peringatan, ‘Cyber Hell: Exposing an Internet Horror’ menyuguhkan banyak cuplikan yang mengandung kekerasa seksual yang mengganggu dan meresahkan. Meski dibalut dengan animasi suram, percakapan pesan teks di Telegram, serta peragaan ulang, mungkin film dokumenter Cyber Hell: Exposing an Internet Horror (2022) bukan tontonan yang tepat untuk anda yang menginginkan sebuah tayangan ringan.
Director: Choi Jin-seong
Cast: Chang Eun-Jo, Kim Wan, Oh Yeon-seo
Duration: 105 minutes
Score: 7.5/10
WHERE TO WATCH
The Review
Cyber Hell: Exposing an Internet Horror
Suatu hari, seorang reporter Korea Selatan yang tengah menikmati hari liburnya diminta untuk membuat sebuah berita tentang adanya kasus kejahatan seksual terbaru di aplikasi Telegram. Kim Wan, reporter The Hankyoreh, kemudian menemukan bahwa kasus yang ia temukan, bukanlah masalah biasa.