Review Dear David (2023)

Kisah cinta segitiga remaja yang penuh konflik.

jelang valentine, simak rekomendasi tayangan dari netflix (3)

© Netflix

“Saya adalah manusia muda yang punya gairah, dan perempuan yang sedang jatuh cinta.” – Laras (‘Dear David’)

 

‘Dear David’ resmi tayang di layanan streaming Netflix sejak tanggal 9 Februari kemarin. Film ini mengangkat cerita cinta remaja dan mengeksplorasi berbagai topik yang dekat dengan kehidupan mereka. Mulai dari persahabatan, seluk-beluk media sosial, institusi sekolah, pendewasaan diri, hingga upaya untuk menerima diri sendiri.

Dibintangi oleh para bintang muda, Shenina Cinnamon, Emir Mahira, dan Caitlin North Lewis, film ini justru berakhir dengan banyak pro dan kontra. Namun, apakah ‘Dear David’ memang seburuk itu?

Sinopsis

Laras (Shenina Cinnamon), seorang siswi SMA, memiliki reputasi yang akan membuat kebanyakan remaja merasa iri. Ia siswi berprestasi yang luar biasa, ketua OSIS, penerima beasiswa, dan merupakan favorit setiap guru.

Namun, ia juga memiliki rahasianya yang kelam dan agak cabul—sebuah blog penuh dengan fantasi seksual tentang cowok yang ditaksirnya di sekolah.

Reputasi dan masa depan Laras menjadi pertaruhan saat blog tersebut terbongkar dan kisah-kisahnya dibaca oleh seluruh murid sekolah.

Cerita yang berani dan menarik

‘Dear David’ bukanlah film cerita cinta segitiga remaja biasa. Dikemas dengan cukup menarik, film ini menampilkan beberapa lapisan masalah yang sangat jarang muncul dalam perfilman Indonesia. Uniknya, isu-isu ini juga sangat dekat dengan masyarakat, khususnya para remaja.

© Netflix

Ada berbagai hal yang coba ditawarkan oleh film ini. Mulai dari pencarian identitas, orientasi seksual, pelecehan terhadap laki-laki, kepentingan privasi di ranah pendidikan, kehebatan (dalam sisi negatif) dari sosial media, hingga akhirnya penerimaan diri. Tidak ada yang menyangka, jika para remaja ini menanggung beban berat untuk menghadirkan isu-isu tersebut.

Oleh karena itu, cerita menjadi terlalu luas dan tidak rapi. Ada banyak hal yang ingin dikupas, membuat setiap aspeknya justru tidak maksimal. Bisa dikatakan film ini memiliki premis menarik, namun gagal menerapkannya dengan baik.

© Netflix

Di sisi lain, ada beberapa adegan yang tidak wajar dan membuat film ini kurang relate dengan penonton. Seperti contoh, ketika cerita Laras yang bocor dan menyebabkan David (Emir Mahira) menjadi objek seksual teman-temannya. Bagaimana bisa David mengatasi masalah ini dengan hati yang lapang? Apakah karena ajaran gereja membuatnya menjadi manusia tanpa amarah?

Perbedaan antara sinematografi dengan akting

Patut diakui, ‘Dear David’ berhasil memberikan tampilan visual yang baik di mata penonton meskipun hanya tayang di layanan OTT. Dalam beberapa adegan, film ini bisa terlihat mempesona, hangat, sekaligus penuh kedamaian.

Film ini juga memberikan usaha terbaik dalam hal kostum agar lebih mendukung cerita fantasi Laras. Ketika di dunia nyata, Laras hanyalah siswi biasa dengan pakaian sederhana dan motor sederhana. Kehidupannya tidak mewah, namun Laras bisa bertahan menghadapinya.

© Netflix

Di sisi lain, ia tampil berani dan panas ketika sudah berada dalam kisah fantasinya. Menariknya, visualisasi pikiran Laras juga dibuat dengan baik di film ini. Memperlihatkan perbedaan yang jauh antara dunia nyata dengan dunia khayalan. Siapapun akan tahu, bahwa ini hanyalah fantasi Laras.

Namun, kekurangan lain justru muncul dari akting beberapa pemain. Cerita yang berat ini tentu saja harus dibawakan dengan kedalaman emosi yang sesuai. Hal itu dibutuhkan agar penonton bisa bersimpati atau merasa dekat terhadap para karakternya. Sayangnya, beberapa pemain justru terlihat kaku dan kurang maksimal menyampaikan perasaan tersebut.

© Netflix

Pemain harus bisa melafalkan bahasa Indonesia dengan lebih baik tanpa membatasi diri akibat jam terbang yang belum banyak. Modal akting bukan hanya tampilan wajah yang oke saja, namun bagaimana ia bisa membawa karakternya dipahami oleh penonton. Bagaimana caranya? Ya, belajar untuk memasukkan emosi dan perasaan dalam karakter terbaru. Bukan hanya menghafalkan naskah yang kering dan tidak jelas ingin dibawa kemana.

Adakah pesan moral dalam cerita?

Seperti kata sutradara ternama Indonesia, sebuah film tidak wajib memberikan pesan moral. Namun sebenarnya, semua tergantung dari sudut pandang si penonton. Bagaimana ia bisa memahami film dalam segi yang berbeda, seberapapun buruk isi cerita.

Mengingat banyaknya isu krusial yang kurang riset mendalam, tidak heran jika penonton menarik kesimpulan buruk tentang film ini. Karena ceritanya berpusat pada karakter Laras, maka masalah penting yang menimpa David seakan tidaklah penting. Sosoknya dipinggirkan, perasaannya juga terabaikan. Padahal, ia juga terlibat sebagai korban utama.

© Netflix

Tema cerita yang beragam dan berani ini juga mungkin masih asing di mata para penonton Indonesia. Pendekatan yang dilakukan harus bertahap dan tidak terburu-buru. ‘Dear David’ membawakan hal tersebut cukup baik, meski sekali lagi, masih terasa kurang banyak yang diperdalam.

Kesimpulan

Apabila Cilers penasaran ingin menonton ‘Dear David’, maka pinggirkan harapan apapun tentang film ini. Premis yang menarik masih kurang dikembangkan secara mendalam. Hal baik yang terjadi di film ini muncul dalam aspek sinematografi, sisanya masih perlu perbaikan.

 

Director: Lucky Kuswandi

Cast: Shenina Cinnamon, Emir Mahira, dan Caitlin North Lewis

Duration: 118 Minutes

Score: 6.2/10

WHERE TO WATCH

The Review

Dear David

6.2 Score

Kehidupan seorang siswi berprestasi berubah ketika cerita fantasinya bocor di media sosial.

Review Breakdown

  • Acting 6
  • Cinematography 7
  • Entertain 6
  • Story 6
  • Scoring 6
Exit mobile version